Beraksi Dini Hari, Israel Ledakkan Rumah-Rumah di Lebanon Selatan: 520 Kali Langgar Gencatan Senjata
TRIBUNNEWS.COM – Media Lebanon, Rabu (15/1/2025) melaporkan pembongkaran rumah dengan cara diledakkan oleh tentara Israel di Lebanon selatan.
Aksi Israel, berdalih mencari infrastruktur dan persenjataan Hizbullah ini merupakan aksi lanjutan dari pelanggar perjanjian gencatan senjata antara kedua negara.
Kantor berita Lebanon, NNA mengatakan kalau tentara Israel meledakkan beberapa rumah dan menghancurkan jalan setelah tengah malam di kota Aita al-Shaab , Hanine, dan Maroun al-Ras.
Pasukan tentara Israel juga melakukan ledakan di kota Markaba, kata kantor berita tersebut, tanpa memberikan rincian tentang sifat ledakan tersebut.
Ratusan Pelanggaran Gencatan Senjata
Lebanon dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata pada 27 November untuk mengakhiri pertempuran lebih dari 14 bulan antara tentara Israel dan kelompok Hizbullah sejak dimulainya perang Gaza.
Namun, pihak berwenang Lebanon telah melaporkan lebih dari 520 pelanggaran gencatan senjata oleh Israel, termasuk kematian 37 orang dan cedera pada 45 orang lainnya.
Berdasarkan ketentuan gencatan senjata, Israel diharuskan menarik pasukannya di selatan Garis Biru (perbatasan de facto) secara bertahap, sementara tentara Lebanon akan dikerahkan di Lebanon selatan dalam waktu 60 hari.
Data dari Kementerian Kesehatan Lebanon menunjukkan bahwa sejak serangan Israel terhadap Lebanon dimulai pada 8 Oktober 2023, setidaknya 4.068 orang telah tewas, termasuk wanita, anak-anak, dan pekerja kesehatan, sementara 16.670 lainnya terluka.
Asap-asap dari peledakan rumah di Lebanon Selatan oleh Pasukan Israel di tengah perjanjian gencatan senjata yang berlangsung dengan Hizbullah.
IDF Obok-obok Lebanon Selatan
Seperti dilaporkan, Tentara Israel (IDF) dilaporkan masih menduduki wilayah Lebanon Selatan terlepas dari gencatan senjata yang sedang berlangsung dengan gerakan Hizbullah.
Berdalih memiliki kesepakatan dengan Tentara Lebanon, IDF bahkan memperluas aksi militernya di teritorial Lebanon Selatan.
Dalam manuvernya itu, IDF menyatakan mendapat sejumlah capaian.
“Brigade Hiram ke-769 IDF menemukan dan menyita sejumlah besar senjata Hizbullah selama operasi di Lebanon Selatan, kata militer IDF pada akhir pekan kemarin, dikutip dari JNS, dikutip Senin (13/1/2025).
IDF mengaku menemukan peluncur roket, peluru mortir, granat berpeluncur roket, rudal yang diluncurkan dari bahu, dan alat peledak dalam penyisirannya di Lebanon Selatan.
IDF juga mengklaim menemukan dengan posisi tembak antitank dan senjata tersembunyi.
“Pasukan juga menemukan fasilitas penyimpanan senjata yang berisi puluhan rudal yang diluncurkan dari bahu, bahan peledak, dan peralatan militer yang lengkap,” kata laporan media Israel tersebut.
IDF beralasan, terus memperluas wilayah operasinya di Lebanon Selatan sesuai dengan “Kesepahaman antara Israel dan Lebanon sambil mempertahankan ketentuan gencatan senjata,” kata pernyataan itu.
“Pasukan IDF dikerahkan di seluruh Lebanon Selatan dan akan bertindak melawan segala ancaman terhadap Negara Israel dan warganya,” tambah pernyataan IDF.
Tentara Lebanon berkendara dalam konvoi di Mansouri, saat mereka menuju Lebanon selatan, menyusul gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah yang mulai berlaku pada Rabu, 27 November 2024. (tangkap layar/kredit foto: AP/Hussein Malla)
Tentara Lebanon Mau Lucuti Persenjataan Hizbullah
Sementara itu, Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengumumkan pada hari Jumat bahwa Angkatan Darat Lebanon akan memulai upaya untuk melucuti senjata Hizbullah, dengan fokus pada wilayah selatan Litani.
Ia menekankan bahwa ini menandai fase baru pengerahan dan kewenangan angkatan darat negara di seluruh Lebanon.
Pada hari Kamis, parlemen di Beirut memilih panglima militer Lebanon Joseph Aoun sebagai presiden, yang memicu ucapan selamat dari Presiden AS Joe Biden .
“Presiden Aoun mendapat kepercayaan saya,” kata Biden pada hari Kamis.
“Saya sangat yakin dia adalah pemimpin yang tepat untuk saat ini.”
Biden mengatakan bahwa pemilihan Aoun “terjadi hanya enam minggu setelah Amerika Serikat berhasil mengakhiri permusuhan antara Hizbullah dan Israel”.
Kepala negara baru itu “akan memberikan kepemimpinan penting saat Lebanon dan Israel sepenuhnya melaksanakan penghentian permusuhan dan saat ratusan ribu orang kembali ke rumah mereka dan Lebanon pulih dan membangun kembali”.
Rakyat Lebanon, lanjutnya, telah menderita selama lebih dari dua tahun akibat perang yang menghancurkan dan krisis keuangan yang berkelanjutan, serta tidak adanya kepemimpinan nasional.
“Melalui anggota parlemen yang mereka pilih, rakyat Lebanon telah menjalankan hak demokratis mereka untuk memilih masa depan mereka sendiri,” kata Biden. “Mereka telah memilih jalan yang selaras dengan perdamaian, keamanan, kedaulatan, dan rekonstruksi dalam kemitraan dengan masyarakat internasional. Dan Amerika Serikat akan mendukung mereka saat mereka menempuh jalan itu.”
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar mengucapkan selamat kepada Aoun dan menyampaikan harapan “bahwa pilihan ini akan berkontribusi terhadap stabilitas, masa depan yang lebih baik bagi Lebanon dan rakyatnya, serta hubungan bertetangga yang baik.”
Foto di dalam terowongan yang diklaim oleh Israel sebagai akses bagi unit Radwan Hizbullah di Lebanon selatan. IDF mengunggah sejumlah video dan foto yang memperlihatkan kompleks terowongan bawah tanah, melalui akun juru bicara IDF berbahasa Arab, Avichay Adraee, di media sosial X pada Senin (14/10/2024). (X/@AvichayAdraee)
Jaringan Terowongan hingga Senjata Hizbullah Terancam
Senjata, fasilitas militer, dan terowongan milik Hizbullah terancam jatuh ke tangan tentara Lebanon.
Hal itu berkaitan dengan perjanjian gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel.
Utusan Khusus Amerika Serikat (AS), Amos Hochstein, mengatakan tentara Lebanon akan dikerahkan di Lebanon selatan.
“Pengerahan tentara Lebanon ke Lebanon selatan akan dilakukan dan Israel akan mundur ke Garis Biru ketika masa gencatan senjata berakhir tanggal 27 Januari,” kata Hochstein saat rapat di Lebanon, dikutip dari Maariv yang mengutip Al Awsat, pekan ini.
“Makna perjanjian ini ialah bahwa satu-satunya entitas yang memiliki senjata di Lebanon adalah negara dan akan melarang partai dan milisi di Lebanon memiliki senjata.”
Hochstein menegaskan perjanjian itu akan berlaku di seluruh wilayah Lebanon tanpa terkecuali.
Dia menyebut ambiguitas dalam tafsir klausul perjanjian yang hanya terbatas di area selatan Sungai Litani itu tidak cocok dan bertentangan dengan apa yang tertulis dalam perjanjian.
Lalu, utusan AS itu menjelaskan bahwa senjata, fasilitas militer, dan terowongan Hizbullah harus dimiliki oleh tentara Lebanon. Dia berujar aset-aset itu sebaiknya dihancurkan.
Pernyataan Hochstein itu muncul setelah Wakil Ketua Dewan Politik Hizbullah Mahmoud Kamati mengancam akan membatalkan gencatan senjata dengan Israel.
“Kami memberikan kesempatan 60 hari kepada mekanisme baru dan hukum internasional untuk melindungi Lebanon, kami berjanji untuk sabar selama 60 hari, tetapi hari ke-61 akan sepenuhnya berbeda,” kata Kamati.
Menurut laporan MTV Lebanon, Hochstein diperkirakan akan menyodorkan usulan besar. Usulan itu adalah memperpanjang gencatan senjata dan penarikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), yakni selama 60 hari lagi.
Usulan itu keluar karena tentara Lebanon tidak bisa mengerahkan 10.000 personel ke Litani selatan.
Sementara itu, Al Joumhuriya melaporkan sudah ada lebih dari pelanggaran oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sejak gencatan senjata diberlakukan sekiar sebulan lalu.
AS Klaim IDF mulai mundur
Hochstein mengklaim IDF mulai menarik diri dari Lebanon.
“Militer Israel mulai mundur dari Naqura dan kembali ke Israel hari ini, selatan Garis Biru,” kata Hochstein dikutip dari The Times of Israel. Garis biru adalah garis demarkasi di perbatasan Israel-Lebanon.
“Penarikan ini akan terus berlanjut hingga semua pasukan Israel keluar dari Lebanon sepenuhnya, dan tentara Lebanon terus dikerahkan ke selatan dan sepanjang Garis Biru.
Sementara itu, Hizbullah diharuskan menarik mundur para pejuangnya ke utara Sungai Litani, sekitar 30 km dari perbatasan. Hizbullah juga diminta membongkar semua infrastruktur militer yang masih tersisa di selatan.
Qassem: Kesabaran Hizbullah mungkin sudah habis
Sekretaris Jenderal Hizbullah Naim Qassem mengancam Israel. Dia menyebut kesabaran Hizbullah mungkin sudah habis sebelum masa gencatan berakhir.
Kesabaran itu tergerus oleh tindakan Israel yang melanggar perjanjian gencatan senjata.
Ketika menjawab kritik mengenai bungkamnya Hizbullah meski Israel melanggar perjanjian, Qassem mengatakan pemimpin Hizbullah adalah satu-satunya pihak yang memutuskan kapan melawan, bagaimana cara melawan, dan senjata yang digunakan.
“Kesabaran kami mungkin habis dan ketika kami memutuskan bertindak, kalian akan segera melihatnya,” ujar Qassem dikutip dari Anadolu Agency.
“Kami berkata bahwa kami memberikan kesempatan untuk mencegah pelanggaran oleh Israel, menerapkan perjanjian itu, dan bersikap sabar. Ini tidak berarti bahwa kami akan sabar selama 60 hari, tidak juga berarti kami akan sabar selama kurang dari 60 hari atau lebih.”
(oln/anews/jns/*)