BEM Nusantara Jatim Tolak Militerisasi Dunia Maya, Kritik Keras RUU Keamanan dan Ketahanan Siber

BEM Nusantara Jatim Tolak Militerisasi Dunia Maya, Kritik Keras RUU Keamanan dan Ketahanan Siber

Surabaya (beritajatim.com) – Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM NUS) Jawa Timur menggelar diskusi publik bertema “Bedah Kritis Ancaman Tersembunyi di Balik Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS)” di Rumah Bhineka Nginden, Surabaya, pada Senin (3/11/2025).

Diskusi tersebut membahas potensi ancaman otoritarianisme digital dalam kebijakan RUU KKS. Sejumlah narasumber hadir dalam kegiatan ini, di antaranya Dr. Victor Immanuel Williamson, S.H., M.H. (Rektor Universitas Katolik Darma Cendekia), Jauhar Kurniawan (Pengacara Publik LBH Surabaya), dan Hasan Amirin (Direktur Eksekutif PPSHI).

Sebagai moderator, Rizki Maulana H, Sekretaris BEM Nusantara Jawa Timur, menyoroti kekhawatiran bahwa perumusan RUU KKS dapat membuka jalan bagi keterlibatan militer dalam urusan sipil dan siber, hal yang dinilai bertentangan dengan semangat reformasi TNI yang seharusnya fokus pada sektor keamanan dan pertahanan.

“Salah satu poin yang mengemuka adalah desakan agar TNI fokus kembali ke barak, sesuai mandat konstitusi dan semangat reformasi sektor keamanan,” kata Rizki Maulana H, Senin (3/11/2025).

Rizki juga menyampaikan bahwa keamanan siber seharusnya dikelola oleh lembaga sipil yang profesional dan akuntabel untuk menghindari potensi penggunaan RUU KKS sebagai alat kontrol negara terhadap masyarakat sipil di dunia maya.

“Isu siber tidak boleh dijadikan alasan untuk mengembalikan hegemoni militer di ranah sipil. Kita harus menegaskan posisi; TNI kembali ke barak, dan ranah siber tetap dijaga oleh otoritas sipil yang transparan,” tegas salah satu narasumber disampaikan Rizki.

Koordinator Daerah BEM Nusantara Jawa Timur, Helvin Rosiyanda Putra, turut menegaskan bahwa mahasiswa, khususnya BEM NUS Jawa Timur, secara tegas menolak segala bentuk penyusupan militer ke dalam regulasi yang bersifat sipil.

“Berbicara siber jangan sampai mudah dimasuki militer. Padahal RUU ini sudah sempat menimbulkan kegaduhan publik dan bahkan pernah ditarik dari Prolegnas. Kita tidak boleh lengah sebab upaya untuk menghidupkannya kembali bisa menjadi ancaman nyata bagi kebebasan digital dan demokrasi kita,” kata Helvin.

Helvin menambahkan bahwa ruang digital harus dijaga agar tetap bebas dari intervensi kekuasaan yang berlebihan, sesuai semangat reformasi 98.

“Mahasiswa harus hadir di ruang-ruang kritis seperti ini. Kita tidak menolak regulasi siber, tetapi menolak jika keamanan dijadikan dalih untuk membatasi kebebasan berekspresi dan mengontrol informasi publik,” ujarnya.

Melalui forum ini, BEM NUS Jawa Timur menyatakan sikap tegas untuk mengawal proses legislasi yang menjunjung demokrasi digital. Mereka menolak segala bentuk militerisasi ruang siber dan berkomitmen memperkuat literasi kritis mahasiswa terhadap kebijakan negara yang berpotensi membatasi kebebasan publik. [ram/ian]