Kubu Tom Lembong Peringatkan Pengadilan, Kirim Berkas Banding dengan Utuh
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kuasa hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong,
Ari Yusuf Amir
, mengingatkan agar pihak pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas banding kliennya dengan utuh ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Ari mengatakan, pada persidangan di tingkat banding, majelis hakim umumnya memang hanya memeriksa berkas dokumen perkara terkait.
“Makanya kami sangat mengharapkan sekali dokumen-dokumen kami itu dikirim secara utuh,” kata Ari dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Ari mengaku tidak bermaksud menuduh pihak manapun.
Namun, sebagai praktisi hukum, ia kerap mendapati penyelundupan hukum.
Kecurangan itu dilakukan di antaranya dengan mengirim berkas perkara tidak lengkap dan hanya menguntungkan pihak tertentu.
“Ketika di persidangan dikondisikan sedemikian rupa, pada waktu baik pengadilan tinggi, dokumen yang dikirim hanya yang menguntungkan saja pihak sana,” tutur Ari.
Oleh karena itu, Ari mendorong PT DKI Jakarta bersedia membuka rekaman sidang sehingga publik bisa memantau dengan jelas.
Seperti diketahui, persidangan pada pengadilan banding tidak dilakukan secara terbuka sebagaimana pengadilan tingkat pertama.
Pihaknya juga sedang mempertimbangkan untuk meminta majelis banding memerintahkan jaksa agar menghadirkan sejumlah saksi yang belum diperiksa di muka sidang pada pengadilan tingkat pertama.
“Jadi kalau hakim nanti mencoba salah memanipulasi proses persidangan, masyarakat bisa menilai,” ujar Ari.
Tom Lembong
dihukum 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena dianggap terbukti melakukan perbuatan korupsi terkait impor gula kristal mentah.
Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.
Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.
Dalam putusan tersebut, hakim juga mempertimbangkan hal-hal meringankan dalam putusan Tom Lembong.
Salah satunya, Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi tersebut.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan pertimbangan hukum putusan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
BUMN: PT PPI
-
/data/photo/2025/07/09/686e2ed9945cf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kubu Tom Lembong Peringatkan Pengadilan, Kirim Berkas Banding dengan Utuh Nasional 30 Juli 2025
-
/data/photo/2025/07/18/687a2b7c03752.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Pimpinan KPK Pertanyakan Pengawasan KY di Sidang Tom Lembong Nasional 26 Juli 2025
Eks Pimpinan KPK Pertanyakan Pengawasan KY di Sidang Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Saut Situmorang
mempertanyakan
Komisi Yudisial
(KY) dalam mengawasi jalannya sidang kasus impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Menurut Saut, KY tidak bisa tinggal diam karena vonis 4,5 tahun penjara terhadap
Tom Lembong
sudah menjadi perbincangan publik.
“Bagaimana dengan KY, itu sudah dilaporin loh. Kalau KY enggak hadir juga di sana, dia salah besar tuh. Karena ini kasus sudah dibicarakan di mana-mana,” kata Saut dalam program
Gaspol! Kompas.com
, dikutip pada Sabtu (26/7/2025).
Saut berpandangan, bila berkaca dari jalannya sidang, Tom Lembong semestinya dibebaskan.
Sebab, menurut dia, ada banyak hal yang janggal dari kasus korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong.
Misalnya, ia mempersoalkan Tom Lembong diputus bersalah padahal Tom sama sekali tidak menerima keuntungan dari kebijakan impor gula yang dia teken.
Saut juga menyebutkan bahwa ada banyak menteri perdagangan yang mengambil kebijakan impor serupa, tetapi tidak diseret ke muka hukum seperti Tom Lembong.
“Kalau memang kita mau bertanya kenapa kok seperti saat itu, saya udah ngikutin betul dari awal case ini gitu. Dan saya sudah terbiasa bentuk-bentuk kayak begini. Yang menurut saya, memang Tom Lembong harus dibebaskan,” kata Saut.
Ia mengatakan, jika KY tidak turun tangan atas
vonis Tom Lembong
, hal itu semakin menunjukkan bermasalahnya hukum di Indonesia,
“Kalau KY tidak hadir memantau itu, dan mereka menganggap ini tidak sesuatu abuse of power oleh tiga orang yang logika, nalar, argumentasinya, hukumnya sama,” kata Saut.
“Gue bilang, oh iya benar rupanya. Hakim Indonesia ini memang pendidikannya memang mereka tuh jauh di bawah kalau hakim-hakim di luar negeri,” ujar dia.
Tom Lembong dihukum 4,5 tauhn penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena dianggap terbukti melakukan perbuatan korupsi terkait impor gula kristal mentah.
Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.
Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.
Dalam putusan tersebut, hakim juga mempertimbangkan hal-hal meringankan dalam putusan Tom Lembong.
Salah satunya, Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi tersebut.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan pertimbangan hukum putusan
Vonis yang dijatuhkan hakim itu lantas menuai kritik dari publik dan pakar hukum.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD berpandangan, Tom semestinya tidak dihukum karena jalannya persidangan tidak menemukan niat jahat atau
mens rea
dalam perbuatan Tom Lembong.
“Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan
mens rea
atau niat jahat,” kata Mahfud, Selasa (22/7/2025).
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menyinggung kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong itu dilakukan atas perintah.
Dengan demikian, kebijakan yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari hulu yang mengalir kepadanya, untuk diteruskan lagi sampai ke hilir.
“Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya ‘
geen straf zonder schuld
‘, artinya ‘tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan’. Unsur utama kesalahan itu adalah
mens rea
. Nah, di kasus Tom Lembong tidak ditemukan
mens rea
karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif,” kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, vonis Tom Lembong juga mempunyai sejumlah kelemahan, misalnya tidak menunjukkan rangkaian logis tentang actus reus atau perbuatan pidana yang dilakukan Tom Lembong.
Pakar hukum tata negara ini juga menilai vonis tersebut lemah karena hakim membuat hitungan kerugian negaranya dengan cara sendiri, bukan merujuk pada perhitungan resmi yang dibuat oleh BPKP.
“Hakim juga bercanda lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma,” ujar Mahfud.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Tak Terkait Pidana, Hakim Perintahkan Jaksa Kembalikan iPad dan Laptop Tom Lembong
Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengembalikan iPad dan MacBook milik mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Kedua perangkat elektronik tersebut sebelumnya ditemukan saat petugas melakukan inspeksi mendadak di kamar tahanan Tom di Rutan Salemba Cabang Kejari Jakarta Selatan.
Hakim menilai bahwa iPad dan MacBook tersebut bukan digunakan untuk melakukan tindak pidana, serta tidak diperoleh dari hasil kejahatan.
“Oleh karena bukan merupakan hasil tindak pidana, maka barang bukti tersebut dikembalikan kepada terdakwa melalui penasihat hukumnya,” ujar hakim dalam sidang, Jumat (4/7/2025).
Sebelumnya, JPU meminta agar iPad dan laptop tersebut dimusnahkan, mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 8/2024 tentang penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di lembaga pemasyarakatan, yang melarang tahanan membawa atau menggunakan alat komunikasi dan elektronik.
“Sudah seharusnya barang bukti tersebut dapat dirampas untuk dimusnahkan,” ujar JPU di ruang sidang PN Tipikor, Jakarta Pusat.
Sementara itu, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf, menyatakan bahwa perangkat tersebut hanya digunakan untuk menyusun pledoi pembelaan.
“Pak Tom memerlukan laptopnya untuk membuat pledoi, sebagai alat tulis yang lazim di dunia modern,” ujarnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Tipikor menetapkan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi impor gula yang melibatkan Tom Lembong mencapai Rp194,7 miliar.
Dalam sidang vonis tersebut, Hakim Anggota Alfis Setyawan menyatakan bahwa kerugian negara tersebut dihitung dari kerugian keuangan yang dialami PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI.
Adapun jaksa sebelumnya menyebut selisih pembayaran bea masuk dan PDRI dalam kasus ini mencapai Rp320 miliar. Namun menurut majelis hakim, angka tersebut belum dapat dipastikan benar-benar merugikan keuangan negara.
-

Kerugian Negara Kasus Gula Tom Lembong Rp194 Miliar, Lebih Kecil dari Hitungan Jaksa
Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menetapkan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi impor gula yang melibatkan Tom Lembong mencapai Rp194,7 miliar.
Dalam sidang vonis yang digelar pada Jumat (18/7/2025), Hakim Anggota Alfis Setyawan menyatakan bahwa kerugian negara tersebut dihitung dari kerugian keuangan yang dialami PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI.
“Berdasarkan perbuatan melawan hukum, telah timbul kerugian keuangan negara, yaitu kerugian PT PPI (Persero), karena dana sebesar Rp194.718.181.818,19 seharusnya menjadi keuntungan bagi perusahaan tersebut,” ujar Alfis dalam persidangan di PN Tipikor, Jakarta.
Alfis menambahkan, perhitungan kerugian negara berdasarkan selisih bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) tidak dapat dijadikan dasar kerugian negara karena belum nyata dan pasti.
Adapun jaksa sebelumnya menyebut selisih pembayaran bea masuk dan PDRI dalam kasus ini mencapai Rp320 miliar. Namun menurut majelis hakim, angka tersebut belum dapat dipastikan benar-benar merugikan keuangan negara.
“Maka perhitungan sejumlah Rp320.690.559.152 tidak dapat dinyatakan sebagai jumlah kerugian keuangan negara,” tegasnya.
Dalam catatan Bisnis, jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya mendakwa bahwa perbuatan Tom Lembong dan kawan-kawan dalam kasus impor gula ini telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp578 miliar.
Tom Lembong telah dinyatakan bersalah dan terbukti terlibat dalam perkara tersebut. Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 4,5 tahun serta denda sebesar Rp750 juta.
-
/data/photo/2025/07/18/687a0539b0f60.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Vonis Tom Lembong: 4,5 Tahun Bui meski Tak Nikmati Hasil Korupsi Nasional
Vonis Tom Lembong: 4,5 Tahun Bui meski Tak Nikmati Hasil Korupsi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Perdagangan Era Presiden Joko Widodo (Jokowi), Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
, dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara akibat kebijakan importasi gula yang dia lakukan saat menjabat.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat membacakan vonis bui tersebut pada Jumat (18/7/2025) kemarin.
Kata Majelis Hakim, Tom Lembong bersalah dan telah melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, Thomas Trikasih Lembong, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan.
Alasan utama majelis hakim menjatuhkan vonis tersebut adalah terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara.
Hakim Purwanto menyebutkan, fakta persidangan mengungkap kebijakan impor GKM oleh Tom Lembong melanggar ketentuan Undang-Undang tentang Perdagangan.
Selain itu, hakim juga mempertimbangkan temuan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait importasi gula tahun 2016 hingga semester pertama 2017.
“Penerbitan persetujuan impor dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilisasi gula kristal putih (GKP) 2016 sampai semester 1 2017 sebanyak 1.698.325 ton tidak melalui rakor,” kata Hakim Purwanto di ruang sidang.
Hakim juga menilai, kebijakan impor GKM itu juga tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 yang mengatur impor gula.
Majelis hakim lalu menyimpulkan, perbuatan Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor GKM itu dilakukan secara melawan hukum.
“Menimbang bahwa berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas majelis hakim berkesimpulan bahwa unsur secara melawan hukum telah terpenuhi dalam wujud perbuatan terdakwa,” ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, hakim anggota Alfis Setiawan menjabarkan jumlah kerugian keuangan negara akibat kebijakan yang diambil Tom Lembong saat menjadi Menteri Perdagangan.
Menurut Hakim Alfis, jumlah kerugian keuangan negara dalam perkara ini adalah Rp 194.718.181.818,19, bukan Rp 578.105.411.622,47 sebagaimana kesimpulan jaksa.
Komponen pertama merupakan kemahalan pembayaran PT PPI kepada sejumlah perusahaan gula swasta dalam pengadaan gula kristal putih (GKP) atau gula pasir yang dibeli di atas harga pokok penjualan (HPP) petani.
Dari pabrik swasta itu, PT PPI membeli GKP senilai Rp 9.000 per kilogram, sementara HPP saat itu adalah Rp 8.900 per kilogram.
Majelis hakim menyatakan sepakat bahwa kemahalan ini sebagai kerugian keuangan negara.
Namun, majelis menyatakan tidak sependapat dengan komponen kedua, yakni kerugian negara Rp 320.690.559.152.
Angka tersebut merupakan selisih dari pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) gula kristal mentah (GKM) dan gula kristal putih (GKP).
“Perhitungan selisih pembayaran bea masuk dan PDRI gula kristal putih dengan gula kristal mentah sejumlah Rp 320.690.559.152 merupakan perhitungan yang belum nyata dan pasti benar-benar terjadi serta dapat dihitung secara jelas dan terukur atau diukur secara pasti,” tutur Hakim Alfis.
Meski disebut telah melawan hukum dan merugikan negara, majelis hakim Tipikor PN Jakarta Pusat menegaskan dalam putusannya bahwa Tom Lembong tak sepeser pun mendapatkan hasil dari tindakan korupsi itu.
Hal ini diungkap hakim Alfis saat membacakan pertimbangan hal-hal yang meringankan untuk Tom dalam menjatuhkan vonis.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan,” kata Alfis.
Beberapa hal meringankan lainnya adalah Tom Lembong belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, dan telah menitipkan uang kepada Kejaksaan Agung saat penyidikan sebagai pengganti kerugian keuangan negara.
Namun, hakim juga menilai beberapa hal yang memberatkan Tom Lembong, seperti jabatan menteri yang tidak mengedepankan ekonomi kapitalis.
Tom Lembong juga tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan kepastian hukum dan ketentuan undang-undang.
Dia juga dinilai tidak melaksanakan tugas sebagai Menteri Perdagangan secara akuntabel, khususnya untuk mengendailkan stabilitas harga gula, dan mengabaikan kepentingan masyarakat untuk mendapat harga yang stabil dan terjangkau.
Usai sidang, Tom mendapat kesempatan mengungkapkan opininya kepada awak media terkait vonis yang dia terima.
Kata Tom, putusan majelis hakim janggal karena sepenuhnya mengabaikan kewenangan Menteri Perdagangan yang saat itu dia jabat.
“Kedua, yang sedikit, bukan sedikit ya, lebih dari sedikit janggal atau aneh bagi saya, sih ya, majelis mengesampingkan wewenang saya sebagai Menteri Perdagangan,” kata Tom.
Tom mengatakan, undang-undang, peraturan pemerintah, dan semua peraturan perundang-undangan terkait jelas memberikan mandat kepadanya sebagai Mendag dalam tata niaga bahan pokok.
Namun, setelah dicermati, putusan majelis hakim mengabaikan seorang Mendag. Ia lantas menyimpulkan bahwa majelis hakim mengabaikan hampir semua fakta persidangan.
“Terutama keterangan saksi ahli bahwa yang berwenang adalah menteri teknis bukan Menko, bukan juga rakor (rapat koordinasi) pada menteri sebagai sebuah forum koordinasi, tapi tanggung jawab wewenang untuk mengatur, sektor teknis tetap melekat pada kementerian teknis,” ujarnya.
Ia mencontohkan produk hukum setingkat menteri koordinator (menko) yang mengatur detail persoalan pertanian.
Masalah pertanian diatur sendiri oleh Menteri Pertanian sebagaimana persoalan perindustrian menjadi kewenangan Menteri Perindustrian.
“Jadi itu kejanggalan yang cukup besar bagi saya ya, majelis mengabaikan mandat, undang-undang, wewenang, yang melekat pada menteri teknis dan kepada forum rakor apalagi kepada Menko, menteri koordinator,” tutur Tom.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Sederet Alasan Hakim Hukum Tom Lembong 4,5 Tahun Penjara
Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Pusat menyatakan bahwa mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tidak cermat dalam memberikan persetujuan impor gula.
Sekadar informasi, Tom Lembong telah diputus bersalah. Dia dihukum selama 4 tahun 6 bulan penjara di kasus importasi gula.
Hakim Anggota Alfis Setyawan mengatakan Tom seharusnya bisa membuat keputusan lebih baik dalam menyikapi kekurangan stok gula pada 2016.
“Pemberian persetujuan impor GKM untuk diolah menjadi GKP dalam rangka penugasan pada PT PPI merupakan bentuk ketidakcermatan Terdakwa sebagai Menteri Perdagangan dalam menyikapi kondisi kekurangan ketersediaan gula dan harga gula yang tinggi sejak awal tahun 2016,” kata Alfis di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
Menurut Hakim, seharusnya Tom bisa memperhatikan sisi kemanfaatan bagi masyarakat. Sebagai contoh, berkaitan dengan kepentingan petani saat hendak memberikan persetujuan impor gula.
Kemudian, Alfis juga mengemukakan bahwa pejabat menteri di era pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo itu juga dinilai tidak melakukan pengawasan pelaksanaan operasi pasar yang dilakukan oleh Induk Koperasi Kartika (Inkopkar).
“Terdakwa sebagai Menteri Perdagangan tidak melakukan pemeriksaan dan evaluasi atas pelaksanaan operasi pasar yang telah dilakukan oleh Inkopkar,” imbuhnya.
Selain itu, hakim juga sepakat bahwa Tom telah melakukan persetujuan impor gula kristal mentah tanpa melakukan koordinasi dengan kementerian terkait pada April 2016.
“Terdakwa selaku Menteri Perdagangan juga tidak didasari adanya rapat koordinasi antar kementerian atau rapat koordinasi kementerian di bidang perekonomian yang menentukan jumlah kebutuhan gula sebanyak 157.500 ton,” tutur Alfis.
Tom Dinilai Tahu Langgar Aturan
Lebih jauh, Hakim Alfis juga menyatakan bahwa Tom Lembong telah memahami penerbitan izin impor untuk delapan perusahaan swasta telah melanggar aturan.
Dalam hal ini, Tom juga dinilai telah mengetahui bahwa penerbitan izin impor itu melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.117 tentang Ketentuan Impor Gula. Namun, izin impor tetap dikeluarkan.
“Didasarkan fakta hukum di atas, diyakini bahwa Terdakwa sangat menyadari dan memahami penerbitan persetujuan impor kepada 8 pabrik gula swasta di atas melanggar ketentuan Permendag Nomor 117 tentang Ketentuan Impor Gula,” pungkas Alfis.
Tak Nikmati Impor Gula
Di sisi lain, majelis hakim sepakat bahwa eks Mendag Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi impor gula periode 2015-2016.
Hakim Anggota Alfis Setyawan mengatakan poin itu menjadi hal yang meringankan vonis Tom Lembong hingga akhirnya menjadi 4,5 tahun.
“Terdakwa [Tom Lembong] tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan,” ujar Alfis di Sidang PN Tipikor, Jumat (18/7/2025).
Dia menambahkan, hal yang meringankan lainnya mulai dari Tom Lembong tidak pernah dihukum dan selalu bersikap sopan selama persidangan.
Selanjutnya, penitipan sejumlah uang kepada Kejagung sebagai pengganti atas kerugian negara menjadi hal yang meringankan menjadi faktor yang meringankan vonis Tom Lembong.
“Telah adanya penitipan sejumlah uang kepada kejaksaan agung pada saat penyidikan sebagai pengganti atas kerugian keuangan negara,” pungkasnya.
Adapun, hal yang memberatkan Tom Lembong karena dinilai lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan dengan sistem ekonomi demokrasi dan Pancasila.
Hakim juga menilai Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan dinilai tidak melaksanakan tugas dalam mengambil kebijakan untuk mengendalikan stabilitas harga gula nasional serta tidak mengabaikan kepentingan masyarakat.
-
/data/photo/2025/07/18/687a0539b0f60.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Putusan Tom Lembong, Hakim Sebut Impor Gula Kristal Mentah Langgar UU Perdagangan Nasional
Putusan Tom Lembong, Hakim Sebut Impor Gula Kristal Mentah Langgar UU Perdagangan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyebut kebijakan importasi gula kristal mentah (GKM) mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Hakim anggota Alfis Setiawan mengatakan, berdasar ketentuan Pasal 26 dan 27
Undang-Undang Perdagangan
, gula impor adalah gula kristal putih (GKP) yang bisa langsung dikonsumsi masyarakat.
Sementara, Tom Lembong dalam kebijakannya membuka keran
impor gula
GKM untuk membentuk stok gula nasional.
“Gula kristal mentah bukan termasuk barang kebutuhan pokok, akan tetapi adalah bahan baku untuk memproduksi bahan kebutuhan pokok,” kata hakim Alfis dalam sidang pembacaan
putusan Tom Lembong
dalam kasus
korupsi
impor gula, Jumat (18/7/2025).
Berdasarkan hal itu, majelis hakim menilai kebijakan Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor (PI) untuk mengimpor GKM guna diolah menjadi GKP bertentangan dengan Undang-Undang Perdagangan.
“Pemberian persetujuan impor gula kristal mentah untuk menjadi gula kristal putih dalam rangka penugasan operasi pasar kepada PT PPI (BUMN) merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perdagangan,” ujar hakim Alfis.
Dalam perkara dugaan korupsi importasi gula ini, jaksa meminta majelis hakim menyatakan Tom terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum menerbitkan 21 persetujuan impor.
Tindakan itu dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar, termasuk memperkaya para pengusaha gula swasta.
Jaksa lalu menuntut Tom dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Tom dan kuasa hukumnya lalu membantah tuntutan jaksa.
Mereka menilai kasus ini politis karena memilih berseberangan dengan penguasa pada Pilpres 2024.
Selain itu, mereka juga menyebut keterangan para saksi di persidangan justru meringankan Tom.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/09/686e5e499c4f5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Serangan Balik Jaksa Jawab Pembelaan Tom Lembong, Bantah Ada Politisasi Kasus
Serangan Balik Jaksa Jawab Pembelaan Tom Lembong, Bantah Ada Politisasi Kasus
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kasus dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, masih bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.
Terbaru, dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan tanggapan jaksa atau replik atas pleidoi Tom Lembong, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membantah adanya politisasi.
Tom Lembong
sebelumnya mengungkap dua sinyal dari penguasa akibat dirinya bergabung dalam Tim Kampanye Nasional (Timnas) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Ia menyebut, dua sinyal tersebutlah yang membuatnya terancam pidana lewat kasus dugaan korupsi importasi gula.
“Sinyal dari penguasa sangat jelas. Saya bergabung ke oposisi, maka saya terancam dipidana,” ujar Tom Lembong saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025) malam.
Sinyal pertama adalah saat surat perintah penyidikan (sprindik) kasus impor gula yang diterbitkan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Setelah itu, ia menangkap sinyal kedua dari penguasa saat Tom Lembong ditangkap dan dibui atas kasus dugaan korupsi importasi gula.
“Sinyal itu sangat jelas saat saya ditangkap dan dipenjara dua minggu setelah penguasa mengamankan kekuasaannya dengan pelantikan resmi di DPR RI,” ujar Tom Lembong.
JPU membantah pernyataan Tom Lembong.
Jaksa mengatakan, pernyataan terkait adanya politisasi dalam kasus impor gula itu tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya dalam persidangan.
“Atas dasar fakta hukum terhadap materi pembelaan terdakwa yang menyatakan perkara korupsi yang dituduhkan kepada terdakwa, termasuk penetapan sebagai tersangka adalah bentuk kriminalisasi dan politisasi adalah sangat tidak benar, dan tidak berdasar serta hanya merupakan klaim sepihak dari terdakwa yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya dalam persidangan,” kata Jaksa dalam sidang replik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Jaksa mengatakan, penyidikan dan penuntutan dari Kejaksaan Agung dalam kasus tersebut dilakukan secara profesional melalui serangkaian tahapan penyelidikan dan penyidikan.
Penyidikan yang dilakukan mulai dari pemeriksaan saksi-saksi, ahli, dan pengumpulan barang bukti dilakukan sesuai ketentuan Pasal 184 KUHP.
“Sehingga penetapan tersangka dalam perkara ini telah dilakukan secara profesional, proporsional, dan transparan,” tuturnya.
Jaksa mengatakan, majelis hakim praperadilan telah menyatakan bahwa penetapan tersangka Tom Lembong sesuai dengan prosedur dan putusan Mahkamah Konstitusi terkait persyaratan penetapan tersangka.
Jaksa mengakui bahwa dalam kasus ini, Tom Lembong tidak pernah menerima keuntungan dari kasus impor gula.
“Bahwa dalam perkara a quo berdasarkan fakta persidangan, terdakwa tidak diperkaya ataupun diuntungkan,” kata Jaksa.
Namun, Jaksa menyebut bahwa Tom Lembong telah memperkaya orang lain atau korporasi.
“Namun, perbuatan terdakwa dalam memberikan penugasan kepada PT PPI, Inkopkar, Inkoppol, dan Puskopol, serta pemberian persetujuan impor kepada 8 pabrik gula rafinasi dan PT Kebun Tebu Mas yang dilakukan secara melawan hukum telah memperkaya atau memberi keuntungan kepada orang lain atau korporasi,” ujar Jaksa.
Jaksa meminta hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat untuk menolak pleidoi atau nota pembelaan Tom Lembong.
“Menyatakan pembelaan yang diajukan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima,” kata Jaksa.
Jaksa juga meminta hakim untuk tetap mengabulkan surat tuntutan Penuntut Umum yang telah dibacakan pada persidangan sebelumnya, pada hari Jumat, 4 Juli 2025.
“Menghukum terdakwa sebagaimana telah kami nyatakan dalam surat tuntutan Penuntut Umum,” ujarnya.
Jaksa menuntut Tom Lembong dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Tindakan Tom Lembong dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar, termasuk memperkaya para pengusaha gula swasta.
Usai sidang, Tom Lembong menilai replik yang disampaikan jaksa masih tetap dalam upaya untuk memutarbalikkan aturan.
“Ya, balik lagi, tetap bersikeras untuk memutarbalikkan peraturan. Aturan mengatakan, dilarang bawa masuk ke dalam pesawat korek api, terus saya dipidanakan karena bawa masuk ke dalam pesawat, korek telinga,” kata dia.
“Kalau saya lihat dalam repliknya hari ini, kalau jaksa sudah masuk lubang, malah gali makin dalam, bukannya keluar dari lubang,” sambungnya.
Terkait jaksa yang membantah bahwa kasus impor gula tersebut bukan bagian dari politisasi, Tom mengatakan bahwa selama menjalani 20 kali persidangan, tidak ada satu pun keterangan dari saksi atau ahli yang membuktikan tuduhan jaksa kepadanya.
Karenanya, Tom menilai kasus dugaan korupsi yang dialamatkan kepadanya sulit disebutkan hanya sebatas proses hukum.
“Jadi sulit kalau kita mau simpulkan bahwa ini murni soal hukum atau keadilan. Berarti harus ada faktor lain, harus ada motivasi lain, ya kan,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/11/6870cadd9596a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Jaksa Akui Tom Lembong Tak Dapat Untung dari Kasus Impor Gula, tetapi Perkaya Orang Lain Nasional
Jaksa Akui Tom Lembong Tak Dapat Untung dari Kasus Impor Gula, tetapi Perkaya Orang Lain
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengakui bahwa Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong, tidak pernah menerima keuntungan dari kasus impor gula.
Namun,
Tom Lembong
dalam kasus tersebut telah memperkaya orang lain atau korporasi.
Hal tersebut disampaikan JPU dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan tanggapan jaksa atas pleidoi Thomas Trikasih Lembong di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
“Bahwa dalam perkara a quo berdasarkan fakta persidangan, terdakwa tidak diperkaya ataupun diuntungkan,” kata Jaksa.
Jaksa mengatakan, Tom Lembong memperkaya orang lain atau korporasi dalam kasus impor gula tersebut.
“Namun, perbuatan terdakwa dalam memberikan penugasan kepada PT PPI, Inkopkar, Inkoppol, dan Puskopol, serta pemberian persetujuan impor kepada 8 pabrik gula rafinasi dan PT Kebun Tebu Mas yang dilakukan secara melawan hukum telah memperkaya atau memberi keuntungan kepada orang lain atau korporasi,” ujar Jaksa.
Beberapa pihak yang diuntungkan dalam kasus impor gula tersebut antaranya:
1. Memperkaya Tony Wijaya Ng melalui PT Angels Products sebesar Rp 144.113.226.287,05 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Angels Products dengan INKOPKAR, INKOPPOL, dan PT PPI;
2. Memperkaya Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene sebesar Rp 31.190.887.951,27 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Makassar Tene dengan INKOPPOL dan PT PPI;
3. Memperkaya Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp 36.870.441.420,95 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Sentra Usahatama Jaya dengan INKOPPOL dan PT PPI;
4. Memperkaya Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry sebesar Rp 64.551.135.580,81 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Medan Sugar Industry dengan INKOPPOL dan PT PPI;
5. Menguntungkan Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama sebesar Rp 26.160.671.773,93 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Permata Dunia Sukses Utama dengan INKOPKAR dan PT PPI;
6. Memperkaya Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo sebesar Rp 42.870.481.069,89 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Andalan Furnindo dengan INKOPKAR dan PT PPI;
7. Memperkaya Hendrogiarto A Tiwow melalui PT Duta Sugar International sebesar Rp 41.226.293.608,16 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Duta Sugar International dengan PT PPI;
8. Memperkaya Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur sebesar Rp 74.583.958.290,80 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Berkah Manis Makmur dengan INKOPKAR, PT PPI, dan SKKP TNI–Polri/PUSKOPPOL;
9. Memperkaya Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas sebesar Rp 47.868.288.631,27 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Kebun Tebu Mas dengan PT PPI;
10. Memperkaya Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar Rp 5.973.356.356,22 yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Dharmapala Usaha Sukses dengan INKOPKAR.
Sebagai informasi, jaksa meminta majelis hakim menyatakan Tom Lembong terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan 21 persetujuan impor dalam perkara dugaan korupsi importasi gula.
Tindakan itu dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar, termasuk memperkaya para pengusaha gula swasta.
Jaksa menuntut Tom Lembong dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kubu Tom Lembong Tuding Rini Soemarno Dijadikan Jaksa Alat Jerat Terdakwa di Kasus Impor Gula
GELORA.CO – Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyentil keras sikap majelis hakim yang membiarkan jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) eks Menteri BUMN Rini Soemarno tanpa kehadiran langsung di persidangan.
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025), Ari dengan nada tinggi menegaskan bahwa Rini merupakan saksi fakta penting dalam kasus dugaan korupsi impor gula kristal mentah yang menjerat kliennya. Karena itu, menurutnya, Rini seharusnya dihadirkan ke muka sidang, bukan sekadar dibacakan keterangannya di BAP oleh Jaksa.
“Majelis Hakim juga membiarkan Jaksa membacakan BAP saksi penting, Mantan Menteri BUMN Rini Soemarno yang merupakan saksi fakta dan yang menyetujui untuk melibatkan perusahaan swasta dalam importasi gula pada tahun tersebut, dialah yang menyetujuinya,” tegas Ari.
Dia menyebut kejanggalan semakin terang karena dengan kewenangan eksekutorial yang dimiliki jaksa, tidak ada alasan logis jika Rini tak bisa dijemput paksa hadir dalam sidang.
“Dengan kewenangan eksekutorial yang dimiliki Jaksa, sangat tidak masuk akal jika saksi fakta sepenting itu tak bisa dihadirkan,” ujarnya.
Ari bahkan menduga kuat, absennya Rini bukan sekadar kelalaian, melainkan bagian dari skenario yang disengaja. Ia menuding Rini dikondisikan sebagai alat untuk menjerat Tom.
“Hal ini patut diduga mengindikasikan skenario yang disengaja agar kebenaran tetap terkunci di ruang sidang ini dengan mengondisikan Rini sebagai alat untuk menjerat Terdakwa,” ucapnya lantang.
Sebelumnya, tim penasihat hukum Tom sempat melakukan walk out dari ruang sidang pada Selasa (17/6/2025), usai Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika memberikan izin jaksa untuk membacakan BAP Rini tanpa kehadiran langsung sang mantan menteri.
“Kami izin keluar, silakan nikmati keadilan yang kalian miliki,” kata Ari sesaat sebelum keluar dari ruang sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ia menilai pembacaan BAP saksi tanpa kehadiran langsung bertentangan dengan prinsip pembuktian dalam hukum acara pidana. Terlebih lagi, menurut Ari, pengalaman selama persidangan menunjukkan adanya potensi perubahan-perubahan keterangan jika saksi hadir dan dicecar langsung di ruang sidang.
Namun demikian, hakim ketua tetap mengizinkan jaksa membacakan keterangan Rini dengan alasan mantan Menteri BUMN itu telah empat kali mangkir dari panggilan. Ketidakhadiran Rini disebut karena berada di luar negeri dan urusan keluarga di Jawa Tengah.
“Kami perlu mendengar juga keterangan saksi Rini sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Tentunya nanti penilaian kami terhadap keterangan saksi Rini yang dibacakan ini akan lain dengan saksi yang langsung dihadirkan di persidangan,” ucap hakim Dennie.
Usai walk out, persidangan dilanjutkan. Jaksa tetap membacakan BAP Rini dan melanjutkan ke agenda pemeriksaan ahli.
Seperti diketahui, Tom Lembong dituntut tujuh tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung. Selain itu, ia dituntut membayar denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa menuding Tom merugikan keuangan negara hingga Rp515,4 miliar dalam kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015—2016. Angka itu merupakan bagian dari total kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar sebagaimana tercantum dalam laporan audit BPKP tertanggal 20 Januari 2025.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Tom memberikan izin kepada delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM), meski perusahaan-perusahaan itu tak punya kewenangan mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP). Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, dan PT Berkah Manis Makmur.
Tom juga disebut menunjuk koperasi non-BUMN seperti INKOPKAR, INKOPPOL, PUSKOPOL, dan SKKP TNI-Polri, serta memberi penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pengadaan gula rafinasi. Dalam kerja sama itu, disepakati pengaturan harga jual yang melebihi Harga Patokan Petani (HPP).
Perbuatan tersebut dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.