JAKARTA – Massa buruh yang tergabung dalam puluhan serikat pekerja dari berbagai titik kawasan industri di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, ‘mengepung’ gedung kompleks perkantoran Pemkab Bekasi untuk memperjuangkan hak kerja serta hidup layak.
Kedatangan massa buruh tersebut membawa misi utama mengawal proses sidang perdana Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi untuk menentukan besaran upah tahun 2026 melalui aksi unjuk rasa damai maupun audiensi bersama otoritas pemerintahan terkait.
“Ini sebagai awal perjuangan dalam penentuan upah 2026 sekaligus menyampaikan kabar bahwa situasi ketenagakerjaan di Indonesia masih harus diperjuangkan karena buruh belum juga mendapatkan kerja layak dan hidup layak,” kata Koordinator Aliansi Persatuan Pekerja dan Rakyat (Perak) sekaligus Ketua DPC Federasi Perjuangan Buruh Indonesia Herman Susanto di Cikarang, Kamis, disitat Antara.
Dia menyatakan, buruh kini dihadapkan pada kualitas kesejahteraan yang semakin menurun ditambah tidak adanya kepastian kerja, terlihat dari beragam aturan turunan undang-undang cipta kerja, termasuk kebijakan menyangkut pengupahan.
Pemerintah dinilai belum siap menuangkan gagasan berkaitan upah buruh di Indonesia ditandai dengan dua kali perubahan konsep sejak undang-undang cipta kerja disahkan.
Seperti penghapusan variabel kebutuhan hidup layak sebagai dasar penghitungan upah kemudian mengganti dengan rumus-rumus dengan hasil kenaikan upah tidak pernah lebih dari delapan persen bahkan di Kabupaten Bekasi hanya naik satu persen pada tahun 2024 meski pada 2025 naik 6,5 persen.
“Sementara pada tahun-tahun sebelumnya, sebelum undang-undang cipta karya beserta turunannya ditetapkan, kenaikan upah buruh di Kabupaten Bekasi rata-rata di atas 10 persen. Artinya, kualitas upah semakin menurun,” katanya.
Herman menegaskan Mahkamah Konstitusi telah membuat keputusan menyangkut beberapa perubahan pasal dalam undang-undang cipta kerja. Salah satunya komponen upah harus memasukkan kembali kebutuhan hidup layak mengacu pertumbuhan ekonomi serta indeks tertentu.
“Oleh karena itu berdasarkan hasil tim upah Aliansi Perak, kenaikan upah seharusnya 15 persen di tahun 2026,” katanya.
Ketua Umum Federasi Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh sekaligus Presidium Aliansi Perak Solikhin Suprihono menambahkan selain memperjuangkan kenaikan upah tahun 2026, massa aksi unjuk rasa juga menuntut keberadaan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Kabupaten Bekasi.
“Kami meminta surat pernyataan kesanggupan menyiapkan lahan untuk PHI dari Bupati Bekasi dikirim ke Presiden, Mahkamah Agung, DPR RI, Menaker. Lalu surat usulan PHI dari Bupati Bekasi dan Gubernur Jawa Barat serta surat permohonan Keputusan Presiden terkait pembentukan PHI di Kabupaten Bekasi dari Bupati Bekasi dan Gubernur Jabar,” katanya.
Massa aksi juga menuntut pembentukan Peraturan Bupati Bekasi tentang pemagangan dan jaminan sosial sekaligus meminta Menaker mengembalikan kewenangan pengawasan ketenagakerjaan dari pemerintah provinsi ke Pemerintah Kabupaten Bekasi.
“Kepastian pengangkatan pekerja tetap juga menjadi persoalan bagi buruh, kini bahkan semua jenis pekerjaan bisa di alih daya. Marak praktik percaloan berkedok yayasan atau lembaga pelatihan kerja membuat buruh kembali menjadi korban. Belum lagi biaya mahal saat memperjuangkan keadilan di PHI karena harus ke Bandung,” kata dia.
