Category: Beritajatim.com Nasional

  • Geger Kasus Kekerasan Seksual di FIA UB Malang, Pelaku Diduga Mahasiswa Senior

    Geger Kasus Kekerasan Seksual di FIA UB Malang, Pelaku Diduga Mahasiswa Senior

    Malang (beritajatim.com) – Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) Malang tengah menangani kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang mahasiswa senior. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial X melalui akun @jalannyamerah.

    Pihak fakultas memastikan laporan resmi dari korban telah diterima sebelum isu tersebut menyebar luas. Terduga pelaku diketahui merupakan petinggi dalam kepanitiaan salah satu kegiatan kemahasiswaan di kampus.

    Humas FIA UB, Luqman, membenarkan korban secara proaktif melaporkan kejadian yang dialaminya ke bidang kemahasiswaan fakultas pada pekan lalu. Pihak fakultas kemudian langsung bergerak dan berkoordinasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang turut mendampingi korban.

    “Korban sudah melapor pekan lalu ke bidang kemahasiswaan. Setelah laporan itu masuk, baru kemudian ramai di media sosial. Kami langsung berkoordinasi dengan pihak terkait dan BEM untuk menindaklanjuti,” ujar Luqman saat dikonfirmasi pada Rabu (15/10/2025).

    Pihak fakultas telah menjadwalkan pertemuan terpisah dengan korban dan terduga pelaku. Namun, proses ini sempat tertunda karena terduga pelaku mengubah jadwal dan meminta pertemuan diadakan di luar area kampus.

    “Permintaan tersebut membuat dosen yang bertugas di unit layanan tidak dapat hadir, sehingga pertemuan akan kami jadwal ulang. Rencananya, korban juga akan diundang secara terpisah,” jelas Luqman.

    Luqman menjelaskan bahwa setiap fakultas di UB memiliki Pusat Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (PLTKSP) yang berfungsi sebagai satgas penanganan awal. Jika ditemukan indikasi pelanggaran etik, fakultas akan membentuk Komisi Etik untuk menggelar sidang internal.

    “Prosesnya seperti sidang etik. Jika terbukti melakukan pelanggaran, sanksinya sudah diatur sesuai tingkatannya, mulai dari ringan, sedang, hingga berat,” tegasnya.

    Ia menambahkan bahwa FIA UB pernah menangani kasus serupa sebelumnya, di mana pelaku dijatuhi sanksi akademik berat berupa larangan mengikuti perkuliahan selama satu tahun. Untuk kasus kali ini, keputusan sanksi masih menunggu hasil pengumpulan informasi dari kedua belah pihak.

    Presiden BEM FIA UB, Fitra Abdillah, menyatakan bahwa pihaknya bersama seluruh organisasi mahasiswa di fakultas telah mengeluarkan pernyataan sikap resmi. Ia membenarkan bahwa laporan awal masuk melalui lembaga mahasiswa dan langsung dikoordinasikan untuk pengawalan di tingkat fakultas.

    Saat ini, laporan tersebut telah diteruskan ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) tingkat universitas dan sedang dalam tahap pengumpulan bukti serta kesaksian.

    “Sikap kami jelas. Pertama, menolak segala bentuk kekerasan seksual di lingkungan kampus. Kedua, kami berdiri tanpa syarat bersama korban,” kata Fitra.

    Pihak BEM dan fakultas berkomitmen penuh untuk menjaga kerahasiaan dan keselamatan korban selama proses hukum dan etik berlangsung.

    “Ketiga, kami menuntut pihak fakultas dan universitas untuk segera menyelesaikan permasalahan ini dan memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi korban,” tegas Fitra, menutup keterangan. [dan/beq]

  • Ngaku Bisa Komunikasi dengan 4 Dewa, Wanita Surabaya Tipu Atasan Rp6,3 Miliar

    Ngaku Bisa Komunikasi dengan 4 Dewa, Wanita Surabaya Tipu Atasan Rp6,3 Miliar

    Surabaya (beritajatim.com) – Arfita, seorang wanita asal Surabaya, menggunakan modus unik untuk menipu korbannya dengan mengaku bisa berkomunikasi dengan empat dewa: Dewa Ko Iwan (kehidupan), Dewa Ko Jo (jodoh), Dewa Ko Bram (kekayaan), dan Dewa Ko Billy (pengetahuan). Akibatnya, korban Alfian Lexi tertipu hingga Rp6,3 miliar.

    Sidang kasus ini dipimpin oleh Hakim Irawati SH. Terdakwa merupakan Direktur sekaligus bagian keuangan di CV. Sentosa Abadi Steel, yang diadili atas dugaan penipuan dan penggelapan terhadap atasannya sendiri, Alfian Lexi, Direktur Utama CC Sentosa.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho memaparkan bahwa aksi tipu muslihat itu berlangsung selama enam tahun, dari 2018 hingga Desember 2024. Arfita mengaku memiliki indera keenam dan bisa berkomunikasi dengan para dewa.

    “Dengan rangkaian kebohongan, terdakwa meyakinkan saksi bahwa dirinya adalah perantara dewa dan bisa menyalurkan doa serta derma agar saksi mendapat kelancaran usaha dan kesehatan,” ujar JPU dalam pembacaan dakwaan.

    Untuk memperkuat aksinya, Arfita meminta empat unit ponsel yang diklaim digunakan untuk “berkomunikasi” dengan para dewa. Dari ponsel-ponsel itu, terdakwa mengirimkan pesan WhatsApp kepada Alfian seolah berasal dari para dewa, meminta derma untuk panti asuhan, rumah sakit, hingga hewan kurban.

    Percaya sepenuhnya, Alfian rutin mentransfer uang dengan dalih sedekah atau derma. Nilai donasi bahkan meningkat dari 10 persen pendapatan usaha menjadi 25 persen sejak 2021. Transfer dilakukan ke berbagai rekening atas nama Arfita di Bank BCA dan BNI, dengan total Rp6.318.656.908.

    Namun, sebagian besar dana digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian perhiasan, cicilan mobil, hiburan, dan kebutuhan sehari-hari. Hanya sebagian kecil yang benar-benar disumbangkan, seperti Rp500 ribu ke Panti Asuhan Bhakti Luhur (Sidoarjo), barang senilai Rp1 juta ke Panti Asuhan Sumber Kasih (Surabaya), dan Rp500 ribu ke Perhimpunan Ora Et Labora (2025). Untuk meyakinkan korban, terdakwa bahkan meminta pengurus panti menandatangani surat ucapan terima kasih palsu.

    Pada Januari 2025, Alfian baru menyadari penipuan tersebut setelah mendapat penjelasan dari temannya di Bali bahwa dewa tidak mungkin berkomunikasi lewat WhatsApp dan donasi seharusnya disertai tanda terima resmi.

    Alfian kemudian bersama keluarga dan rekan bisnis mendatangi rumah terdakwa di Surabaya untuk meminta klarifikasi, namun Arfita tidak bisa menunjukkan bukti penggunaan dana sesuai pernyataannya.

    JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. “Perbuatan terdakwa dilakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan,” tegas JPU. [uci/beq]

  • Sidang Kepailitan Hotel Garden Palace Memanas, Verifikasi Hutang Dinilai Janggal

    Sidang Kepailitan Hotel Garden Palace Memanas, Verifikasi Hutang Dinilai Janggal

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang perkara kepailitan PT Mas Murni Indonesia Tbk, pemilik Garden Palace Hotel Surabaya, berlangsung panas. Pihak debitur dan kreditur kompak memprotes proses verifikasi piutang serta rekomendasi pembubaran perusahaan yang dinilai janggal.

    Usai sidang, kuasa hukum PT Mas Murni, Aldrian Vernandito, mengungkap adanya dugaan kejanggalan serius dalam proses verifikasi piutang. Ia menyebut tidak pernah ada pencocokan piutang antara kurator dan debitur, namun secara tiba-tiba muncul daftar piutang tetap serta rekomendasi pembubaran perusahaan.

    “Tiba-tiba kurator mengeluarkan rekomendasi pengakhiran, lalu hakim pengawas mengusulkan pembubaran. Padahal tidak ada verifikasi ulang seperti yang kami minta secara resmi,” tegas Aldrian usai sidang.

    Lebih lanjut, ia mempertanyakan kredibilitas surat rekomendasi yang menyebut pencocokan piutang telah dilakukan. “Kapan kami mencocokkan piutang? Itu pertanyaan besar yang sampai hari ini belum dijawab oleh kurator maupun hakim pengawas,” ujarnya.

    Selain verifikasi piutang, Aldrian menyoroti inkonsistensi pengadilan dalam memberikan akses terhadap dokumen sidang. “Sebelumnya majelis memperbolehkan dokumen rekomendasi diminta melalui panitera, tapi ketika kami ajukan permintaan resmi, justru tidak diberikan. Ini membingungkan dan merusak transparansi hukum,” tambahnya.

    Ia juga menilai pemanggilan sidang awal cacat hukum, karena dilakukan bukan oleh juru sita sebagaimana diatur dalam hukum acara. “Pemanggilan sidang bukan dilakukan oleh juru sita, sehingga sejak awal sudah cacat secara formil,” tegas Aldrian.

    Kuasa hukum itu menilai tim kurator gagal melindungi hak-hak kreditur dan pemegang saham. Padahal, aset perusahaan seperti gedung di Embong Malang dan Garden Palace Hotel masih tersedia namun belum dimaksimalkan dalam proses pemberesan.

    Tak hanya dari pihak debitur, keberatan juga datang dari perwakilan kreditur. Kuasa hukum salah satu koperasi kreditur, Arief Syahrul Alam, menuturkan adanya laporan dugaan pemalsuan dokumen daftar piutang tetap yang sudah disampaikan ke Polda Jawa Timur. Bahkan, kata Arief, kurator yang sama pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas perkara serupa.

    “Ada dua laporan di Bareskrim, dan biayanya diambil dari Boedel Pailit, masing-masing Rp1 miliar dan Rp1,5 miliar. Padahal enam kreditur lain belum dibayar, tetapi kurator mengklaim sudah melakukan pemberesan,” ungkapnya.

    Ia menegaskan bahwa prioritas pemberesan seharusnya diberikan kepada kreditur preferen seperti pajak dan buruh, bukan membebankan biaya hukum yang belum jelas dasarnya pada aset pailit. “Separatis punya hak tanggungan, lalu bagaimana dengan yang konkuren?” tegas Abah Alam.

    Sebagai informasi, PT Mas Murni Indonesia Tbk adalah perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 1994, bergerak di bidang perhotelan dan properti. Dua aset utamanya adalah Garden Palace Hotel di Jalan Yos Sudarso dan gedung di Jalan Embong Malang, Surabaya.

    Pandemi COVID-19 menjadi titik balik krisis keuangan perusahaan. Operasional hotel lumpuh, banyak karyawan dirumahkan, hingga akhirnya beberapa eks-karyawan mengajukan permohonan PKPU karena keterlambatan pembayaran pesangon. Meski sebagian kewajiban telah dibayar sesuai perjanjian, kesalahan teknis transfer akibat rekening yang ditutup sepihak dijadikan dasar untuk mempailitkan perusahaan. (uci/kun)

  • Sidang Kepailitan Hotel Garden Palace Memanas, Verifikasi Hutang Dinilai Janggal

    Sidang Kepailitan Hotel Garden Palace Memanas, Verifikasi Hutang Dinilai Janggal

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang perkara kepailitan PT Mas Murni Indonesia Tbk, pemilik Garden Palace Hotel Surabaya, berlangsung panas. Pihak debitur dan kreditur kompak memprotes proses verifikasi piutang serta rekomendasi pembubaran perusahaan yang dinilai janggal.

    Usai sidang, kuasa hukum PT Mas Murni, Aldrian Vernandito, mengungkap adanya dugaan kejanggalan serius dalam proses verifikasi piutang. Ia menyebut tidak pernah ada pencocokan piutang antara kurator dan debitur, namun secara tiba-tiba muncul daftar piutang tetap serta rekomendasi pembubaran perusahaan.

    “Tiba-tiba kurator mengeluarkan rekomendasi pengakhiran, lalu hakim pengawas mengusulkan pembubaran. Padahal tidak ada verifikasi ulang seperti yang kami minta secara resmi,” tegas Aldrian usai sidang.

    Lebih lanjut, ia mempertanyakan kredibilitas surat rekomendasi yang menyebut pencocokan piutang telah dilakukan. “Kapan kami mencocokkan piutang? Itu pertanyaan besar yang sampai hari ini belum dijawab oleh kurator maupun hakim pengawas,” ujarnya.

    Selain verifikasi piutang, Aldrian menyoroti inkonsistensi pengadilan dalam memberikan akses terhadap dokumen sidang. “Sebelumnya majelis memperbolehkan dokumen rekomendasi diminta melalui panitera, tapi ketika kami ajukan permintaan resmi, justru tidak diberikan. Ini membingungkan dan merusak transparansi hukum,” tambahnya.

    Ia juga menilai pemanggilan sidang awal cacat hukum, karena dilakukan bukan oleh juru sita sebagaimana diatur dalam hukum acara. “Pemanggilan sidang bukan dilakukan oleh juru sita, sehingga sejak awal sudah cacat secara formil,” tegas Aldrian.

    Kuasa hukum itu menilai tim kurator gagal melindungi hak-hak kreditur dan pemegang saham. Padahal, aset perusahaan seperti gedung di Embong Malang dan Garden Palace Hotel masih tersedia namun belum dimaksimalkan dalam proses pemberesan.

    Tak hanya dari pihak debitur, keberatan juga datang dari perwakilan kreditur. Kuasa hukum salah satu koperasi kreditur, Arief Syahrul Alam, menuturkan adanya laporan dugaan pemalsuan dokumen daftar piutang tetap yang sudah disampaikan ke Polda Jawa Timur. Bahkan, kata Arief, kurator yang sama pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas perkara serupa.

    “Ada dua laporan di Bareskrim, dan biayanya diambil dari Boedel Pailit, masing-masing Rp1 miliar dan Rp1,5 miliar. Padahal enam kreditur lain belum dibayar, tetapi kurator mengklaim sudah melakukan pemberesan,” ungkapnya.

    Ia menegaskan bahwa prioritas pemberesan seharusnya diberikan kepada kreditur preferen seperti pajak dan buruh, bukan membebankan biaya hukum yang belum jelas dasarnya pada aset pailit. “Separatis punya hak tanggungan, lalu bagaimana dengan yang konkuren?” tegas Abah Alam.

    Sebagai informasi, PT Mas Murni Indonesia Tbk adalah perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 1994, bergerak di bidang perhotelan dan properti. Dua aset utamanya adalah Garden Palace Hotel di Jalan Yos Sudarso dan gedung di Jalan Embong Malang, Surabaya.

    Pandemi COVID-19 menjadi titik balik krisis keuangan perusahaan. Operasional hotel lumpuh, banyak karyawan dirumahkan, hingga akhirnya beberapa eks-karyawan mengajukan permohonan PKPU karena keterlambatan pembayaran pesangon. Meski sebagian kewajiban telah dibayar sesuai perjanjian, kesalahan teknis transfer akibat rekening yang ditutup sepihak dijadikan dasar untuk mempailitkan perusahaan. (uci/kun)

  • Aksi Heroik Polantas Gresik Kawal Mobil Ambulans Sirine Mati Bawa Pasien Kritis

    Aksi Heroik Polantas Gresik Kawal Mobil Ambulans Sirine Mati Bawa Pasien Kritis

    Gresik (beritajatim.com)- Padatnya arus lalu lintas di Jalan Daendels Pantura Gresik menjadi pemandangan yang biasa. Kondisi ini membuat polisi lalu lintas (Polantas) yang bertugas tetap waspada mengatur laju kendaraan. Seperti yang dilakukan Aipda Bambang Kurniawan. Dirinya tiba-tiba melihat mobil ambulans, melaju dengan lampu rotator menyala membawa pasien tanpa suara sirine yang biasa menjadi tanda.

    Naluri sebagai polantas langsung bekerja. Aipda Bambang mendekat memastikan situasi ditengah padatnya kendaraan. Dari balik kaca, sopir ambulans memberi isyarat panik.

    “Sirinenya rusak pak. Kami sedang bawa pasien darurat ke Rumah Sakit Semen,” ujar sopir ambulans dengan berbicara terbata-bata, Rabu (15/10/2025).

    Tanpa berpikir panjang, Aipda Bambang segera mengambil tindakan. Ia menyalakan sirine dan rotator motor patrolinya mengambil posisi di depan mobil ambulans. Dengan suara sirine meraung-raung. Bintara Polri ini
    menjadi pembuka jalan dan memberi ruang bagi kendaraan medis yang mengalami kerusakan sirinenya.

    Dengan kecepatan terkendali, Aipda Bambang mengawal ambulans menembus kepadatan lalu lintas di Jalan Daendels Pantura Gresik yang dikenal sebagai ‘black spot’ atau rawan kecelakaan.

    Kendaraan lain menepi, memberikan jalan, memahami bahwa setiap detik berarti bagi nyawa di dalam ambulans itu.

    Sesampainya di Rumah Sakit Semen Gresik, pasien langsung ditangani oleh tim medis.

    “Terima kasih pak polisi atas pengawalannya sehingga kami tidak terjebak ditengah kemacetan,” ungkap sopir mobil ambulans.

    Menanggapi ucapan itu, Aipda Bambang hanya tersenyum. Dirinya berkata sudah menjadi tugasnya sebelum kembali ke motor patrolinya lalu dan melanjutkan tugasnya menjaga arus lalu lintas.

    Kasatlantas Polres Gresik AKP Rizki Julianda Putera Buna mengatakan, aksi cepat anggotanya ini menjadi bukti bahwa dibalik seragam, ada sisi kemanusiaan yang selalu siaga.

    “Anggota kami di lapangan wajib hukumnya mengkedepankan kemanusiaan. Polisi hadir untuk masyarakat,” katanya. [dny/aje]

  • Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka Korupsi Dana BSPS Sumenep, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar

    Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka Korupsi Dana BSPS Sumenep, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar

    Sumenep (beritajatim.com) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur resmi menahan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun anggaran 2024 di Kabupaten Sumenep. Keempat tersangka itu yakni RP selaku Koordinator Kabupaten (Korkab) BSPS Sumenep, AAS dan MW sebagai fasilitator lapangan, serta HW yang berperan sebagai pembantu fasilitator.

    Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Wagiyo, mengatakan bahwa para tersangka ditahan setelah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik dan dianggap memenuhi unsur hukum yang cukup kuat.

    “Penetapan tersangka dan penahanan didasarkan pada alat bukti dan keterangan saksi yang telah memenuhi syarat hukum. Tersangka diduga kuat telah memotong dana BSPS per penerima dengan modus untuk pembuatan laporan dan komitmen fee,” ungkap Wagiyo, Rabu (15/10/2025).

    Dari hasil penyidikan, setiap penerima bantuan program BSPS dipaksa menyetor antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta sebagai “commitment fee” dan tambahan Rp1 juta sampai Rp1,4 juta untuk biaya laporan. Total potongan yang diterima per penerima mencapai Rp4,5 juta hingga Rp5,4 juta dari nilai bantuan Rp20 juta per rumah.

    Bantuan tersebut sejatinya dialokasikan Rp17,5 juta untuk material bangunan dan Rp2,5 juta untuk upah tukang. Namun praktik pemotongan itu menyebabkan dana yang diterima masyarakat berpenghasilan rendah menjadi tidak utuh.

    “Berdasarkan hasil audit sementara, potensi kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp26,3 miliar. Namun angka ini masih akan diverifikasi lebih lanjut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyidikan masih terus kami kembangkan dan tidak menutup kemungkinan akan ada pihak lain yang terlibat,” tandas Wagiyo.

    Program BSPS merupakan bantuan dari pemerintah pusat melalui APBN dengan total anggaran nasional mencapai Rp445,81 miliar untuk 22.258 penerima di seluruh Indonesia. Kabupaten Sumenep tercatat sebagai penerima alokasi terbesar, yakni Rp109,80 miliar untuk pembangunan 5.490 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. [tem/beq]

  • Pemuda Penganiaya Ayahnya hingga Tewas Dihukum 12 Tahun Penjara

    Pemuda Penganiaya Ayahnya hingga Tewas Dihukum 12 Tahun Penjara

  • Kematian Rudi Hartono Picu Penyerangan Mapolres Lumajang, Keluarga Minta Maaf

    Kematian Rudi Hartono Picu Penyerangan Mapolres Lumajang, Keluarga Minta Maaf

    Lumajang (beritajatim.com) – Keluarga Rudi Hartono (44), tersangka pencurian hewan yang meninggal dunia setelah diamankan Satreskrim Polres Lumajang, mengajukan permohonan maaf atas aksi penyerangan yang terjadi di Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Lumajang pada Minggu malam (12/10/2025).

    Dalam kejadian tersebut, sejumlah fasilitas Mapolres Lumajang mengalami kerusakan akibat kerusuhan yang dipicu oleh kemarahan keluarga Rudi, yang merasa emosi setelah kematian tersangka pencurian hewan tersebut.

    Pada Selasa (14/10/2025), lima anggota keluarga Rudi, didampingi oleh Kepala Desa Ranuwurung, Kecamatan Randuagung, Muhammad Taufiq, mendatangi Polres Lumajang untuk menyampaikan permohonan maaf secara langsung. Kepala Desa Taufiq menjelaskan bahwa kedatangan keluarga ini bertujuan untuk meluruskan kesalahpahaman dan meminta maaf atas kerusakan yang terjadi.

    “Jadi, kedatangan keluarga ini ingin meluruskan kesalahpahaman yang sudah terjadi, kami juga sekaligus ingin meminta maaf atas kerusuhan, termasuk pengrusakan fasilitas,” ujar Taufiq di Mapolres Lumajang.

    Kematian Rudi, yang terjadi sehari setelah ia diamankan, menjadi pemicu kemarahan keluarga. Rudi dilaporkan meninggal dunia saat menjalani perawatan di RS Bhayangkara Lumajang. Pihak keluarga menduga kematian Rudi disebabkan oleh penganiayaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian saat penangkapan.

    Menyikapi peristiwa tersebut, Kapolres Lumajang AKBP Alex Sandy Siregar mengungkapkan bahwa pihaknya menyambut permohonan maaf keluarga dengan baik. “Mereka menyampaikan permohonan maaf, karena di situasi tersebut mereka memang menyatakan masih emosi. Pada prinsipnya kami memafkan sepenuhnya,” kata Kapolres Alex pada Rabu (15/10/2025).

    Kapolres juga menegaskan bahwa meskipun keluarga telah menyampaikan permohonan maaf, proses hukum terhadap almarhum Rudi tetap akan dilanjutkan. “Untuk proses hukum terhadap almarhum tetap dilaksanakan secara prosedural dan profesional,” tambah Alex.

    Sementara itu, Kepala Desa Taufiq juga menegaskan bahwa keluarga menyerahkan sepenuhnya proses hukum atas kasus pencurian hewan yang melibatkan Rudi kepada Polres Lumajang. “Saya mewakili keluarga pak Nasan (orang tua tersangka) menyerahkan sepenuhnya proses hukum ke Polres Lumajang,” kata Taufiq.

    Peristiwa ini menyoroti ketegangan yang dapat muncul dalam penegakan hukum, serta pentingnya komunikasi dan klarifikasi antara pihak keluarga dan aparat kepolisian. Meski emosi sempat memuncak, penyelesaian damai dan penyerahan sepenuhnya kepada proses hukum menjadi langkah yang diambil oleh keluarga Rudi. [has/suf]

  • Keluarga Tersangka Pencurian Hewan Minta Maaf atas Penyerangan Mapolres Lumajang

    Keluarga Tersangka Pencurian Hewan Minta Maaf atas Penyerangan Mapolres Lumajang

    Lumajang (beritajatim.com) – Pihak keluarga Rudi Hartono (44), yang menjadi tersangka kasus pencurian hewan, menyampaikan permohonan maaf atas insiden penyerangan terhadap Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Lumajang pada Minggu (12/10/2025) malam.

    Dalam pernyataan yang disampaikan pada Selasa (14/10/2025), lima anggota keluarga Rudi yang didampingi oleh Kepala Desa Ranuwurung, Kecamatan Randuagung, Muhammad Taufiq, menyatakan penyesalan mendalam atas peristiwa tersebut.

    Rudi Hartono sebelumnya diamankan oleh Satreskrim Polres Lumajang pada Sabtu (11/10/2025) atas tuduhan pencurian hewan. Namun, sehari setelah penangkapannya, Rudi meninggal dunia saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Lumajang.

    Kematian ini memicu kemarahan di pihak keluarga yang kemudian menyerang Mapolres Lumajang, dengan dugaan penyebab kematian Rudi adalah penganiayaan oleh pihak kepolisian.

    Muhammad Taufiq, selaku Kepala Desa Ranuwurung, menjelaskan bahwa kedatangan keluarga Rudi ke Mapolres Lumajang bertujuan untuk meluruskan kesalahpahaman yang telah terjadi. “Kami ingin meluruskan kesalahpahaman yang sudah terjadi, kami juga sekaligus ingin meminta maaf atas kerusuhan, termasuk pengrusakan fasilitas,” ujar Taufiq dalam pertemuan di Mapolres Lumajang.

    Selain itu, Taufiq menyatakan bahwa pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya proses hukum terkait kasus pencurian hewan yang menimpa Rudi kepada pihak kepolisian. “Saya mewakili keluarga pak Nasan (orang tua tersangka) menyerahkan sepenuhnya proses hukum ke Polres Lumajang,” tambah Taufiq.

    Kapolres Lumajang, AKBP Alex Sandy Siregar, menyambut baik permohonan maaf dari keluarga Rudi. Ia menyadari bahwa penyerangan tersebut dipicu oleh emosi keluarga yang terprovokasi oleh dugaan penyebab kematian Rudi. “Mereka menyampaikan permohonan maaf, karena di situasi tersebut mereka memang masih emosi. Pada prinsipnya kami memafkan sepenuhnya,” ungkap Alex.

    Kapolres juga memastikan bahwa meskipun Rudi telah meninggal dunia, proses hukum terkait kasus pencurian hewan tetap akan dilaksanakan secara prosedural dan profesional. “Untuk proses hukum terhadap almarhum tetap dilaksanakan sesuai prosedur dan profesional,” tegas Alex. [has/suf]

  • Okky Madasari Jenguk Ahmad Faiz Yusuf di Polres Kediri Kota: Tubuh Bisa Dipenjara, Tapi Pikiran Tidak

    Okky Madasari Jenguk Ahmad Faiz Yusuf di Polres Kediri Kota: Tubuh Bisa Dipenjara, Tapi Pikiran Tidak

    Kediri (beritajatim.com) – Penulis dan sastrawan ternama Indonesia, Okky Madasari, mengunjungi Polres Kediri Kota, Selasa (14/10/2025), untuk menjenguk Ahmad Faiz Yusuf, pelajar SMA sekaligus penulis muda yang saat ini ditahan.

    Dalam kunjungan tersebut, Okky menegaskan bahwa kehadirannya bertujuan memberikan dukungan moral dan semangat menulis bagi Faiz yang dikenal sebagai sosok kritis di dunia literasi.

    “Saya datang ke sini tadi khusus untuk memelihara api keberanian Faiz dalam menulis, memelihara daya pikir Faiz. Pikiran kritisnya enggak boleh dibungkam, enggak boleh dihilangkan, dan kemampuan menulisnya harus terus dipelihara,” ujar Okky usai bertemu Faiz di ruang tahanan Polres Kediri Kota.

    Menurut Okky, penahanan yang dialami Faiz membuatnya kehilangan keleluasaan untuk menulis karena tidak bisa mengakses laptop. “Penahanan ini membuat Faiz kehilangan keleluasaannya dalam menulis. Dia hanya bisa menulis di kertas, dan tentu saja itu terbatas,” katanya dengan nada prihatin.

    Sebagai bentuk dukungan konkret, Okky membawakan enam buku karyanya untuk Faiz, termasuk novel Entrok, Pasung Jiwa, dan 86. Pada halaman depan novel Entrok, Okky menulis pesan menyentuh: “Mereka bisa memenjarakan tubuhmu, tapi tidak pikiran dan keberanianmu.”

    Pesan itu, menurutnya, menjadi simbol bahwa semangat literasi tak bisa dibungkam oleh ruang penjara.

    Okky juga mendorong Faiz untuk tetap produktif selama masa penahanan. “Saya semangati dia untuk tetap menulis. Misalnya, satu hari satu puisi. Kalau 40 hari penahanan, bisa terkumpul 40 puisi yang nanti bisa dibukukan,” ungkapnya.

    Ia memuji Faiz sebagai penulis muda berbakat yang kerap mengkritisi sistem pendidikan nasional. “Tulisan Faiz itu selalu menyuarakan kritik terhadap kurikulum dan cara belajar di sekolah. Pikiran seperti ini masih langka di Indonesia,” tutur Okky.

    Okky menambahkan, Faiz adalah pembaca yang mendalam, telah memahami karya-karya besar seperti Albert Camus dan Michel Foucault. “Penahanan ini bukan sekadar menahan tubuh seseorang, tapi juga berpotensi mematikan potensi besar yang dimiliki Indonesia,” tegasnya.

    Setelah bertemu langsung, Okky memastikan kondisi fisik dan mental Faiz baik. “Dia tampak lebih kuat, dewasa, dan matang. Saya yakin ini akan menjadi proses yang menguatkannya,” katanya.

    Okky juga mengapresiasi Polres Kediri Kota karena tetap menghormati hak-hak Faiz, termasuk memberikan fasilitas agar ia tetap bisa mengikuti ujian sekolah secara daring. “Dia masih aktif ikut try out dan ujian online karena kini kelas 3 SMA,” jelasnya.

    Meski demikian, Okky tetap mengkhawatirkan keberlanjutan pendidikan Faiz yang membutuhkan akses kamera dan laptop. Ia menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan kebebasan dan hak pendidikan Faiz.

    “Faiz harus bebas, harus dapat ijazah SMA, dan melanjutkan kuliah. Kalau tidak, dia akan kehilangan hak-hak dasarnya,” pungkas Okky. [nm/suf]