Bandung –
Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak lama. Terbukti dari adanya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Salah satunya adalah PLTA Bengkok yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. PLTA ini sudah beroperasi sejak 1923 dan hingga saat ini masih difungsikan oleh PT PLN (Persero) melalui subholding PLN Indonesia Power (PLN IP).
PLTA Bengkok ini menjadi salah satu sumber listrik bersih bagi area Bandung dan sekitarnya. Pembangkit ini juga telah diakui sebagai bangunan cagar budaya di Kota Bandung. Demi menjaga orisinalitasnya, hingga sekarang pengoperasian masih menggunakan mesin dan peralatan asli yang dioperasikan secara manual.
Memang yang menarik dari PLTA Bengkok saat ini adalah ternyata sebagian besar dari komponen generatornya masih original dari saat pertama kali beroperasi. Artinya mesinnya juga sudah berusia 101 tahun.
Team Leader PLTA Bengkok, Dwi Wijanarko menjabarkan, bagian komponen pembangkit generator 100% masih oem Belanda yang disuplai dari General Electric (GE). Selain itu governornya juga masih 100% oem.
Generator PLTA Bengkok berusia 101 tahun yang masih beroperasi Foto: Danang Sugianto/detikcom
“Kecuali turbin, itu karena butuh perbaikan kita pakai 100% produk lokal. Alhamdulillah itu juga membuktikan kita bisa membuat turbin sendiri dengan kualitas yang bisa menyamai,” tuturnya di PLTA Bengkok, Bandung.
Nah yang menariknya adalah, PLTA Bengkok pernah melakukan diskusi dengan GE untuk meminta masukan bagaimana merawat generator buatannya itu yang sudah berusia 1 abad lebih. Tapi malah GE yang merasa keheranan, sebab seharusnya generatornya itu hanya bisa beroperasi paling lama 40 tahun.
“Kami minta masukan ke GE bagaimana merawat generator kami yang sudah berusia 1 abad. Tapi malah GE bilang sepertinya kami yang harus benchmark ke Indonesia karena harusnya generator kami usianya hanya 30-40 tahun,” terangnya.
Krusial buat Hindia Belanda
Dengan usianya yang sudah cukup tua, PLTA Bengkok memiliki sejarah panjang dan telah menjadi cagar budaya. PLTA yang dibangun pada 1922 itu awalnya ditujukan oleh pemerintah Hindia Belanja untuk memasok listrik ke pabrik kertas N.V Papieren Fabriek yang saat bernama Pabrik Kertas Leces.
Selain itu listriknya juga dialiri untuk kebutuhan radio legendaris Malabar. Radio itu menjadi sangat penting karena salah satu fungsinya untuk menyampaikan informasi dari pemerintah Hindia Belanda ke pemerintah Belanda yang jaraknya puluhan ribu km.
“Nah itu listriknya disuplai dari PLTA Bengkok. Jadi PLTA ini sangat krusial pada zamannya,” tambahnya.
Ruang operasional PLTA Bengkok Foto: Danang Sugianto/detikcom
Sayangnya Radio Malabar yang menjadi saksi tangguhnya PLTA Bengkok dimusnahkan oleh para pejuang. Sebab saat itu pejuang Indonesia tidak ingin pemerintah Hindia Belanda menyampaikan informasi ke Belanda bahwa Indonesia telah merdeka.
PLTA Bengkok sendiri memiliki 3 unit generator yang masing-masing memiliki kapasitas 1,05 MW, sehingga kalau ditotal 3,15 MW. Namun saat ini dioperasikan hanya 1 unit generator yang mengolah air dari sungai Cikapundung.
Saat ini PLTA Bengkok hanya mengaliri listrik untuk kebutuhan masyarakat sekitar aja. Ada sekitar 2-3 ribu rumah yang saat ini listriknya bersumber dari pembangkit listrik bersejarah itu.
(das/ara)