Capim KPK Alamsyah Saragih Dukung Usulan KPK Fokus Tangani Kasus Besar dan Strategis
Tim Redaksi
JAKARTA, Kompas.com
– Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
)
Alamsyah Saragih
mendukung usulan agar lembaga anti-rasuah tersebut memfokuskan penanganan pada
kasus korupsi
yang berskala besar dan strategis.
Pernyataan ini disampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi III DPR RI, saat menjawab pertanyaan dari anggota Fraksi Demokrat, Benny K. Harman, pada Selasa (19/1/2024).
Dalam kesempatan itu, Benny mengajukan pertanyaan mengenai apakah
pemberantasan korupsi
sebaiknya disentralisasi sepenuhnya ke KPK, terutama untuk kasus dengan nilai di atas Rp 1 miliar, sedangkan kepolisian dan kejaksaan menangani kasus di bawah nilai tersebut.
“Apakah Saudara Saragih sependapat jika undang-undang KPK diubah, supaya sentralisasi pemberantasan korupsi itu ditangani oleh KPK?” tanya Benny di ruang rapat Komisi III DPR RI.
Benny juga meminta pandangan Alamsyah mengenai kemungkinan pengembalian kewenangan penuntutan sepenuhnya kepada kejaksaan, tanpa adanya satu atap di KPK.
“Saya ingin tahu pemikiran Pak Saragih tentang ini. Karena Anda ngomong tentang perbaikan KPK ke depan,” tambahnya.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Alamsyah mengungkapkan bahwa KPK seharusnya memusatkan perhatian pada kasus-kasus besar dan strategis, yang berpotensi mengganggu program nasional dan berdampak signifikan pada kerugian negara.
“Saya berpikir, Pak Benny Kaharman, KPK memang harus masuk ke wilayah korupsi yang besar, nilainya atau yang strategis, karena bisa mengganggu program strategis nasional,” katanya.
Alamsyah juga menyoroti keterbatasan kapasitas KPK dalam menangani semua perkara korupsi, mulai dari tingkat terbawah hingga level atas.
Menurutnya, kolaborasi antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan sangat penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kenapa harus terbatas pada itu, Pak? Size-nya kecil, KPK itu, mau disuruh menangani keseluruhan, mana punya sampai ke polsek. Kecamatan sampai bawah, makanya dia harus memilih ke wilayah-wilayah yang lebih strategis dampaknya,” kata Alamsyah.
Dia juga berpendapat bahwa pembagian tugas penanganan kasus korupsi antara KPK, kejaksaan, dan kepolisian dapat mencegah rivalitas dalam penanganan korupsi.
Alamsyah mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi rivalitas antar lembaga dalam pemberantasan korupsi.
Menurut dia, kencenderungan membandingkan nilai kasus yang ditangani KPK, kejaksaan, maupun kepolisian dapat menciptakan dampak psikologis sosial yang kurang sehat.
“Kalau KPK lebih banyak melakukan praktik OTT dengan cara yang konvensional, lama-lama orang akan melihat bahwa korupsi itu akan terjadi pertandingan antara besar-besar nilai korupsi yang bisa ditangani,” ungkapnya.
“Rivalitas ini yang saya takutkan. Kalau rivalitas ini dibiarkan terus tanpa ada perbaikan, maka lama-lama orang menganggap kalau korupsi Rp 100 miliar kecil, besok korupsi Rp 1 triliun kecil. Secara psikologi sosial itu disebut terjadi deprivasi relatif,” ujarnya.
Diketahui, DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon pimpinan KPK dan calon anggota Dewan Pengawas KPK selama empat hari, mulai Senin (18/11/2024) hingga Kamis (21/11/2024).
Sebanyak 10 orang capim KPK dan 10 orang calon anggota Dewas KPK mengikuti uji kelayakan ini.
DPR akan memilih lima orang pimpinan KPK dan lima orang anggota Dewas KPK yang akan menjabat selama lima tahun ke depan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.