Budayawan sebut Pancasila vaksin tangkal propaganda formalisasi agama

Budayawan sebut Pancasila vaksin tangkal propaganda formalisasi agama

“Pribumisasi Islam dapat menjadi vaksin kultural yang meningkatkan imunitas ideologis masyarakat,”

Jakarta (ANTARA) – Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI) Ngatawi Al-Zastrouw menegaskan Pancasila merupakan benteng ideologis yang efektif menangkal propaganda kelompok yang mendorong formalisasi syariat agama di ruang publik.

Menurut Zastrouw, Islam di Indonesia telah lama hadir bukan sebagai hukum formal yang kaku, melainkan sebagai etika publik yang kokoh.

“Pribumisasi Islam dapat menjadi vaksin kultural yang meningkatkan imunitas ideologis masyarakat,” ujarnya di berdasarkan keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan praktik keagamaan dan budaya Nusantara sejak era para wali telah selaras dengan maqasid syariah, yaitu tujuan utama syariat untuk kemaslahatan umat. Karena itu, klaim perlunya formalisasi syariat dinilai olehnya keliru dan justru berpotensi merusak harmoni sosial.

Zastrouw menilai konsep “pribumisasi Islam” mampu menolak paham yang mendorong sikap intoleran, eksklusif, dan radikal. Dengan pendekatan kultural, Islam tumbuh inklusif tanpa memaksakan tafsir tunggal yang sempit dan tekstual.

Ia menegaskan propaganda yang menyebut Pancasila sebagai ideologi sekuler bertentangan dengan fakta.

“Sila Ketuhanan mencerminkan Pancasila tidak sekuler, karena sekularisme menolak agama di ruang publik,” katanya.

Menurutnya, tafsir agama terhadap Pancasila juga ada, di mana ayat Al-Quran dapat diturunkan sebagai dasar dari tiap sila. Dia menjelaskan bahwa sejarah juga menunjukkan Pancasila merupakan hasil ijtihad ulama, kiai, dan tokoh agama sehingga tidak mungkin dianggap sekuler.

Zastrouw menyebut Pancasila sebagai kalimatun sawa atau titik temu etis bagi realisasi nilai Islam di ruang publik Indonesia. Ia menekankan peran tokoh agama dan budaya penting dalam membimbing generasi muda yang kerap menjadi target propaganda ekstrem.

Ia menawarkan dua pendekatan, yakni above the line dengan membuat narasi sederhana yang membedakan ajaran pokok agama dari praktik kultural, serta below the line melalui dialog langsung dan keteladanan di masyarakat.

Selain peran tokoh agama, ia menegaskan negara wajib membuat kebijakan yang mendorong sikap inklusif, moderat, dan toleran, serta menindak tegas pelaku intoleransi. Adapun masyarakat sipil berperan melakukan kontrol moral, membangun kebiasaan hidup toleran, dan membentuk jejaring melawan radikalisme.

“Tanpa peran negara dan masyarakat sipil, ruang publik mudah disusupi ideologi intoleran. Pancasila adalah vaksin kultural untuk memperkuat imunitas bangsa,” tegas Zastrouw.

Pewarta: Aria Ananda
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.