TRIBUNNEWS.COM – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya mengklaim, pelaksanaan retreat kepala daerah Pilkada 2024, bersih dari dugaan korupsi.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan korupsi terkait pelaksanaan retreat atau orientasi kepala daerah di Magelang, Jawa Tengah.
Mengenai hal ini, Bima memastikan, retret kepala daerah dilaksanakan sesuai aturan dan transparan.
“Kami pastikan bahwa semuanya transparan, semuanya sesuai aturan. Sesuai dengan prinsip-prinsip yang bersih dan transparan,” kata Bima Arya saat ditemui di Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Senin (3/3/2025).
Lalu, terkait penggunaan anggarannya, Bima membantah pendanaan retret kepala daerah itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Dia mengatakan bahwa seluruh pelaksanaan menggelontorkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Enggak ada dari APBD, semuanya dari APBN kecuali transportasi para kepala daerah ke lokasi tertentu dari APBD seperti lazimnya kegiatan kepala daerah kalau ada acara pemerintah pusat,” jelasnya.
Bima pun mengaku siap apabila diminta melaporkan penggunaan dana retreat kepala daerah secara detail ke KPK.
“Kami memastikan semuanya transparan dan kami siap untuk menyampaikan itu, laporan itu secara detail,” ucapnya.
Mensesneg Sebut Pelaksanaan Retret Kepala Daerah Tak Langgar Aturan
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi mengaku tidak mempermasalahkan jika warga melaporkan dugaan korupsi dalam pelaksanaan retret kepala daerah ke KPK.
Pasalnya, Prasetyo meyakini bahwa semua proses pelaksanaan retret itu sudah sesuai aturan dan tidak ada yang dilanggar.
Bahkan, Prasetyo berani buka-bukaan soal kegiatan retret kepala daerah tersebut.
“Ya itu hak kalau melaporkan. Tapi saya pastikan semua berjalan sesuai dengan aturan. Sesuai dengan perundang-undangan.”
“Tidak ada yang dilanggar. Semua bisa kita buka,” kata Prasetyo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, dilansir Kompas.com.
Sebelumnya, kegiatan retret kepala daerah ini disorot karena penunjukkan PT Lembah Tidar sebagai pelaksana retret.
Lantaran, perusahaan tersebut diduga diurus oleh kader Partai Gerindra, parpol yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto.
Namun, Prasetyo menegaskan lagi bahwa semua proses retret kepala daerah tersebut sudah sesuai prosedur dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
“Ya itu kan prosesnya ya. Pengelolanya. Prosesnya seperti itu. Tapi semuanya saya jamin semuanya terbuka, semuanya sesuai dengan prosedur,” kata dia, dilansir Kompas.com.
Prasetyo juga memastikan, PT Lembah Tidar ditunjuk sebagai pelaksana retret setelah melalui proses tender.
“Iya dong (melalui tender),” ujar politikus Partai Gerindra itu.
Adapun, laporan yang dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ini mencakup dugaan penyalahgunaan anggaran sebesar Rp11 hingga Rp13 miliar dan diduga melibatkan empat pihak besar.
Keempatnya yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, politisi, serta direksi dan komisaris PT Lembah Tidar Indonesia (PT LTI) dan PT Jababeka.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mencurigai ada praktik korupsi di balik penunjukan PT Lembah Tidar sebagai pelaksana retret, karena merupakan perusahaan yang diurus oleh kader Gerindra.
Atas hal tersebut, mereka pun menduga ada kepentingan dalam kegiatan itu.
“Di titik itu saja sebenarnya sudah ada konflik kepentingan dan proses pengadaan barang dan jasa pelatihan ini juga tidak mengikuti standar tertentu pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya harus dilakukan secara terbuka. Itu gambaran awalnya,” kata pakar hukum tata negara, Feri Amsari di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (27/2/2025).
Menurut Feri, proses penunjukan PT LTI mestinya dilakukan secara terbuka dan transparan.
Namun, prinsip tersebut tidak terealisasikan dalam pelaksanaan program yang dinilai memakan anggaran cukup besar itu.
“Kita merasa janggal, misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru, dan dia mengorganisir program yang sangat besar se-Indonesia,” kata dia.
“Padahal, dalam proses pengadaan barang dan jasa ada prinsip kehati-hatian,” sambungnya.
Koalisi yang terdiri dari Themis Indonesia, PBHI, KontraS, dan ICW tersebut menilai bahwa kegiatan ini diduga melanggar ketentuan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK Verifikasi Laporan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi
Mengenai hal ini, dari pihak KPK diketahui memverifikasi laporan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi soal dugaan korupsi dan konflik kepentingan dalam pelaksanaan kegiatan retret kepala daerah tersebut.
“Secara umum laporan yang masuk akan dilakukan verifikasi, telaah dan pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan)” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, Senin.
Menurut dia, KPK akan melaporkan perkembangan laporan kepada pihak pelapor.
“Yang di-update hasil pelaporan Hanya pelapor saja,” kata dia.
Tessa menjelaskan, apabila ada bahan untuk pelaporan yang kurang, maka dia meminta pelapor untuk melengkapi.
“Bila ada bahan yang kurang, akan dimintakan kepada pelapor untuk dilengkapi,” ujarnya.
4 Catatan Koalisi Masyarakat Sipil dalam Laporannya
Penyelenggaraan kegiatan retret diduga melanggar hukum terkait proses pengadaan barang/jasa.
Jika berkaca pada data DIPA dan merujuk ketentuan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kegiatan ini wajib melalui proses tender.
Kegiatan ini sarat dengan benturan kepentingan antara partai penguasa dengan elit partai.
Pelaksanaan kegiatan orientasi atau retret ini tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan seolah ada upaya sentralisasi serta bernuansa atau pendekatan militerisme.
Terdapat dugaan kolusi. Sebab, dengan diterobosnya aturan pengadaan barang/jasa dalam Perpres PBJ mengindikasikan adanya perbuatan kolusi yang dilarang dalam UU No. 28 Tahun 1999.
(Tribunnews.com/Rifqah/Glery Lazuardi/Taufik Ismail) (Kompas.com)