Category: Beritajatim.com Nasional

  • Kades di Tulungagung Tersangka Korupsi Dana Desa Rp700 Juta

    Kades di Tulungagung Tersangka Korupsi Dana Desa Rp700 Juta

    Tulungagung (beritajatim.com) – Satreskrim Polres Tulungagung menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), bagi hasil pajak dan retribusi daerah dan Bantuan Keuangan (BK) Kabupaten Tulungagung, di Desa Kradinan, Kecamatan Pagerwojo.

    Dalam kasus ini mereka menetapkan Kepala Desa Kradinan, Eko Sujarwo dan Bendahara desa Wiji sebagai tersangka. Dari hasil penyidikan perbuatan keduanya membuat kerugian negara hingga Rp700 juta.

    Kanit Tipikor Satreskrim Polres Tulungagung, Ipda Novi Susanto menerangkan kedua tersangka ini bekerja sama untuk melakukan korupsi di tahun anggaran 2020 dan 2021.

    Dari hasil penyidikan terdapat beberapa sumber dana yang mereka korupsi. Yakni DD, ADD, bagi hasil dan retribusi daerah tahun 2020/2021 dan bantuan keuangan Kabupaten Tulungagung tahun anggaran 2020.

    “Kasus ini sudah kami lakukan gelar perkara di Polda Jatim. Kami sempat diminta untuk menambah keterangan saksi ahli dan sudah kami lakukan,” ujarnya, Rabu (16/10/2024).

    Polisi telah melakukan penggeledahan di kantor Desa Kradinan dan di rumah bendahara desa. Dari penggeledahan itu pihaknya menemukan sejumlah dokumen dan barang bukti yang ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi ini.

    Keterangan dari beberapa saksi yang telah dipanggil juga menguatkan dugaan keterlibatan keduanya dalam penggunaan keuangan desa untuk kepentingan pribadi mereka.

    “Dana diambil bersama bendahara, kemudian diminta oleh Kades. Sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi, sedangkan sisanya untuk mengerjakan proyek yang dikelola oleh pemerintah desa. Keduanya juga melakukan manipulasi laporan pertanggungjawaban seolah-olah pengelolaan keuangan desa dikerjakan dengan baik,” jelasnya.

    Meski keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak dilakukan penahanan. Polisi beralasan keduanya kooperatif selama dan dikenakan wajib lapor seminggu dua kali.

    Berkas kasus ini juga akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan untuk bisa segera diproses.

    “Keduanya sangat kooperatif selama menjalani pemeriksaan, mereka dikenakan wajib lapor seminggu dua kali,” pungkasnya. [nm/but]

  • Perempuan Surabaya Jadi Korban Rudapaksa Teman Instagram

    Perempuan Surabaya Jadi Korban Rudapaksa Teman Instagram

    Surabaya (beritajatim.com) – Perempuan Surabaya berinisial SF (23) menjadi korban rudapaksa dari seorang pria berinisial DP (24) yang ia kenal di media sosial instagram, Senin (15/09/2024) kemarin.

    Pengacara pelapor, Johan Widjaja mengatakan, DP dan SF sebenarnya pernah bertemu pada tahun 2017 lalu. Seiring berjalannya waktu, ia baru menemukan DP dan menjalin komunikasi lewat aplikasi Instagram.

    Karena terus intens berkomunikasi di Instagram, keduanya lantas berkomunikasi lewat aplikasi pesan whatsapp. DP pun mengajak SF nongkrong di sebuah kafe pada pukul 23.00. DP lantas menjemput SF di rumahnya. Namun, bukannya nongkrong seperti yang disepakati, DP malah membawa SF ke rumahnya di Tambaksari.

    “Korban disekap lalu di rudapaksa. Korban dirudapaksa di sofa rumah,” kata Johan, Rabu (16/10/2024).

    Menurut cerita SF, DP juga melakukan sodomi ke SF. Aksi bejat itu dilakukan saat keluarga DP sedang berada di rumah. Namun, saat itu keluarga DP sedang tidur di kamar masing-masing. Usai dirudapaksa, korban langsung diantar pulang. Berselang 2 minggu barulah korban bercerita kepada orang tuanya.

    “Sampai selang satu bulan pengakuan korban duburnya bermasalah. Kalau buang air besar keluar darah, kalau dibuat duduk njarem,” pungkasnya.

    Atas dugaan rudapaksa itu, korban melapor ke SPKT Polrestabes Surabaya pada Selasa (15/10/2024) kemarin, dan kini kasusnya ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya. (ang/but)

  • Sindikat Prostitusi di Surabaya Hanya Dihukum 7 Bulan Penjara

    Sindikat Prostitusi di Surabaya Hanya Dihukum 7 Bulan Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Yeyen Kardila, Sandy Sanjaya sindikat prostitusi ini dihukum ringan oleh majelis hakim PN Surabaya. Keduanya dihukum tujuh bulan penjara karena terbukti melanggar UU Perlindungan Anak lantaran melakukan kekerasan terhadap anak.

    Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejari Surabaya menuntut para terdakwa dengan pidana penjara selama 10 bulan.
    Dalam amar putusannya, Majelis Hakim yang diketuai Antyo Harri Susetyo menyatakan perbuatan kedua terdakwa telah memenuhi unsur pidana sebagaimana Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    “Mengadili, menyatakan terdakwa Yeyen Kardila dan Sandi Sanjaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja melakukan pemufakatan jahat telah melakukan kekerasan terhadap anak sebagaimana dalam dakwaan,” tutur Hakim Antyo Harri Susetyo di ruang Tirta 2, PN Surabaya pada Senin (14/10/24) lalu.

    “Menjatuhkan pidana oleh karenanya dengan pidana penjara selama 7 bulan,” imbuh Antyo.

    Terhadap putusan ini, kedua terdakwa dan JPU kedua, Siska menyatakan menerima vonis majelis hakim. “Terima yang mulia,” ujar Siska.

    Untuk diketahui, kasus ini bermula pada November 2023, Yeyen, Sandy Sanjaya dan Ranu Safikri dari Palembang berangkat menuju Surabaya. Mereka lalu menginap di Apatement Bale Hinggil.

    Niatnya untuk mencari pria yang ingin berhubungan badan dengan tarif yang bervariasi. Kemudian Yeyen mencari perempuan yang mau bekerja sebagai anak buahnya sebagai pekerja seks komersial (PSK).

    Di Desember 2023, Viola Als Febi menemui Yeyen untuk menjadi PSK. Gadis berusia 16 tahun itu ditawari apabila mau melayani dengan berhubungan badan akan diberikan upah Rp150 – 200 ribu. Sementara, tarif tamu dipatok seharga Rp300 – 750 ribu.

    Kemudian, di Januari 2024 Maya Puspita Sari Als Windi (Usia 16 tahun) diajak oleh Mirna ke Surabaya menemui Yeyen di Hotel Evora yang terletak di Jl.Menur No.18-20. Jika tarif tamu seharga Rp500 ribu. Pembagiannya, Maya diberi Rp300 ribu, Yeyen Rp50 ribu dan sisa uangnya untuk joki yang mencarikan tamu.

    Korban Maya menyetujui dan mengatakan hanya akan bekerja kepada Terdakwa 15 hari saja karena membutuhkan uang untuk pulang ke Sumatera Selatan.

    Yeyen memiliki 6 joki yaitu Sandi Sanjaya, Erlan Mangun, Rusno Irawan, Ranu Safikri, Ardi Saputra, Arpin Mahendra. Kelima joki tersebut memiliki akun MiChat. Profil akunnya menggunakan foto palsu yang diambil dari aplikasi Instagram tanpa ijin pemiliknya.

    Status yang tertulis berupa bermacam-macam layanan seks dengan tarif sebesar Rp650 ribu – Rp800 ribu.

    Sindikat prostitusi yang dijalankan keenam tersangka ini boleh dibilang cukup profesional. Mereka menggunakan kode-kode yang ditulis dan disampaikan melalui grup aplikasi media sosial. Tamu disebut sebagai Kijang.

    Tak hanya itu, di April 2024 Siska Amelia Als Sisil dan Nur Dwi Aissah Als Dwi (keduanya berusia 16 tahun) juga menemui Yeyen untuk mencari pekerjaan sebagai PSK. Jika tarif tamu Rp300 ribu, maka PSK mendapat Rp125 ribu, joki Rp75 ribu dan Yeyen Rp100 ribu.

    Terdakwa tidak memperbolehkan para PSK nya keluar dari Apartemen Banle Hinggil. Jika tidak menyerahkan uang bonus dari tamu maka Yeyen akan memarahi dan memukul mereka. [uci/beq]

  • Kapolres Ngawi Ungkap Penyebab Kematian Ibu Kos di Beran

    Kapolres Ngawi Ungkap Penyebab Kematian Ibu Kos di Beran

    Ngawi (beritajatim.com) – Kapolres Ngawi AKBP Dwi Sumrahadi Rakhmanto mengungkap hasil autopsi Darwati (78), seorang ibu kos, warga Desa Beran, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Darwati ditemukan meninggal dunia dengan kondisi tangan terikat dan mulut tersumpal kain pada Selasa (15/10/2024).

    Penyebab kematian adalah adanya kekerasan di kepala serta ada penyumbatan jalan nafas. “Ada penyumbatan jalan nafas, dan ada tanda kekerasan,” terang Dwi SR, Rabu (16/10/2024)

    Darwati sebelumnya ditemukan dalam kondisi sudah meninggal di dalam rumahnya, dengan tangan dan kaki terikat. Ada pula ceceran darah di ruang tamu lansia yang tinggal sendiri di rumah sembari mengelola sejumlah kamar kos miliknya.

    Dwi SR mengatakan, pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Polisi sudah dua kali ke rumah Darwati untuk mengecek. Pertama olah TKP, kedua menginventarisir barang-barang milik Darwati didampingi pihak keluarga.

    “Uang senilai Rp37 juta dalam tas dan perhiasan di dalam lemari tidak tersentuh ya. Lemari masih dalam keadaan terkunci. Sementara yang hilang adalah motor korban,” katanya.

    Tak hanya itu, ponsel dan dompet korban yang berisi identitas korban sudah raib. “Pelaku masih dalam pendalaman kami. Total sudah 12 saksi diperiksa terkait kejadian ini,” terang Dwi SR. [fiq/beq]

  • Pamit Ikut Pengajian di Tulungagung, Warga Blitar Curi Celdam

    Pamit Ikut Pengajian di Tulungagung, Warga Blitar Curi Celdam

    Tulungagung (beritajatim.com) – Datang untuk mengikuti acara pengajian, MR (44) warga Desa Panggung Duwet, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar justru berurusan dengan polisi. Pria ini diamankan anggota Polsek Pucanglaban Tulungagung setelah terpergok warga mencuri celana dalam (celdam). Kasus ini selesai dengan mediasi setelah kedua belah pihak sepakat berdamai.

    Kasi Humas Polres Tulungagung, Ipda Nanang Murdianto mengatakan peristiwa ini terjadi pada Sabtu (12/10/2024) malam. Saat itu pelaku sedang mendatangi acara peengajian di Desa Panggunguni, Kecamatan Pucanglaban.

    “Pelaku ini warga Blitar yang saat kejadian tengah berada di sekitar lokasi kejadian karena sedang menyaksikan pengajian,” ujarnya, Rabu (16/10/2024).

    Saat sedang menyaksikan pengajian, pelaku beralasan ingin buang air kecil dan meminjam salah satu kamar mandi milik warga sekitar. Ternyata pelaku tidak hanya kencing saja, namun justru mengambil celana dalam milik perempuan di rumah tersebut.

    “Awalnya pelaku mau ke kamar kecil, ternyata setelah dari kamar kecil itu pelaku mengambil celana dalam milik istri pemilik rumah,” jelasnya.

    Aksi ini terpergok warga dan langsung menangkap pelaku. Selanjutnya warga membawa pelaku ke Mapolsek. Polisi kemudian melakukan pendalaman dan menghadirkan keluarga pelaku dan keluarga korban.

    Mereka sepakat berdamai setelah pelaku meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. “Akhirnya suami korban dan ayah dari pelaku sepakat untuk damai dan tidak melanjutkannya ke proses penuntutan,” pungkasnya. [nm/aje]

  • Aliansi Peduli Neneng Duga Ada Fakta yang Ditutupi dalam Kasus KDRT di Sumenep

    Aliansi Peduli Neneng Duga Ada Fakta yang Ditutupi dalam Kasus KDRT di Sumenep

    Sumenep (beritajatim.com) – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan AR (28), warga Desa Jenangger Kecamatan Batang- Batang Kabupaten Sumenep, Madura terhadap NS (27), istrinya yang menyebabkan NS alias Neneng meninggal, mendapat perhatian serius Aliansi Peduli Neneng.

    Mereka mendesak Polres untuk mengusut tuntas kasus KDRT yang berakhir dengan kematian korban (Neneng: red). Aliansi Peduli Neneng melihat ada beberapa fakta yang ditutup-tutupi dalam kasus ini. Termasuk pengakuan AR yang membunuh istrinya karena tidak bersedia diajak berhubungan badan.

    “Keluarga korban menyangsikan pengakuan pelaku, mengingat pelaku ini sudah sering melakukan kekerasan sejak masih tunangan. Ketika sudah menikah, ada persoalan kecil saja, pelaku langsung memukuli korban,” kata koordinator Aliansi Peduli Neneng, Ahmad Hanafi di hadapan penyidik Polres Sumenep, Senin (15/10/2024).

    Ia juga menduga keluarga pelaku sengaja menutup-nutupi kejadian sebenarnya. Fakta itu jelas terbukti ketika orang tua korban tidak diberitahu secara langsung bahwa korban sudah meninggal.

    “Orang tua korban ini tahu kalau anaknya meninggal, justru dari tetangga pelaku, bukan dari keluarga pelaku. Ini kan aneh. Mangkanya polisi harus benar-benar mengungkap. Jangan ada yang ditutup-tutupi,” ujarnya.

    Karena itu, Aliansi Peduli Neneng menyampaikan beberapa tuntutan. Di antaranya, polisi harus mengusut tuntas kasus ini dengan transparan dan cepat. Kemudian pihak-pihak yang diduga terlibat diharapkan segera ditangkap.

    “Kami juga menuntut agar polisi mendalami motif pembunuhan, karena pengakuan pelaku diragukan. Kemudian berikan hukuman berat dan setimpal kepada pelaku, karena dengan alasan apa pun, membunuh itu sangat kejam,” tandas Hanafi.

    Sementara Kanit Pidum Ipda Sirat memastikan bahwa penyidikan kasus KDRT tersebut terus berjalan. Semua bukti serta fakta sudah terungkap dengan jelas.

    “Kami serius menangani kasus KDRT itu hingga tuntas. Terima kasih untuk dukungan dan masukan bagi penyidik,” ujarnya.

    Pada 5 Oktober 2024, NS meninggal setelah mengalami KDRT. NS disinyalir telah beberapa kali dianiaya oleh suaminya. Salah satunya terjadi pada 22 Juni 2024. Saat itu korban menghubungi orang tuanya, meminta agar menjemputnya karena dirinya dianiaya suaminya dengan cara dicekik.

    Orang tua korban pun langsung menjemput korban dan membawanya pulang ke Lenteng. Saat itu orang tua korban melihat kondisi anaknya lebam di bagian wajah dan ada bekas cekikan di bagian leher. Selain itu, korban juga mual-mual. Karena kondisi korban tidak kunjung membaik, akhirnya orang tua korban membawa korban ke RSUD dr. H. Moh. Anwar.

    Beberapa waktu setelah kejadian penganiayaan itu, korban kembali ke rumah suaminya, karena kondisi rumah tangganya mulai membaik. Setelah menikah, korban memang ikut suaminya, tinggal di rumah mertuanya di Batang-batang.

    Namun pada 4 Oktober 2024, korban kembali cek cok mulut dengan suaminya. Suami korban emosi dan kembali melakukan penganiayaan pada korban. Wajah korban dipukul dengan tangan kanan, hingga menyebabkan mata sebelah kanan korban mengalami memar.

    Selain itu, korban juga mengalami sesak nafas. Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Batang-batang oleh pelaku. Setiba di Puskesmas, perawat langsung memasang oksigen pada korban. Setelah selesai memasang oksigen, perawat keluar ruangan. Saat itulah pelaku kemudian mendekati istrinya dan mengelus-elus dada istrinya yang mengeluhkan masih terasa sesak. Setelah itu, pelaku malah mencabut selang oksigen hingga korban makin sesak nafas dan meninggal. (tem/ian)

  • BNN Tangkap 10 Pelaku Jaringan Narkoba Internasional di Madura

    BNN Tangkap 10 Pelaku Jaringan Narkoba Internasional di Madura

    Bangkalan (beritajatim.com) – Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil menangkap 10 orang yang terlibat dalam peredaran narkotika golongan satu di Pulau Madura.

    Para pelaku ditangkap setelah kedapatan membawa barang haram tersebut yang berasal dari jaringan internasional.

    Kepala BNN RI, Komjen Pol Marthinus Hukom, menyatakan bahwa pihaknya terus berkomitmen dalam upaya penegakan hukum dan memerangi peredaran narkoba di Indonesia, terutama di wilayah Madura yang menjadi sasaran pengiriman narkoba.

    “Kami akan terus mengembangkan kasus ini dan melacak keberadaan bandar besar di balik jaringan ini,” jelasnya pada Selasa (15/10/2024).

    Sementara itu, Brigjen Pol Awang Joko Rumitro, Kepala BNN Provinsi Jawa Timur, menjelaskan bahwa 10 pelaku yang ditangkap merupakan bagian dari jaringan internasional yang mengedarkan narkoba dari Malaysia ke Madura. Barang bukti yang diamankan meliputi 8 kilogram sabu dan 1.880 butir ekstasi.

    “Barang dikirim dari Malaysia menuju Madura,” ujar Awang.

    Para pelaku yang terlibat dalam jaringan ini, antara lain IM, MF, dan EH, yang diduga berperan sebagai penghubung dari rute Malaysia-Pontianak-Madura. Mereka ditangkap dengan barang bukti sabu seberat 8 kilogram dan ribuan butir ekstasi.

    Sementara itu, pelaku lain, JF, membawa 2 kilogram sabu dari Malaysia melalui Bandara Juanda, Surabaya, yang kemudian disuplai ke Madura. Jaringan lain dengan rute Madura-Malang terdiri dari empat pelaku, yaitu MN, Y, IM, dan NS, yang membawa sekitar dua ons sabu. Narkoba tersebut dibeli dari Bangkalan dan dibawa ke Malang.

    Tak hanya itu, BNN juga berhasil mengamankan MF, yang menjual ganja seberat 3 kilogram kepada NA, warga Situbondo. Pengiriman barang terlarang tersebut berhasil terlacak oleh tim ekspedisi.

    “Kami terus mengungkap aksi mereka berkat bantuan teknologi pelacakan ekspedisi, yang memudahkan penangkapan para pelaku,” tambah Awang.

    BNN menegaskan akan terus mengembangkan kasus ini guna membongkar jaringan narkoba internasional yang beroperasi di wilayah Indonesia, terutama di Madura, yang sering menjadi titik transit pengiriman narkotika. [sar/ted]

  • Mahasiswa yang Akhiri Hidup di Kampus Petra Ternyata Pernah Jadi Korban Perundungan

    Mahasiswa yang Akhiri Hidup di Kampus Petra Ternyata Pernah Jadi Korban Perundungan

    Surabaya (beritajatim.com) – Mahasiswa yang ditemukan tewas karena bunuh diri di area gedung Q kampus Petra ternyata korban perundungan sejak SMP. Diketahui, Raphael David Daniel ditemukan meninggal dunia setelah lompat dari lantai 12 gedung Q Universitas Petra.

    “Dia ada masalah dengan temannya di sekolah, tapi dia tidak cerita ke kami. Salah satu temannya dari keluarga berada, mengajak teman-teman Rapha yang lain untuk membully dia,” kata Ronald Daniel, Selasa (15/10/2024).

    Ronald Daniel menceritakan bahwa sebenarnya Raphael merupakan anak berprestasi terutama di pelajaran bahasa inggris. Sampai-sampai neneknya memanggil Raphael dengan sebutan Mr. Smiley. Selain itu, Raphael juga dikenal anak yang ramah dan bersahabat. Sehingga hampir semua teman sekolah dikenal keluarganya.

    “Mulai berubah pada tahun 2020. Ia saat itu kelas 1 SMA. Tiba-tiba yang asalnya gembira, ceria dan banyak bicara menjadi pendiam dan sensitif,” imbuh Ronald.

    Mengetahui anaknya berubah, Ronald dan istrinya berinisiatif untuk membawa Raphael ke psikiater. Dari hasil pemeriksaan psikiater itulah Ronald mengetahui bahwa anaknya mengalami depresi berat.

    Kepada orang tuanya, Raphael mengaku bahwa mendapatkan perlakuan bullying sejak kelas 3 SMP. Bullying berlanjut dari orang yang sama hingga SMA. Mengetahui hal itu, orang tuanya mengeluarkan Raphael dari sekolah SMA. Rapha pun akhirnya diikutkan homeschooling. Ia juga mendapatkan perawatan psikiater secara rutin.

    “Rapha mulai mengalami pemulihan mental. Ia kembali berprestasi dan mulai punya teman lagi, tapi masih tertutup dan sensitif,” tutur Ronald.

    Raphael lantas menyelesaikan masa sekolah homeschooling ya dan masuk ke Universitas Petra melalui jalur prestasi. Raphael lantas memilih jurusan teknik mesin. Sampai akhirnya, ia ditemukan meninggal dunia usai melompat dari lantai 12 gedung Q Universitas Kristen Petra.

    Ronald sempat menceritakan bahwa pada malam hari sebelum Raphael ditemukan tewas, ia bersama anaknya itu masih melakukan doa bersama. Kematian Raphael merupakan pukulan telak bagi orang tua dan 3 kakaknya. Tidak ada tanda dan pesan yang ditinggalkan oleh Raphael kepada keluarganya.

    “Keterbukaan adalah hal yang penting. Anak-anak harus tahu bahwa orang tua siap mendengarkan setiap permasalahan anak-anaknya. Pulanglah dan ceritakanlah masalahmu kepada orang tua,” pesan Ronald.

    Ronald pun berpesan agar kepergian anaknya bisa menjadi pelajaran bagi para orang tua dan anak-anak lainnya ketika menghadapi masalah.

    “Untuk para orang tua, ayolah kita hidup untuk anak-anak kita, sediakan waktu untuk mendengar mereka. Jangan ada lagi anak-anak yang tersakiti. Jangan ada lagi anak-anak yang menyakiti,” pungkasnya. (ang/ian)

  • Siswi MI di Probolinggo Alami Penganiayaan oleh Teman Sekelas

    Siswi MI di Probolinggo Alami Penganiayaan oleh Teman Sekelas

    Probolinggo (beritajatim.com) – Seorang siswi kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Desa Ngepung, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, menjadi korban penganiayaan oleh teman-teman sekelasnya pada Rabu (9/10/2024). Peristiwa kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah ini menggemparkan warga setempat dan viral di media sosial.

    Korban, yang berinisial M mengalami luka lebam di wajah akibat penganiayaan tersebut. Menurut keterangan korban, peristiwa bermula saat ia menolak melakukan tugas kebersihan yang diberikan oleh teman-temannya. Akibat penolakannya, korban menjadi sasaran amukan teman-temannya hingga mengalami penganiayaan fisik.

    Orang tua korban merasa sangat terpukul dengan kejadian ini. Mereka menggambarkan korban sebagai anak yang pendiam namun mudah marah jika keinginannya tidak terpenuhi. Meskipun demikian, mereka tidak menyangka bahwa anaknya akan menjadi korban kekerasan hingga sekejam itu.

    “Saya tidak habis pikir kenapa anak saya sampai dipukuli seperti ini,” ungkap orang tua korban dengan nada sedih.

    Pihak sekolah hingga saat ini belum memberikan keterangan resmi terkait peristiwa tersebut. Sementara itu, pihak kepolisian telah turun tangan untuk melakukan penyelidikan.

    Kanit Reskrim Polsek Sukapura, Aipda Dadang, membenarkan adanya laporan terkait kasus penganiayaan ini. Pihak kepolisian tengah berusaha mengidentifikasi pelaku utama dan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan. “Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk mengidentifikasi pelaku,” jelasnya singkat.

    Kasus penganiayaan terhadap siswi MI ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Warga setempat berharap agar pihak sekolah dan pemerintah daerah dapat mengambil tindakan tegas untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.

    Peristiwa ini juga menjadi pengingat penting bagi seluruh pihak terkait untuk lebih memperhatikan kondisi dan kesejahteraan anak-anak di lingkungan sekolah. Kekerasan di sekolah merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. (ada/but)

  • Majelis Hakim Vonis Mami Santi 4 Bulan Penjara Terkait Kasus Prostitusi di Surabaya

    Majelis Hakim Vonis Mami Santi 4 Bulan Penjara Terkait Kasus Prostitusi di Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim yang diketuai oleh Wiyanto menjatuhkan vonis 4 bulan penjara kepada Soesantiningsih alias Mami Santi, terkait kasus prostitusi di Royal KTV.

    Keputusan ini diambil setelah terdakwa dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang memudahkan perbuatan cabul dan menjadikannya sebagai sumber penghasilan.

    Vonis ini dibacakan pada 1 Oktober 2024. Dalam amar putusan yang tertuang di situs resmi Pengadilan Negeri Surabaya, Hakim Wiyanto menyatakan bahwa terdakwa terbukti melanggar Pasal 296 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Soesantiningsih alias Mami Santi dengan hukuman penjara selama 4 bulan,” ungkap Hakim Wiyanto.

    Putusan tersebut lebih ringan dua bulan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erna Trisnaningsih dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang sebelumnya menuntut hukuman 6 bulan penjara. Hakim sependapat dengan JPU bahwa terdakwa terbukti melanggar hukum.

    Selain hukuman penjara, hakim juga memutuskan pengembalian barang bukti, seperti dua unit ponsel (OPPO Reno 8T dan iPhone 15 Pro Max), pakaian dalam, dan uang tunai sebesar Rp 4.850.000. Dokumen terkait izin usaha PT Royale Berjaya Surabaya juga dikembalikan kepada AM Ondro Winardi.

    Kasus ini bermula pada Juni 2024, ketika Subdit Renakta IV Ditreskrimum Polda Jatim berhasil mengungkap sindikat prostitusi yang melibatkan Mami Santi sebagai kapten atau mami di Royal KTV. Mami Santi diduga menjajakan Lady Companion (LC) kepada pelanggan sebagai bagian dari layanan prostitusi.

    Menurut AKBP Wahyu Hidayat, Kasubdit IV Renakta Polda Jatim, dua LC tersebut ditawarkan oleh Mami Santi kepada pelanggan di Royal KTV untuk kemudian di-booking keluar ke hotel di Surabaya. Mami Santi memperoleh keuntungan tambahan dengan menjual jasa LC tersebut.

    Dalam penyidikan, Subdit IV Renakta Polda Jatim menjerat Mami Santi dengan Pasal 2 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), mengingat adanya unsur penjualan orang yang dilakukan demi keuntungan pribadi.

    Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama terkait praktik prostitusi yang terjadi di tempat hiburan malam di Surabaya. (ted)