TRIBUNNEWS.COM – Kelompok militan Palestina, Hamas, memperingatkan bahwa para sandera mungkin akan dibunuh jika Israel mencoba membebaskan mereka dengan paksa dan serangan udara terus berlanjut di Jalur Gaza.
Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “melakukan segala yang mungkin untuk menjaga agar tawanan pendudukan tetap hidup, tetapi pemboman acak Zionis (Israel) membahayakan nyawa mereka.”
“Setiap kali pendudukan mencoba membebaskan tawanannya dengan paksa, mereka akhirnya membawa mereka kembali dalam peti mati,” kata Hamas, Rabu (26/3/2025), dilansir Al Arabiya.
Sementara, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan Hamas bahwa Israel akan merebut wilayah di Gaza jika kelompok itu menolak untuk membebaskan para sandera.
Dari 251 sandera yang disandera selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang, 58 masih ditahan di Gaza, termasuk 34 yang menurut militer Israel telah tewas.
“Semakin Hamas bersikeras menolak membebaskan sandera kami, semakin kuat tekanan yang akan kami berikan,” kata Netanyahu kepada parlemen, Rabu.
“Saya katakan ini kepada rekan-rekan saya di Knesset, dan saya katakan juga kepada Hamas: Ini termasuk perebutan wilayah, bersama dengan tindakan lain yang tidak akan saya uraikan di sini,” jelasnya.
Pernyataan Netanyahu muncul beberapa hari setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengancam akan mencaplok sebagian wilayah Gaza kecuali Hamas membebaskan sandera Israel yang tersisa.
Dalam sebuah pernyataan pada Jumat (21/3/2025), Katz mengatakan:
“Saya memerintahkan (tentara) untuk merebut lebih banyak wilayah di Gaza.”
“Semakin Hamas menolak membebaskan para sandera, semakin banyak wilayah yang akan hilang, yang akan dianeksasi oleh Israel.”
Israel Perintahkan Lebih Banyak Evakuasi
Diberitakan AP News, militer Israel pada hari Rabu memerintahkan evakuasi sebagian wilayah Kota Gaza saat meningkatkan serangan barunya terhadap Hamas setelah melanggar gencatan senjata minggu lalu.
Pengeboman dan operasi darat Israel telah menyebabkan kerusakan besar dan pada puncaknya menyebabkan sekitar 90 persen penduduk Gaza mengungsi.
Di sisi lain, ribuan warga Palestina berunjuk rasa di Gaza utara yang hancur parah pada hari Rabu dalam hari kedua protes antiperang.
Ini adalah unjuk rasa kemarahan publik yang jarang terjadi terhadap Hamas, meskipun protes tersebut tampaknya secara umum ditujukan terhadap perang di Gaza dan kondisi kehidupan mereka yang tidak tertahankan.
Sebelumnya, Israel telah menghentikan semua makanan, bahan bakar, obat-obatan dan pasokan lainnya untuk sekitar 2 juta orang di Gaza yang dilanda perang sejak awal bulan — sebuah strategi yang menurut kelompok hak asasi manusia adalah kejahatan perang.
Israel telah berjanji untuk meningkatkan tekanan militer hingga Hamas memulangkan 59 sandera yang tersisa — 24 di antaranya diyakini masih hidup.
Israel juga menuntut Hamas melucuti senjata dan mengirim para pemimpinnya ke pengasingan.
Hamas mengatakan tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa gencatan senjata yang langgeng dan penarikan penuh Israel dari Gaza.
Sebagai informasi, Israel memulai kembali serangan udara yang intens di Jalur Gaza yang berpenduduk padat minggu lalu diikuti oleh operasi darat, menghancurkan ketenangan relatif yang diberikan oleh gencatan senjata pada bulan Januari dengan Hamas.
Sejak Israel melanjutkan operasi militernya di Gaza, setidaknya 830 warga Palestina telah tewas, menurut kementerian kesehatan di wilayah tersebut.
Serangan militer balasan Israel telah menewaskan sebanyak 50.183 orang di Gaza, sebagian besar warga sipil, menurut kementerian kesehatan.
Tahap pertama gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025 menyaksikan Hamas membebaskan 33 sandera Israel dan warga negara ganda, termasuk delapan orang yang tewas, dan Israel membebaskan sekitar 1.800 tahanan Palestina.
(Tribunnews.com/Nuryanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel