TRIBUNNEWS.COM – Kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, kembali dikulik.
Ian Iskandar, kuasa hukum Firli Bahuri menilai, Penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) sudah seharusnya menghentikan penyidikan kasus ini.
Sebab, penyidik telah gagal melengkapi berkas perkara untuk dilimpahkan ke Kejaksaan (P21).
Selain itu, sampai hari ini tidak ada bukti-bukti yang menguatkan bahwa Firli Bahuri bersalah.
Ada dua alasan penyidik telah gagal melengkapi berkas perkara.
1. Gagal Cari Saksi
Ian menilai bahwa penyidik telah gagal memperoleh saksi yang meyakinkan dalam kasus ini.
Menurut jaksa, penyidik PMJ harus memeriksa sekurang-kurangnya dua saksi yang melihat, mendengar, mengetahui, dan mengalami sendiri peristiwa hukumnya.
Dalam berkas perkara yang diserahkan ke Kejaksaan, penyidik sudah meminta keterangan 123 orang saksi.
Namun, dari 123 saksi itu, belum ada satu orang pun yang dinilai Jaksa memenuhi syarat materiil.
“Ini dapat dimaknai bahwa penyidik tidak mampu memenuhi alat bukti keterangan saksi, karena saksi yang telah dijadikan saksi dalam berkas perkara tidak masuk dalam syarat dan kriteria sebagai saksi.”
“Doktrin hukum menyatakan unnus testis nullus testis, satu saksi bukanlah saksi. Ini malah tidak ada saksi,” kata Ian Iskandar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (2/1/2025) dilansir WartaKotaLive.com.
Oleh karena itu, lanjut Ian, berkas perkara Firli Bahuri sampai sekarang belum lengkap untuk diserahkan ke Kejaksaan (P21).
“Karena itu sampai sekarang berkas perkara Pak Firli tidak memenuhi syarat materiil. Artinya, tidak ada alat bukti dan perkaranya memang tidak ada.”
“Makanya perkara Pak Firli Bahuri tidak memenuhi syarat materiil. Karena itu, Polda Metro Jaya wajib menghentikan penyidikan dan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), karena tidak cukup bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,” tegas Ian.
2. Gagal Cari Bukti
Penghentian penyidikan itu juga diperkuat tindakan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang sudah berulang kali mengembalikan berkas perkara Firli Bahuri ke Polda Metro Jaya, bahkan sejak Februari 2024.
“Berkas perkara Pak Firli sudah empat kali dikembalikan jaksa ke PMJ (Polda Metro Jaya, karena dinilai jaksa belum memenuhi syarat materiil,” kata Ian.
Pasal 138 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa dalam waktu 14 hari penyidik harus menyerahkan berkas ke Kejaksaan.
“Nyatanya, sampai sekarang penyidik Polda Metro Jaya belum bisa melengkapi petunjuk jaksa, khususnya alat bukti keterangan saksi, maka berkas perkara tidak memenuhi syarat materiil. Harus segera SP3,” tutur Ian.
Atas dasar itu, kata Ian, Kejati DKI Jakarta mengembalikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Polda Metro Jaya dan telah diterima pada 28 November 2024
“SPDP dikembalikan Kejati DKI ke PMJ tanggal 28 November 2024. Hal tersebut terungkap dalam putusan Praperadilan yang diajukan MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia),” ujarnya.
“Artinya, berdasarkan Pasal 41 ayat 2 PERJA Nomor: PERJA-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, berkas register perkara di Kejati DKI dihapus dan perkara dianggap tidak ada atau selesai,” pungkas Ian.
Diketahui, Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo pada 22 November 2023.
Sejak saat itu, sebanyak 160 saksi telah diperiksa, namun Firli belum juga ditahan.
Selain dugaan pemerasan, Firli juga terlibat dalam kasus lain, yaitu melakukan pertemuan dengan Syahrul Yasin Limpo di lapangan badminton, di mana ia berstatus saksi.
Penyidik menerapkan Pasal 12e dan/atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP serta Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK dalam kedua kasus tersebut.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Perintah KUHAP, Polda Metro Dinilai Wajib Hentikan Kasus Firli Bahuri
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rahmat Fajar Nugraha)(WartaKotalive.com/Budi Sam Law Malau)