Category: Beritajatim.com Nasional

  • Polisi Ungkap Laporan Begal Rp40 Juta di Blitar Hanya Rekayasa Korban Akibat Terlilit Utang

    Polisi Ungkap Laporan Begal Rp40 Juta di Blitar Hanya Rekayasa Korban Akibat Terlilit Utang

    Blitar (beritajatim.com) – Kepolisian Sektor (Polsek) Kesamben, Kabupaten Blitar, memastikan laporan dugaan begal dan perampokan uang Rp40 juta di Jalan Raya Brongkos hanyalah cerita bohong. Kasus ini dilaporkan seorang saksi bernama Badik pada Senin (30/9/2025) sekitar pukul 05.30 WIB.

    Dalam laporan itu disebutkan bahwa seorang petani asal Binangun berinisial E-W (35) menjadi korban begal di kawasan hutan Brongkos. Polisi yang menerima laporan segera mendatangi lokasi, di jalan tengah hutan Desa Brongkos, yang saat itu sudah ramai warga. Warga menemukan E-W dalam kondisi sudah terlepas dari ikatan tali.

    Kepada petugas, E-W awalnya mengaku dicegat seseorang sekitar pukul 04.30 WIB. Ia menyebut pelaku memaksa menyerahkan uang tunai sekitar Rp40 juta, lalu mengikat dirinya dan menyeretnya masuk ke dalam hutan sejauh 50 meter sebelum meninggalkannya.

    Namun, keterangan itu runtuh setelah penyidik Polsek Kesamben melakukan pemeriksaan lebih lanjut. “Ternyata itu cerita bohong yang dikarang oleh korban,” ucap Ipda Putut Siswahyudi, Kasubsi Pdim Sihumas Polres Blitar.

    Setelah diinterogasi intensif, E-W akhirnya mengakui dirinya merekayasa kejadian tersebut. Motif di balik drama penculikan dan perampokan fiktif itu karena korban terlilit utang besar.

    “Pada keterangan korban, ia mengaku merekayasa kejadian tersebut karena terlilit utang,” imbuh Putut.

    Saat ini, E-W masih diamankan di Polsek Kesamben untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Polisi menegaskan tindakan merekayasa tindak pidana seperti ini bukan jalan keluar dari masalah pribadi. Selain menyesatkan aparat dan masyarakat, perbuatan itu juga dapat berujung pada proses hukum baru.

    “Saat ini korban yang merekayasa cerita tersebut masih kami periksa keterangannya, mohon waktu namun sudah kita pastikan itu cerita bohong,” tandas Putut. [owi/beq]

  • Terjerat Kasus RPHU, Eks Kadis Peternakan Lamongan Divonis 1 Tahun 2 Bulan

    Terjerat Kasus RPHU, Eks Kadis Peternakan Lamongan Divonis 1 Tahun 2 Bulan

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menjatuhkan vonis terhadap Drs. Moch. Wahyudi dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Kabupaten Lamongan.

    Dalam sidang putusan yang digelar Senin (29/9/2025), majelis hakim menyatakan Wahyudi, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primair. Namun, ia dinyatakan terbukti bersalah dalam dakwaan subsidair melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama.

    Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani, SH dengan hakim anggota Ibnu Abbas Ali, SH dan Athoillah, SH. Dalam amar putusannya, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan dan denda Rp50 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurungan 1 bulan.
    “Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, serta tetap menetapkan terdakwa ditahan,” ujar hakim saat membacakan putusan.

    Selain hukuman badan dan denda, majelis hakim juga menetapkan barang bukti berupa dokumen proyek, perjanjian kerja, laporan kegiatan, dokumen pencairan dana, serta sejumlah uang tunai dari berbagai pihak terkait proyek RPHU Lamongan untuk dirampas dan sebagian disetorkan ke kas negara. Terdakwa juga dibebankan biaya perkara sebesar Rp7.500.

    Kuasa hukum Wahyudi, Muhammad Ridlwan, SH, dari Kantor Hukum Muhammad Ridlwan & Rekan, menyatakan kekecewaannya atas putusan hakim meski lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    “Hari ini klien kami, Pak Drs. Moch Wahyudi, M.M., divonis 1 tahun 2 bulan dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan. Sebelumnya JPU menuntut 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan ini memang lebih rendah dari tuntutan,” jelas Ridlwan.

    Menurutnya, apa yang dijalankan Wahyudi semata-mata tugas administratif dan tanpa niat jahat. “Karena apa yang dijalankan oleh kliennya semata-mata jalankan tugas administratif dan niat jahat tidak terbukti dan sepeserpun Pak Wahyudi tidak menerima aliran dan/atau menikmati, tapi majelis hakim punya perspektif lain,” tegasnya.

    Ia menambahkan, pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. “Apakah kami akan menempuh banding atau tidak, akan dimusyawarahkan dulu dengan klien kami,” ujarnya.

    Usai sidang, Wahyudi sempat menanggapi singkat pertanyaan wartawan. “Siapa saya mas? Wong saya orang biasa. Nabi Yusuf saja pernah dipenjara 12 tahun atas dasar fitnah, apalagi saya. Tapi ikhtiar kebenaran tetap perlu diperjuangkan,” ungkap Wahyudi.

    Muhammad Ridlwan juga menyampaikan bahwa kliennya masih menghadapi proses hukum lain dan dijadwalkan memenuhi panggilan penyidik KPK pada 3–4 Oktober 2025 sebagai saksi dalam perkara pembangunan Gedung Pemda Kabupaten Lamongan atas empat tersangka yang kini ditangani KPK.

    Kasus ini bermula dari proyek pembangunan RPHU Kabupaten Lamongan Tahun Anggaran 2022 yang bernilai miliaran rupiah. Proyek tersebut diduga menimbulkan kerugian negara akibat penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan. Dengan putusan ini, Wahyudi menjadi pejabat yang dijatuhi hukuman dalam perkara RPHU Lamongan, setelah terdakwa lain, Davis Maherul Abbasiya dan Sandy, juga divonis oleh majelis hakim. [kun]

  • Vonis Tipikor RPHU Lamongan: Vonis Davis Lebih Ringan, Kerugian Negara Sudah Dikembalikan

    Vonis Tipikor RPHU Lamongan: Vonis Davis Lebih Ringan, Kerugian Negara Sudah Dikembalikan

    Surabaya (beritajatim.com) – Setelah melalui proses panjang, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya akhirnya menjatuhkan putusan terhadap perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Kabupaten Lamongan.

    Dalam sidang putusan yang digelar Senin (29/9/2025), terdakwa Davis Maherul Abbasiya divonis pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan.

    Kasus ini bermula dari proyek pembangunan RPHU yang diduga merugikan keuangan negara. Nama Moch. Wahyudi, mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan, ikut terseret karena saat itu menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Widodo Hadi Pratama, SH dari Kejaksaan Negeri Lamongan menilai telah terjadi penyalahgunaan kewenangan dalam proyek yang semestinya untuk meningkatkan sektor peternakan.

    Majelis hakim yang diketuai Ni Putu Sri Indayani, SH dalam perkara nomor 72/Pid.Sus-TPK/2025/PN Sby membacakan amar putusan sebagai berikut:

    * Membebaskan terdakwa dari dakwaan Pasal 2 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 KUHP.
    * Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 KUHP.
    * Menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan.
    * Menghukum terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp7.500.

    Majelis hakim menilai kerugian negara dalam proyek pembangunan RPHU tidak sebesar Rp242 juta seperti dalam dakwaan. Perinciannya: Rp92 juta merupakan kelebihan bayar hasil audit BPK yang telah dikembalikan ke kas negara, uji instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebesar Rp99 juta tidak dapat dijadikan dasar karena hanya berdasar diskusi, dan pekerjaan taman senilai Rp10 juta memang terealisasi. Dengan demikian, kerugian negara sesungguhnya hanya sekitar Rp41 juta.

    Kuasa hukum terdakwa, Nundang Rusmawan, SH dari kantor hukum Rus & Co, Jakarta Pusat, menyambut putusan ini dengan lega dan menghormati proses hukum.

    Ia menilai majelis hakim telah objektif mempertimbangkan fakta persidangan, termasuk sikap kooperatif kliennya dan pengembalian kerugian negara.

    “Putusan ini sesuai dengan apa yang kami sampaikan dalam pledoi. Hal-hal yang meringankan sudah dipertimbangkan, termasuk pengembalian kerugian negara sebagaimana diminta BPK maupun pihak lain. Itu semua sudah dikembalikan,” ujarnya usai sidang.

    Nundang menambahkan, pengembalian dana tersebut menjadi bukti bahwa kliennya beritikad baik.
    “Proses hukum ini sudah memberi keringanan hukuman bagi klien kami,” pungkasnya.

    Dengan vonis ini, perkara korupsi proyek RPHU Kabupaten Lamongan yang sempat menyita perhatian publik akhirnya mencapai titik akhir di meja hijau. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengelolaan program pembangunan daerah secara transparan dan akuntabel agar tidak kembali berujung pada jeratan hukum. [kun]

  • Sidang Kerusuhan Kediri, Empat Anak Dituntut 2 Bulan Penjara

    Sidang Kerusuhan Kediri, Empat Anak Dituntut 2 Bulan Penjara

    Kediri (beritajatim.com) – Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri kembali menggelar sidang kasus kerusuhan yang terjadi pada 30 Agustus 2025 lalu. Sidang tertutup yang digelar Senin, 29 September 2025 itu menghadirkan empat terdakwa anak yang dituntut dua bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syaecha Diana.

    Dalam surat tuntutan yang dibacakan JPU, para terdakwa dinyatakan bersalah karena melakukan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP. Namun, tim penasihat hukum terdakwa menyatakan keberatan terhadap pasal yang diterapkan.

    Mohamad Rofian, penasihat hukum terdakwa, menilai penerapan pasal tidak tepat karena nilai barang yang diambil tidak memenuhi unsur kerugian besar. “Karena ini merupakan tindak pidana ringan kalau kami menganggap. Karena apa? Karena nilai dari barang tersebut itu tidak memenuhi parameter nilainya Rp2 juta setengah, ya ini di bawah Rp1 juta,” tegasnya.

    Pada sidang sebelumnya, pihak penasihat hukum juga menghadirkan saksi adecat atau saksi meringankan untuk menyangkal keterangan saksi yang dihadirkan JPU.

    “Dan dari tuntutan itu sebelumnya memang sudah ada beberapa rangkaian saksi ya, mulai dari saksi yang dari JPU, itu saksinya kita sangkal, ada beberapa yang kita sangkal, yang mana memberatkan dari anak yang berhadapan dengan hukum. Dan kita juga mendatangkan saksi adecat atau saksi yang meringankan, di mana itu menjelaskan barang yang dibawa itu nilainya tidak besar, nilainya hanya di bawah Rp1 juta,” imbuhnya.

    Mohamad Rofian, penasihat hukum terdakwa.

    Tim penasihat hukum lainnya, Muhammad Ridwan Said Abdullah, menambahkan bahwa terdakwa sejatinya tidak mengambil barang hasil pengerusakan, melainkan hanya memungut barang yang sudah berserakan.

    “Jadi barang yang diambil itu adalah bukan barang dari hasil pengerusakan, bukan. Tapi barang yang sudah berserakan tapi diambil, itu yang pertama. Terus yang kedua, dia mengambil barang itu bukan untuk dijual ataupun untuk didistribusikan pada orang lain. Istilahnya zaman sekarang itu anak-anak FOMO hanya untuk gagah-gagahan saja,” jelasnya.

    Meski demikian, pihak kuasa hukum tetap mengapresiasi langkah JPU yang hanya menuntut dua bulan penjara bagi terdakwa anak di bawah umur. “Kalau tuntutannya sih oke, kita mengapresiasi. Cuma kalau penerapan pasalnya yang kurang pas kalau menurut kami. Kalau yang 2 bulan kok, oke lah kita mengapresiasi,” terangnya.

    Rofian menegaskan, penegakan hukum memang harus memberi sanksi tegas, tetapi tetap objektif sesuai fakta persidangan.

    “Jadi artinya di fakta dibersihkan itu, klien kami satu itu tidak melakukan aksi, yang kedua tidak melakukan penjarahan, ketiga tidak merusak. Jadi klien kami itu kebetulan ada bareng ya, kebetulan anak-anak berserakan, terus dibawa pulang gitu, dan nilainya pun tidak besar. Tidak seberapa,” tandasnya.

    Sidang lanjutan dijadwalkan pada Rabu, 1 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan pembelaan (pledoi) dari pihak kuasa hukum. [nm/ian]

  • Satpol PP Lumajang Sita 7.034 Bungkus Rokok Ilegal, Negara Rugi Miliaran Rupiah

    Satpol PP Lumajang Sita 7.034 Bungkus Rokok Ilegal, Negara Rugi Miliaran Rupiah

    Lumajang (beritajatim.com) – Temuan peredaran rokok ilegal di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur masih cukup tinggi. Sepanjang tahun 2025, total ada 7.034 bungkus rokok ilegal berbagai merek yang berhasil diamankan Satpol PP Lumajang.

    Diketahui, setiap bungkus rokok tanpa cukai yang diamankan mayoritas berisi 20 batang.

    Kepala Satpol PP Lumajang, Hindam Adri Abadan, menyebutkan bahwa ribuan bungkus rokok ilegal tersebut merupakan hasil operasi gabungan bersama Bea Cukai Probolinggo. Operasi itu rutin dilakukan oleh Satgas Pemberantasan Barang Kena Cukai (BKC) Ilegal sejak awal Januari hingga akhir Agustus 2025.

    “Total ada 7.034 bungkus yang diamankan sampai akhir Agustus, jadi untuk operasi di bulan September memang tidak dilakukan,” terang Hindam, Senin (29/9/2025).

    Menurutnya, peredaran rokok ilegal di masyarakat sangat merugikan negara. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 72 Tahun 2024 tentang penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), di mana hasil cukai tidak hanya digunakan untuk penegakan hukum, namun juga bagi bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, termasuk petani tembakau.

    “Nah, jika rokok ilegal ini dibiarkan, penerimaan DBHCHT akan berkurang. Padahal dana ini juga digunakan untuk pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Jadi, peredaran rokok ilegal ini jelas merugikan semua pihak,” tambah Hindam.

    Upaya sosialisasi juga rutin dilakukan untuk menekan peredaran rokok tanpa cukai di wilayah Lumajang.

    Lebih lanjut, Hindam menjelaskan bahwa ciri-ciri rokok ilegal cukup mudah dikenali, di antaranya tidak menggunakan pita cukai, menggunakan cukai palsu atau bekas, harga jauh lebih murah dari rokok resmi, kemasan tidak sesuai standar kesehatan, serta tidak mencantumkan label produsen atau distributor. [has/ian]

  • Sekretariat IJTI Lumajang Dibobol Maling, Jurnalis Kehilangan Kendaraan

    Sekretariat IJTI Lumajang Dibobol Maling, Jurnalis Kehilangan Kendaraan

    Lumajang (beritajatim.com) – Aksi pencurian kembali terjadi di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Senin dini hari (29/9/2025). Dalam rekaman kamera pengawas CCTV yang beredar, dua orang pelaku terlihat membobol Sekretariat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yang terletak di Kelurahan Tompokersan, Kecamatan Lumajang.

    Komplotan ini, yang terekam dengan jelas oleh CCTV, membuka kunci pagar sekitar pukul 04.09 WIB dan langsung bergerak menuju sepeda motor yang terparkir di teras kantor.

    Dua orang yang berboncengan menggunakan sepeda motor Honda Vario 150, terlihat memakai masker dan bolak-balik memantau sekitar kantor. Salah satu pelaku kemudian merusak kunci sepeda motor matic jenis Honda Beat dengan nomor polisi N 3144 EAC yang diparkir di pojok area.

    Tak lama kemudian, sekitar pukul 04.13 WIB, pelaku berhasil membawa kabur sepeda motor tersebut. Aksi pencurian ini berlangsung cepat, hanya membutuhkan waktu kurang lebih tiga menit.

    Menurut warga setempat, Wisnu, ia sempat melihat dua orang yang mencurigakan, sebelum akhirnya menyadari bahwa mereka adalah pelaku pencurian.

    “Awalnya ya keliatan dua orang boncengan pakai masker, mencurigakan bolak-balik tau-tau ya ternyata maling motor. Itu larinya ke arah utara,” ujar Wisnu yang sempat menyaksikan kejadian tersebut.

    Korban dari pencurian ini adalah Irfan Sumanjaya, seorang jurnalis Antarafoto asal Kabupaten Malang, yang sedang bermalam di sekretariat IJTI Lumajang saat kejadian berlangsung. Irfan mengungkapkan bahwa ia dan beberapa wartawan lain sedang tertidur lelap ketika aksi pencurian terjadi.

    “Motor saya ada paling pojok dan jenisnya matic sendiri yang dicuri, pelaku kelihatan di CCTV berjumlah dua orang,” kata Irfan, yang merasa lesu dan tidak bisa melanjutkan aktivitas peliputan berita di wilayah Lumajang setelah kejadian tersebut.

    Irfan berharap agar pihak kepolisian segera mengungkap pelaku pencurian. “Semoga polisi bisa segera melakukan pengungkapan atas kasus pencurian ini dan pelaku bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tambahnya.

    Kepala Subbag Humas Polres Lumajang, Ipda Untoro, menyatakan bahwa laporan dari korban telah diterima dan petugas saat ini tengah melakukan penyelidikan. “Sudah kita turunkan anggota untuk penyelidikan agar segera bisa mengungkap kasus ini,” ungkap Ipda Untoro.

    Pihak berwenang terus bekerja keras untuk mengidentifikasi dan menangkap pelaku pencurian, dengan harapan kasus ini segera terungkap demi memberikan rasa aman kepada warga dan wartawan yang bekerja di wilayah Lumajang. [has/suf]

  • Dugaan Malpraktik RS Siti Hajar, Keluarga Korban Mengadu ke Mabes Polri

    Dugaan Malpraktik RS Siti Hajar, Keluarga Korban Mengadu ke Mabes Polri

    Surabaya (beritajatim.com) – Dugaan Malpraktik yang terjadi di rumah sakit Siti Hajar Sidoarjo sampai saat ini masih belum menemukan titik temu antara pihak pasien dan rumah sakit. Keluarga korban terus mencari keadilan untuk Bagas Priyo. Laporan ke Polres Sidoarjo pun tak jalan dengan alasan tidak cukup bukti.

    Dimas Yemahura Alfarauq, kuasa hukum keluarga korban, dalam konferensi pers di LBH Nurani Surabaya, Senin (29/9/2025), mengungkapkan kekecewaannya atas kinerja penyidik Polresta Sidoarjo. Menurutnya, penyidik beralasan belum memiliki bukti yang cukup kuat, dan tidak ditemukan peristiwa pidana, serta mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3 Henti Lidik).

    Kasus dugaan malpraktik yang menyebabkan meninggalnya Bagas Priyo (28), warga Sepande, Sidoarjo, saat menjalani operasi amandel di RS Siti Hajar pada 21 September 2024 lalu.

    “Kami sangat mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas kematian Bagas. Ia datang ke rumah sakit untuk menjalani tindakan medis, dan seharusnya ada pihak yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi,” ujar Dimas.

    Dimas menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses penanganan medis yang dilakukan oleh RS Siti Hajar. Salah satunya adalah dugaan penggunaan data laboratorium lama yang tidak sesuai dengan tanggal operasi. Selain itu, ia juga mempertanyakan tidak adanya persetujuan tindakan medis (informed consent) dari keluarga pasien sebelum operasi dilakukan.

    “Anehnya, dokumen persetujuan itu tiba-tiba muncul dalam proses penyelidikan. Padahal, saat itu keluarga hanya diminta untuk membeli obat di apotek yang diduga untuk kepentingan pasien lain,” imbuhnya.

    Keluarga korban juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan rekam medis dan riwayat penanganan pasien dari pihak rumah sakit. Bahkan, hingga Bagas meninggal dunia, keluarga tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai penyebab kematiannya.

    “Ibu Anju (orang tua korban) sudah melaporkan kasus ini ke Polresta Sidoarjo sejak 2 Oktober 2024, namun surat perintah penyelidikan baru terbit pada 1 September 2025. Ironisnya, pada tanggal yang sama, juga diterbitkan surat pemberitahuan perkembangan penyidikan (SP2HP) yang menyatakan tidak ditemukan peristiwa pidana,” ungkap Dimas.

    Menanggapi hal ini, Dimas bersama tim kuasa hukum akan segera mengirimkan surat laporan pengaduan ke Bareskrim Mabes Polri. Mereka juga meminta Karo Paminal dan Propam Mabes Polri untuk bertindak menanggapi laporan tersebut. Selain itu, mereka juga meminta Biro Wassidik Mabes Polri untuk melakukan gelar perkara khusus guna mengurai perkara ini lebih jelas dan membuka kembali pemeriksaan terhadap kasus ini.

    “Kami berharap Kapolri dan Kapolda Jawa Timur dapat melihat dan mengetuk hati nurani mereka. Ada seorang ibu yang menuntut pertanggungjawaban atas kematian anaknya yang menjalani prosedur operasi di rumah sakit,” tegas Dimas.

    Dimas menambahkan, pihaknya telah memiliki bukti-bukti dan saksi-saksi yang akan diajukan dalam proses penyelidikan. Namun, ia menyayangkan sikap penyidik Polresta Sidoarjo yang dinilai sudah menilai di awal bahwa tidak ada tindak pidana dalam kasus ini.

    “Kami tidak akan pernah menyerah untuk mencari keadilan bagi Bagas. Jika memang hasil dari Bareskrim maupun gelar perkara khusus nantinya tetap tidak berkeadilan, maka kami akan mempertimbangkan untuk melakukan langkah hukum lebih lanjut,” pungkasnya. [uci/ian]

  • Setelah 72 Tahun, Tanah Kas Dua Desa di Jember Ditagih Ahli Waris Perwira AL

    Setelah 72 Tahun, Tanah Kas Dua Desa di Jember Ditagih Ahli Waris Perwira AL

    Jember (beritajatim.com) – Setelah 72 tahun, dua bidang tanah kas dua desa di Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, Jawa Timur, diklaim oleh Indah Artiningsih dan kawan-kawan, ahli waris almarhum Emanoel Soepono Hardjo, seorang perwira Angkatan laut yang berdinas pada 1950-an di Surabaya.

    Dua bidang tanah itu adalah tanah negara hak garap seluas kurang lebih 15 hektare dengan batas-batasnya, dan tanah negara bekas Acta Van Eigendom Nomer 3984 seluas 17.6703 meter persegi yang dalam surat tanah nomor 100 tertanggal 22 Juli 1927 atas nama Fritz Kin, seorang warga Eropa.

    Farid Wajdi, kuasa hukum keluarga ahli waris mengatakan, telah terjadi jual beli tanah antara R. Emanoel Soepono Hardjo dengan Fritz Kin pada 14 Maret 1952. Balai Harta Peninggalan Jember juga telah menerbitkan surat keterangan tertanggal 2 Agustus 1952 dan ditandatangani oleh Wakil Balai Harta Peninggalan saat itu, Soesanto.

    Emanoel kemudian menitipkan hak garap dua bidang ranah itu kepada Pemerintah Desa Lojejer dan Desa Ampel seluas 56,142 hektare pada 4 April 1953. Enam tahun kemudian, Pengadilan Negeri Jember menguatkan jual beli antara Emanoel dan Kin, tepatnya pada 25 Agustus 1959.

    Puluhan tahun berlalu. Para ahli waris berusaha meminta kembali tanah tersebut dengan baik baik. “Kami sudah pernah mengirim surat klarifikasi kepada dua pemerintah desa ini, baik Lojejer maupun Ampel. Tapi enggak ada jawaban,” kata Farid, Senin (29/9/2025).

    Farid meminta Komisi A DPRD Jember memfasilitasi penyelesaian persoalan dengan menghadirkan Pemerintah Desa Ampel dan Lojejer. Komisi A kemudian menggelar rapat dengar pendapat di DPRD Jember, Senin (29/9/2025).

    Rapat tersebut dihadiri Camat Wuluhan Hanifah dan Kepala Desa Ampel Soleh. Kepala Desa Lojejer M. Sholeh absen.

    Soleh mengaku tidak tahu soal urusan pinjam tanah itu. “Itu tadi ada surat perjanjian pinjam pinjam, saya enggak tahu sama sekali, karena saya belum lahir. Dan selama ini sudah ada di SPPT (Surat Penagihan Pajak Terutang). Setiap tahun saya bayar pajaknya,” katanya.

    “Setahu saya, tanah itu mulai saya masih kecil sudah dipakai untuk pemerintahan desa (Ampel).Tanah itu letaknya di Desa Lojejer. Tetapi digunakan untuk kesejahteraan perangkat Desa Ampel waktu itu. Kalau luasnya kurang lebih 15-18 hektare,” kata Soleh. Ada 40 perangkat Desa Ampel yang menikmati tanah itu.

    Soleh mengkui tanah tersebut tidak berstatus sertifikat hak milik. “Kalau mediasi, pemerintah Desa Lojejer dan Ampel harus sama-sama dihadirkan,” katanya.

    Camat Wuluhan Hanifah berharap ada penggalian fakta lebih mendalam. “Saya pikir perlu juga krawangan tanah ditunjukkan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD),” katanya.

    Namun, Sekretaris Komisi A Siswono berani memastikan dua bidang tanah yang diklaim ahli waris itu tidak akan tercatat di data aset pemerintah daerah sebagai tanah kas desa, karena belum bersertifikat hak milik.

    “Tapi bagaimana mengoreksi sebuah sejarah? Oleh karenanya ini butuh penyampaian keterangan dari DPMD,” kata Siswono. Alfan Yusfi, anggota Komisi A, sepakat untuk memanggil DPMD Jember untuk mengklarifikasi persoalan ini.

    Wigit Prayitno, kuasa hukum ahli waris lainnya, mengatakan, tak tertutup kemungkinan Pemkab Jember melepas tanah untuk masyarakat. “Buktinya tanah Ketajek. Jadi ini urusannya bukan urusan pribadi. Tanah itu bukan milik kepala desa,” katanya.

    “Jadi sekali lagi kami tetap berharap membuka komunikasi. Kades Ampel maupun Lajejer juga tidak punya kewenangan untuk melepas. Demikian juga Bupati kalau mau melepas, nanti ada persetujuan Menteri Keuangan. Dari data-data yang kami sampaikan, lita harapkan persoalan ini bisa selesai dengan baik,” kata Wigit. [wir]

  • Citra Kepolisian Madiun Kota Tercoreng, Oknum Polsek Mangunharjo Diduga Terlibat Kasus Narkoba

    Citra Kepolisian Madiun Kota Tercoreng, Oknum Polsek Mangunharjo Diduga Terlibat Kasus Narkoba

    Madiun (beritajatim.com) – Citra kepolisian di Kota Madiun mendapatkan tamparan keras setelah salah satu oknum anggota Polsek Mangunharjo, yang berinisial Iptu B.S., diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

    Pada Jumat malam (26/9/2025), Satnarkoba Polres Madiun Kota berhasil mengamankan Iptu B.S., dan saat ini ia sedang menjalani proses pemeriksaan intensif oleh pihak berwenang.

    Kapolres Madiun Kota, AKBP Wiwin Junianto Supriyadi, membenarkan bahwa kasus ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian. Menurut AKBP Wiwin, Iptu B.S. masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut.

    “Untuk anggota yang bersangkutan, hingga saat ini masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut,” ungkapnya saat memberikan keterangan pada Senin (29/9/2025).

    Informasi yang beredar menyebutkan bahwa penangkapan Iptu B.S. terkait dengan narkotika jenis sabu-sabu seberat 37 gram. Diduga, oknum perwira tersebut berperan sebagai pengedar narkoba, dan aktivitas ilegal ini sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Meski demikian, pihak kepolisian belum memberikan penjelasan lebih rinci mengenai perkembangan kasus tersebut.

    Kapolres Madiun Kota juga menegaskan bahwa tidak akan ada toleransi bagi siapa pun yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, terlebih jika melibatkan anggota kepolisian. “Kami selalu menghimbau kepada seluruh anggota agar menjadi teladan bagi masyarakat untuk menjauhi narkoba,” tegas AKBP Wiwin.

    Polres Madiun Kota berkomitmen untuk transparan dalam menangani kasus ini, dan akan mengungkapkan perkembangan lebih lanjut kepada publik. [rbr/suf]

  • Polda Jatim Tangkap Aktivis Yogyakarta, Diduga Terlibat Aksi Anarkis di Kediri

    Polda Jatim Tangkap Aktivis Yogyakarta, Diduga Terlibat Aksi Anarkis di Kediri

    Surabaya (beritajatim.com) – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur menangkap tersangka berinisial MF alias P yang diduga terlibat dalam serangkaian aksi anarkis di Kota Kediri pada 30 Agustus 2025 lalu. Penangkapan dilakukan pada Sabtu (27/9/2025) di rumah tersangka yang terletak di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, sekitar pukul 15.00 WIB.

    Kombes Pol Jules Abraham Abast, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, menjelaskan bahwa sebelum melakukan penangkapan dan penggeledahan, penyidik telah berkoordinasi dengan ketua RT dan RW setempat. Proses penangkapan berlangsung tanpa gangguan, dan tersangka yang ditangkap dalam kondisi sendirian, tanpa anggota keluarga.

    “Setelah dilakukan penangkapan, penyidik langsung menghubungi pihak keluarga tersangka, dalam hal ini kakak yang berada di Batam. Komunikasi dilakukan melalui video call, dan bukti dokumentasi telah disimpan penyidik,” ungkap Kombes Pol Jules pada Senin (29/9/2025).

    Tersangka MF alias P kemudian dibawa ke Polda Jawa Timur untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Pada saat pemeriksaan awal, MF alias P didampingi oleh penasihat hukum dari YLBHI Surabaya dan adik kandungnya yang hadir langsung di Mapolda Jatim.

    Sebagai bagian dari proses penyidikan, penyidik Polda Jawa Timur sebelumnya telah menggelar perkara sehari sebelum penangkapan, yang menetapkan MF alias P sebagai tersangka. Penangkapan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan serta untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti.

    Peran MF alias P dalam aksi anarkis di Kediri diketahui terkait erat dengan tersangka lain berinisial SA yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kerusuhan di Kediri.

    “Yang bersangkutan aktif berkomunikasi dengan SA, menghasut untuk melakukan tindakan melawan hukum, termasuk pembakaran dan penyerangan fasilitas umum,” jelas Jules.

    Aksi anarkis yang dimaksud meliputi pembakaran Kantor Polres Kediri Kota, penyerangan Kantor DPRD Kota Kediri, perusakan pos polisi, hingga pelemparan molotov ke arah aparat kepolisian. Atas tindakannya, MF alias P dijerat dengan sejumlah pasal, yaitu Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 187 KUHP tentang pembakaran, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang, serta Pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.

    Selain menangkap tersangka, penyidik juga melakukan penggeledahan di rumah tersangka di Yogyakarta, yang menghasilkan sejumlah barang bukti. Barang bukti yang disita antara lain satu unit handphone, laptop MacBook, tablet, lima kartu ATM, dan satu buku tabungan BCA milik tersangka.

    Sementara itu, beberapa buku bacaan milik tersangka yang tidak terkait langsung dengan perkara kemungkinan akan dikembalikan kepada tersangka atau keluarganya.

    Dengan penangkapan ini, Polda Jawa Timur berharap dapat menyelesaikan rangkaian kasus kerusuhan yang terjadi di Kediri dan memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana serupa di masa mendatang. [uci/suf]