Buntut Pembakaran DPRD, 2 Pelajar di Blitar Ajukan Tahanan Kota Agar Bisa Lanjut Sekolah

Buntut Pembakaran DPRD, 2 Pelajar di Blitar Ajukan Tahanan Kota Agar Bisa Lanjut Sekolah

Blitar (beritajatim.com) – Dua remaja berstatus pelajar yang terseret kasus kerusuhan dan pembakaran Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar, kini berjuang untuk mendapatkan haknya kembali. Mereka adalah RSN (15) dan MRS (16), dua dari belasan tersangka yang ditetapkan polisi.

Melalui kuasa hukumnya, mereka mengajukan permohonan agar status penahanannya dialihkan menjadi tahanan kota. Permintaan ini memiliki satu tujuan mulia yakni agar mereka tetap bisa melanjutkan pendidikan di sekolah.

Wahyu Chandra Triawan, kuasa hukum kedua pelajar tersebut, menjelaskan bahwa permohonan ini telah disampaikan kepada Polres Blitar. Saat ini, RSN dan MRS ditahan di Lapas Anak Blitar.

“Penanganan anak berkonflik dengan hukum seharusnya mengedepankan keadilan restoratif,” ujar Chandra, Kamis (4/9/2025).

Menurut Chandra, keterlibatan kedua remaja ini tidak signifikan. Chandra juga menambahkan bahwa kedua murid tersebut hanya “ikut-ikutan” karena masih labil secara emosional.

Sebagai pelajar SMP di Garum dan SMK di Kota Blitar, mereka berkomitmen untuk tidak melarikan diri dan siap mengikuti seluruh proses hukum. Untuk meyakinkan pihak kepolisian, orang tua, lurah, dan pihak sekolah juga turut menjadi penjamin.

Chandra berharap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bisa memberikan perhatian khusus pada kasus ini. Ia menambahkan, sebenarnya anak-anak ini juga merupakan korban bujukan atau hasutan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Keduanya juga tidak akan melarikan diri selama proses penyidikan maupun penuntutan, serta komitmen tidak mempersulit proses hukum dan siap hadir dalam setiap proses pemeriksaan,”paparnya.

Sebelumnya, Polres Blitar telah menetapkan 12 tersangka terkait aksi massa yang berakhir dengan perusakan, pencurian, dan pembakaran pada 30 Agustus 2025. Dari 12 tersangka, 11 di antaranya adalah anak di bawah umur. Sembilan orang ditahan, sementara tiga lainnya tidak karena masih berusia 13 tahun.

Kini, nasib RSN dan MRS berada di tangan pihak kepolisian. Akankah permohonan mereka dikabulkan, dan mereka bisa kembali ke bangku sekolah atau tidak.

“Karena anak-anak tersebut sebenarnya juga korban dari bujukan, ajakan dan hasutan oknum-oknum yang memanfaatkannya,” tandasnya. [owi/beq]