Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Benarkah Tanggal 17 Ramadan Lailah Al-Qadr?

Benarkah Tanggal 17 Ramadan Lailah Al-Qadr?

Bulan Ramadan merupakan salah satu bulan yang mulia bagi orang Islam. Hal tersebut tertuang dalam QS Al-Baqarah ayat (185): 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang  lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas  petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.” 

Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa terpilihnya bulan Ramadan sebagai hari-hari tertentu diwajibkannya puasa menunjukkan, bahwa Ramadan adalah bulan mulia. Selain itu, di bulan Ramadan juga terdapat lailah Al-Qadr yang dianggap sebagai waktu diturunkannya Al-Qur’an, pedoman hidup orang Islam. 

Masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat terkait kapan terjadinya lailah Al-Qadr. Al Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara ekplisit dan gamblang terkait hal tersebut. Allah menyembunyikan kepastian terjadinya lailah Al-Qadr agar kita mengagungkan seluruh malam Ramadan. Seperti Allah menyembunyikan terkabulnya doa hambanya agar sang hamba senantiasa berdoa setiap waktu dan menyembunyikan wali Allah di antara manusia agar senantiasa memuliakan manusia seluruhnya tanpa memandang derajat dan pangkatnya.

Dirahasiakannya lailah Al-Qadr juga merupakan bentuk kasih sayang Allah. Jika seseorang mengetahui pasti datangnya lailah Al-Qadr namun ia tetap berbuat dosa, maka dosanya akan berlipat dibanding ketika ia tidak mengetahui lailah Al-Qadr. 

Penamaan malam tersebut dengan lailah Al-Qadr pun terdapat beberapa pendapat. Salah satunya mengatakan, nama lailah Al-Qadr disebabkan karena barang siapa menghidupkan malam tersebut akan mendapat derajat yang agung (عذيما قدرا) dan bertambah kemuliaannya di sisi Allah. 

Quraish Shihab sendiri ketika memaknai Al-Qadr dalam Tafsir Al-Misbah menyebutkan ada empat pendapat ulama yang masyhur. Pertama penetapan, lailah Al-Qadr malam penetapan Allah atas perjalanan hidup makhluk selama  setahun. Pendapat ini dikuatkan oleh pengikutnya dengan menyebutkan firman Allah QS. Ad-Dukhan ayat (3-4): 

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan pada malam itu ditetapkan  segala urusan bijak.” 

Kedua, pengaturan. Maksudnya pada malam itu Allah mengatur strategi bagi Nabi-Nya dalam berdakwah pada kebajikan. 

Ketiga, kemuliaan, malam tersebut menjadi mulia karena turun Al-Qur’an pada malam tersebut. Yang lain memaknai bahwa ibadah pada malam itu mempunyai nilai tambah dalam hal kemuliaannya dibanding malam yang lain. 

Keempat, sempit. Maksudnya malam tersebut banyak malaikat turun ke bumi sehingga menjadikan bumi sempit. 

Kembali pada masalah terkait waktu pastinya lailah Al-Qadr. Beberapa ulama cenderung menyatakan bahwa peristiwa turunnya Al Qur-an pada tanggal  17 Ramadan. Hal tersebut berdasarkan QS Al-Baqarah ayat (23): 

وَاِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖۖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ 

“Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Nabi Muhammad) pada hari al-furqān (pembeda), yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Dari ayat di atas mereka memaknai نّاَقرِْفْالَمْيَي sebagai hari turunnya Al Qur’an. Sedangkanّۗنٰعْمَجْى الَقَتْالَمْيَي atau bertemunya dua pasukan sebagai perang Badr yang terjadi pada tanggal 17 bulan Ramadan. Karena hal tersebut mereka meyakini turunnya Al Qur’an adalah malam 17 Ramadan. 

Namun pendapat tersebut tidak didukung oleh sebagian ulama. Argumentasi mereka adalah perang badar terjadi ketika Nabi Muhammad sudah hijrah ke Madinah, yang seharusnya ketika berlangsung perang badar, sudah banyak wahyu-wahyu Al-Qur’an yang turun. Maka anggapan jika awal turunnya  Al-Qur’an bersamaan dengan terjadinya perang badar tidak bisa diterima. 

Mereka juga beranggapan bahwa kata Al Furqan tidak mesti harus dimaknai sebagai Al-Qur’an. Bisa jadi maksud yang diinginkan adalah pemisah antara kebenaran dan kebatilan. Dan yang diturunkan Allah pada hari itu juga  tidak harus Al-Qur’an. Tetapi, bisa juga malaikat seperti dalam QS. Al-Anfal ayat (9): 

اِذْ تَسْتَغِيْثُوْنَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ اَنِّيْ مُمِدُّكُمْ بِاَلْفٍ مِّنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ مُرْدِفِيْنَ

“(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu Dia mengabulkan (nya) bagimu (seraya berfirman), ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu berupa seribu malaikat yang datang  berturut-turut’.” 

Sebagian yang lain menyatakan bahwa lailah Al-Qadr berlangsung selama satu bulan penuh. Pendapat ini didasarkan pada pendapat Ibnu Umar yang  menyatakan bahwa ia mendengar dari Rasulullah ketika beliau ditanya tentang lailah Al-Qadr. Rasul kemudian menjawab bahwa lailah Al-Qadr ada di seluruh Ramadan. 

Pendapat lain menyebutkan bahwa lailah Al-Qadr turun di sepuluh hari  terakhir bulan Ramadan. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Abi Said. Ketika Nabi Muhammad sedang beriktikaf pada sepuluh hari di pertengahan bulan  Ramadan, Malaikat Jibril berkata, “Sesungguhnya apa yang kamu cari ada di hadapanmu.” Maksudnya bukan di sepuluh hari pertengahan bulan Ramadan, namun setelahnya yaitu sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. 

Sampai di sini masih belum bisa dipastikan mengenai terjadinya lailah Al Qadr, karena pendapat terkait hal tersebut sangat banyak dan beraneka ragam. 

Dari yang disebutkan di atas tadi ada ulama yang condong terjadinya lailah Al Qadr pada tanggal 17 Ramadan, ada yang mengatakan seluruh Ramadan terdapat lailah Al-Qadr, ada yang mengatakan terdapat lailah Al-Qadr hanya di sepuluh hari terakhir saja, yang lebih spesifik mengatakan lailah Al-Qadr terdapat di bilangan ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dan masih banyak pendapat ulama yang lainnya. 

Sebenarnya hal yang harus dipahami dari lailah Al-Qadr adalah kelebihannya terletak pada pahalanya bukan kewajiban beribadahnya. Maka akan sangat keliru orang yang hanya melaksanakan kewajiban beribadah pada lailah  Al-Qadr dan meninggalkan beribadah pada waktu yang lain, dengan dalih ibadah yang dilakukan pada lailah Al-Qadr akan men-cover ibadah selama seribu bulan. 

Jadi titik pentingnya bukan masalah mencari kebenaran pasti kapan datangnya lailah Al-Qadr. Namun bagaimana kita senantiasa istikamah dalam beribadah kepada Allah. Ibadah bukan terbatas pada bulan Ramadan saja, lebih lebih hanya sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Ibadah kepada Allah merupakan hal yang harus kita lakukan setiap waktu.

*Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

Merangkum Semua Peristiwa