Jakarta, Beritasatu.com – Saat musim gugur tiba, banyak rumah di dunia Barat dihiasi dengan labu dan dekorasi menyeramkan. Halloween adalah perayaan populer yang identik dengan kostum menakutkan, dekorasi hantu, dan kegiatan seperti trick or treat.
Asal usul Halloween berasal dari Samhain, sebuah festival Pagan yang dirayakan oleh bangsa Celtic setiap 31 Oktober. Malam ini diyakini sebagai waktu ketika arwah dan makhluk gaib mendekati dunia manusia. Untuk mengusir roh-roh tersebut, orang-orang menyalakan api unggun dan mengenakan kostum.
Pada banyak negara Barat, Halloween dianggap sebagai bentuk hiburan atau perayaan budaya, tanpa menonjolkan makna spiritual. Namun, bagi sebagian umat Islam, perayaan ini menimbulkan pertanyaan mengenai hukum dan keabsahannya.
Kekhawatiran ini muncul karena elemen-elemen ritual dan simbolisme dalam Halloween yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Banyak yang merasa bahwa partisipasi dalam Halloween bisa mengarah pada tindakan syirik atau menyekutukan Allah, terutama karena adanya unsur pengagungan terhadap roh atau kekuatan lain.
Namun, apakah merayakan Halloween diperbolehkan, ataukah haram dalam pandangan Islam? Simak penjelasannya di bawah ini.
Hukum Halloween dalam Islam
Dalam Islam, terdapat ajaran yang melarang seorang muslim meniru atau mengikuti adat istiadat yang bertentangan dengan akidah Islam. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. (HR Abu Dawud)
Hadis ini sering dijadikan landasan bagi sebagian ulama untuk melarang umat Islam dari ikut serta dalam perayaan yang memiliki akar tradisi non-Islam, contohnya adalah perayaan Halloween.
Mengikuti perayaan ini dapat mengikis identitas dan nilai-nilai Islam. Hal ini juga membuat seorang Muslim menjadi tidak peka terhadap hal-hal yang bertentangan dengan akidahnya, melemahkan keimanan, dan bahkan menyiratkan persetujuan terhadap praktik yang tidak sesuai ajaran Islam.
Ayat Al-Qur’an yang melarang umat muslim meniru adat yang bertentangan dengan Islam juga terdapat dalam surah Al-Ma’idah ayat 51:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّخِذُوا الۡيَهُوۡدَ وَالنَّصٰرٰۤى اَوۡلِيَآءَ ۘ بَعۡضُهُمۡ اَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍؕ وَمَنۡ يَّتَوَلَّهُمۡ مِّنۡكُمۡ فَاِنَّهٗ مِنۡهُمۡؕ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِيۡنَ ٥١
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS Al-Ma’idah: 51)
Ayat tersebut mengingatkan umat muslim untuk berhati-hati agar tidak meniru praktik keagamaan dari agama lain. Hal ini bukan berarti dilarang untuk bersikap ramah atau menghormati penganut agama lain.
Namun, sebaiknya Anda tidak mengadopsi perayaan atau ritual keagamaan mereka. Merayakan hari raya non-Islam, seperti Halloween, dianggap meniru praktik yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Dalam Islam, hanya ada dua hari raya yang harus dirayakan, yaitu Idulfitri dan Iduladha, Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
Artinya: Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda: “Kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain. Ketika Nabi Muhammad datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: Kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idulfitri dan Iduladha”. (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Dengan demikian, menghadiri perayaan Halloween dianggap ikut serta dalam tradisi yang bukan bagian dari ajaran Islam, meskipun niatnya sekadar untuk bersenang-senang. Islam mengajarkan agar kesenangan umat muslim difokuskan pada dua hari raya yang telah disyariatkan, sehingga tetap menjaga nilai dan identitas Islam dalam setiap perayaan.