BGN Siapkan Sistem Barcode MBG untuk Tingkatkan Keamanan

BGN Siapkan Sistem Barcode MBG untuk Tingkatkan Keamanan

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Gizi Nasional (BGN) akan menerapkan sistem barcode pada makanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) guna memastikan keamanan pangan bagi anak-anak penerima manfaat.

Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik & Investigasi, Nanik S. Deyang, menjelaskan bahwa barcode tersebut akan dipasang langsung di wadah makanan (ompreng) yang didistribusikan.

“Nanti kami pasang barcode di ompreng anak-anak. Di situ akan tertulis batas waktu konsumsi, misalnya hanya boleh dimakan sampai jam sekian. Jadi lebih jelas dan terjamin,” kata Nanik saat konferensi pers di Kantor BGN, Jumat (26/9/2025).

Nanik menambahkan, penerapan barcode akan dilakukan secara bertahap di seluruh dapur MBG di Indonesia, sambil menunggu kesiapan teknis dari para mitra penyedia makanan.

Menurutnya, langkah ini diambil sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh pasca kasus keracunan yang menimpa sejumlah siswa penerima program MBG. Dengan adanya barcode, pihak sekolah maupun orang tua bisa lebih mudah memantau keamanan makanan.

“Ini untuk menekan risiko makanan basi atau tidak layak konsumsi. Jadi bukan hanya soal distribusi cepat, tapi juga jaminan keamanan bagi anak-anak,” tegas Nanik.

Nanik juga mengatakan bahwa mekanisme keuangan yang diterapkan melalui virtual account bersama membuat dana hanya bisa dicairkan jika disetujui oleh dua pihak sekaligus, yakni Satuan Pelaksana Pemenuhan Gizi (SPPG) dan mitra dapur.

“Dana MBG langsung masuk dari KPPN ke dapur SPPG melalui rekening virtual. Uang ini tidak bisa diambil sepihak, baik oleh SPPG maupun mitra. Harus ada persetujuan keduanya,” jelas Nanik.

Nanik merinci, setiap paket MBG senilai Rp15.000 sudah memiliki alokasi yang jelas yakni Rp2.000 untuk sewa usaha (gedung, peralatan, hingga wadah makanan). Lalu, Rp3.000 untuk biaya operasional (gaji karyawan, listrik, gas, transportasi, hingga internet). Kemudian, sebanyak Rp10.000 untuk bahan baku makanan.

“Kadang ada salah paham seolah-olah mitra mengambil keuntungan besar. Padahal dana sewa itu bukan profit, melainkan investasi. Kalau investasinya miliaran untuk dapur besar, balik modalnya bisa lima tahun. Jadi tidak serta-merta untung,” tegas Nanik.

Menurutnya, kontrol belanja bahan baku juga sangat ketat. Setiap transaksi bisa dipantau melalui dashboard harga yang dimiliki SPPG.

“Kalau harga wortel di dashboard Rp12.000 per kilo, tapi supplier menawarkan Rp14.000, maka mitra berhak menolak. Jadi markup harga bisa segera ketahuan. Itu yang membuat ruang korupsi sangat kecil,” katanya.