Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan empat usulan untuk revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas).
Hal itu dia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Senin (17/11/2025). Pertamina memandang RUU Migas bukan sekadar revisi aturan, melainkan lokomotif transformasi energi nasional.
Menurut Simon, RUU Migas dapat menjadi lokomotif untuk meningkatkan cadangan migas dan mendorong Indonesia kembali mencapai swasembada energi.
“RUU Migas adalah solusi strategis yang bisa memberikan hasil terbaik, cepat, dan selamat. Ini bukan hanya tentang industri, tetapi tentang masa depan bangsa,” ujarnya.
Simon lantas menyampaikan empat fokus aspirasi utama yang dinilai penting untuk diakomodasi dalam RUU Migas. Pertama, kelembagaan hulu migas.
Dia menyebut, Pertamina mendorong pembentukan atau penunjukan BUMN yang bertugas menjalankan konsesi pengelolaan migas sesuai amanat Mahkamah Konstitusi. Badan ini diharapkan menjadi pihak yang melakukan kontrak kerja sama dengan badan usaha.
“Negara dapat membentuk atau menunjuk badan usaha milik negara yang diberikan konsesi untuk mengelola Migas yang akan melakukan kontrak kerja sama dengan badan usaha,” tutur Simon.
Kedua, perencanaan hulu-hilir migas. Simon menyebut, RUU Migas harus memuat skema perencanaan setara Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) di sektor kelistrikan.
Dia mengatakan, RUU Migas harus memasukkan Rencana Umum Migas Nasional (RUMGN) dan Rencana Umum Pengembangan Migas (RUPMG) sebagai payung hukum investasi berbasis kebijakan energi nasional.
Ketiga, kepastian fiskal dan perpajakan. Simon menyarankan skema fiskal yang lebih adaptif terhadap keekonomian wilayah kerja, terutama untuk deep water, enhanced oil recovery, lapangan tua, migas non konvensional, dan proyek dekarbonisasi.
Selain itu, Simon menyoroti pentingnya penerapan konsep ring fencing.
Keempat, pembentukan Petroleum Fund. Pertamina mendorong adanya Petroleum Fund yang dikelola BUMN Khusus migas.
Menurut Simon, dana ini difokuskan untuk pendanaan kegiatan eksplorasi, pembangunan infrastruktur, serta program dekarbonisasi.
“Berikut yang kami maksudkan adalah beberapa aspirasi dari kami dan tentunya kami juga mohon dukungan serta masukan dari pimpinan serta anggota Komisi XII,” imbuh Simon.
Lebih lanjut, Simon menegaskan bahwa RUU Migas memiliki posisi strategis untuk mempercepat pencapaian swasembada energi sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto.
Simon menilai saat ini terjadi kesenjangan yang kian melebar antara produksi dan konsumsi energi nasional. Konsumsi terus tumbuh, sementara produksi migas domestik cenderung menurun akibat natural declining.
Dia menyebut, kondisi itu memaksa Indonesia menutup kebutuhan melalui impor, di tengah investasi hulu migas yang justru semakin melemah.
“Pertumbuhan konsumsi lebih besar daripada produksi kita, sehingga gap harus ditutup dengan impor. Padahal investasi hulu sebagai motor penggerak terus turun. Tanpa regulasi kuat, daya tarik investasi semakin melemah dan ketahanan energi terancam,” jelas Simon.
