TRIBUNNEWS.COM – Aksi unjuk rasa terjadi di Yerusalem, Senin (31/3/2025), massa aksi menentang kebijakan pemerintahan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu.
Bentrokan terjadi antara polisi dan ribuan pengunjuk rasa.
Akibat bentrokan itu, 12 orang ditangkap.
Harian Israel Hayom melaporkan, bentrokan meletus saat para pengunjuk rasa berusaha menerobos penghalang keamanan di dekat Knesset (Parlemen Israel).
Laporan itu mencatat, protes tersebut diadakan sebagai respons terhadap keputusan pemerintah yang memecat kepala Shin Bet, Ronen Bar, dan menarik kepercayaan dari Jaksa Agung Gali Baharav-Miara.
Times of Israel melaporkan, protes tersebut diadakan di tengah perkembangan politik yang kuat, termasuk Benjamin Netanyahu yang telah dipanggil oleh polisi untuk diinterogasi selama sekitar dua jam dalam skandal yang melibatkan hubungan para asistennya dengan Qatar.
Sementara, dua dari para asistennya tersebut ditahan.
Hal ini juga terjadi ketika undang-undang utama diajukan yang bertujuan untuk “merombak secara radikal” sistem peradilan, serta perkembangan terkait Bar dan Baharav-Mia.
Para pengunjuk rasa memblokir jalan raya di Yerusalem.
Selain mengkritik pemerintahan Netnyahu, massa aksi juga menyoroti situasi para tawanan yang ditahan oleh Perlawanan Palestina di Gaza.
“Bagaimana dengan para sandera?” tulis salah satu spanduk yang dibentangkan oleh pengunjuk rasa.
Pada sebuah aksi protes di Lapangan Agranat, petugas polisi dilaporkan melakukan kekerasan terhadap seorang anggota Knesset, Naama Lazimi.
“Kekerasan ini tidak membuat kami takut,” kata Lazimi dalam sebuah pernyataan video setelah insiden tersebut.
Dirinya menambahkan, mereka harus berjuang untuk menyelamatkan sandera Israel, dan harus berjuang untuk menggulingkan pemerintahan Netanyahu yang korup.
Dia juga menyoroti, Netanyahu dicurigai melakukan kejahatan dan skandal keamanan yang serius.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)