Jakarta: Maraknya praktik judi online (judol) di berbagai kalangan menjadi perhatian serius pemerintah. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis transaksi Keuangan (PPATK), pemain judi online di Indonesia mencapai 4 juta orang.
“Kementerian Komunikasi dan Digital berkomitmen memberantas judi online melalui pemblokiran konten ilegal dan peningkatan literasi digital. Ini menjadi salah satu prioritas utama kami,” ujar Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital, Hasyim Gautama, dilansir pada Jumat, 13 Desember 2024.
Hal ini disampaikan Hasyim Gautama dalam pembukaan acara Peningkatan Kapasitas Penyuluh Informasi Publik Tahun 2024 bertajuk “Judol Gak Bikin Untung, Malah Buntung”. Kegiatan ini berlangsung di Bandung, pada Kamis, 12 Desember 2024.
Selain memberantas judi online, pihaknya fokus pada pinjaman online ilegal yang banyak merugikan masyarakat. Dia menyampaikan perlu ada pendekatan simultan antara penegakan hukum dan edukasi publik.
“Penyuluh Informasi Publik (PIP) sebagai mitra pemerintah memegang peran penting dalam melakukan kampanye stop judi online kepada masyarakat melalui kegiatan rutin penyuluhan tatap muka,” jelas dia.
Hasyim berharap diseminasi informasi yang dilakukan PIP mampu membangun kesadaran kolektif melawan aktivitas judol. Sekaligus, meningkatkan kepekaan melaporkan konten atau aktivitas mencurigakan yang terkait perjudian.
Faktor Maraknya Judol
Staf Ahli Menkomdigi Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Wijaya Kusumawardhana, menegaskan segala pertaruhan yang melibatkan uang dapat dikategorikan judi. Judi online juga merupakan taruhan uang yang berlangsung melalui jaringan internet.
“Pelaku judi online ini mulai dari usia di bawah 10 tahun hingga di atas 60 tahun, jumlahnya sangat marak dan korbannya makin lama makin banyak, inilah yang perlukita cegah dan hindari,” kata dia.
Menurut Wijaya faktor ekonomi, waktu senggang, dan budaya konsumtif menjadi pemicu utama maraknya judi online. “Banyak yang tergiur easy money atau uang yang didapat dengan mudah. Namun mereka lupa justru di awal mereka untung, belakangnya buntung,” tegas dia.
Kerugian dari judi online tidak hanya berupa kerusakan ekonomi, tetapi juga sosial dan kesehatan mental. Wijaya mengimbau masyarakat memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan produktif dan bermanfaat.
“Judi itu bukan hanya mempertaruhkan uang. Tapi mempertaruhkan masa depan diri sendiri, keluarga, dan masa depan anak-anak kita. Pelaku dan bandar judi online bukanlah korban, karena mereka dengan sengaja melakukan judi. Korban sebenarnya adalah keluarga yang kehidupannya bergantung pada pelaku,” ujar dia.
Kendala Pemberantasan Judol
Sementara itu, Kanit 3 Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Immanuel P.L. Tobing, menjelaskan pihaknya sudah sering kali menindak para pelaku perjudian online untuk menekan penggunaannya agar seminim mungkin.
“Kami telah melakukan pemblokiran website dan pemblokiran keuangan atau perbankan terkait penggunaan pelaku perjudian. Serta telah melakukanpenangkapan terhadap para pelaku mulai dari level marketing hingga pengelola,” ujar dia.
Immanuel mengaku salah satu kesulitan dalam memberantas judi online ini karena lokasi operasional bandar berada di negara-negara yang melegalkan perjudian. Misalnya, Malaysia, Thailand, India, Kamboja, Filipina, dan China.
“Para bandar ini ketika melihat pasar Indonesia, mereka sangat tergiur. Terlebih Indonesia itu masyarakatnya sangat suka dengan perjudian, itu lah yang membuat pasar perjudian di Indonesia sangat aktif,” ujar dia.
Dia menegaskan judi online tidak akan pernah memberikan keuntungan besar bagi para pelakunya karena sudah diatur perjudian hanya akan menguntungkan para bandar. Oleh karena itu,masyarakat harus menjauhi aktivitas merugikan tersebut.
Jakarta: Maraknya praktik judi online (judol) di berbagai kalangan menjadi perhatian serius pemerintah. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis transaksi Keuangan (PPATK), pemain judi online di Indonesia mencapai 4 juta orang.
“Kementerian Komunikasi dan Digital berkomitmen memberantas judi online melalui pemblokiran konten ilegal dan peningkatan literasi digital. Ini menjadi salah satu prioritas utama kami,” ujar Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital, Hasyim Gautama, dilansir pada Jumat, 13 Desember 2024.
Hal ini disampaikan Hasyim Gautama dalam pembukaan acara Peningkatan Kapasitas Penyuluh Informasi Publik Tahun 2024 bertajuk “Judol Gak Bikin Untung, Malah Buntung”. Kegiatan ini berlangsung di Bandung, pada Kamis, 12 Desember 2024.
Selain memberantas judi online, pihaknya fokus pada pinjaman online ilegal yang banyak merugikan masyarakat. Dia menyampaikan perlu ada pendekatan simultan antara penegakan hukum dan edukasi publik.
“Penyuluh Informasi Publik (PIP) sebagai mitra pemerintah memegang peran penting dalam melakukan kampanye stop judi online kepada masyarakat melalui kegiatan rutin penyuluhan tatap muka,” jelas dia.
Hasyim berharap diseminasi informasi yang dilakukan PIP mampu membangun kesadaran kolektif melawan aktivitas judol. Sekaligus, meningkatkan kepekaan melaporkan konten atau aktivitas mencurigakan yang terkait perjudian.
Faktor Maraknya Judol
Staf Ahli Menkomdigi Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Wijaya Kusumawardhana, menegaskan segala pertaruhan yang melibatkan uang dapat dikategorikan judi. Judi online juga merupakan taruhan uang yang berlangsung melalui jaringan internet.
“Pelaku judi online ini mulai dari usia di bawah 10 tahun hingga di atas 60 tahun, jumlahnya sangat marak dan korbannya makin lama makin banyak, inilah yang perlukita cegah dan hindari,” kata dia.
Menurut Wijaya faktor ekonomi, waktu senggang, dan budaya konsumtif menjadi pemicu utama maraknya judi online. “Banyak yang tergiur easy money atau uang yang didapat dengan mudah. Namun mereka lupa justru di awal mereka untung, belakangnya buntung,” tegas dia.
Kerugian dari judi online tidak hanya berupa kerusakan ekonomi, tetapi juga sosial dan kesehatan mental. Wijaya mengimbau masyarakat memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan produktif dan bermanfaat.
“Judi itu bukan hanya mempertaruhkan uang. Tapi mempertaruhkan masa depan diri sendiri, keluarga, dan masa depan anak-anak kita. Pelaku dan bandar judi online bukanlah korban, karena mereka dengan sengaja melakukan judi. Korban sebenarnya adalah keluarga yang kehidupannya bergantung pada pelaku,” ujar dia.
Kendala Pemberantasan Judol
Sementara itu, Kanit 3 Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Immanuel P.L. Tobing, menjelaskan pihaknya sudah sering kali menindak para pelaku perjudian online untuk menekan penggunaannya agar seminim mungkin.
“Kami telah melakukan pemblokiran website dan pemblokiran keuangan atau perbankan terkait penggunaan pelaku perjudian. Serta telah melakukanpenangkapan terhadap para pelaku mulai dari level marketing hingga pengelola,” ujar dia.
Immanuel mengaku salah satu kesulitan dalam memberantas judi online ini karena lokasi operasional bandar berada di negara-negara yang melegalkan perjudian. Misalnya, Malaysia, Thailand, India, Kamboja, Filipina, dan China.
“Para bandar ini ketika melihat pasar Indonesia, mereka sangat tergiur. Terlebih Indonesia itu masyarakatnya sangat suka dengan perjudian, itu lah yang membuat pasar perjudian di Indonesia sangat aktif,” ujar dia.
Dia menegaskan judi online tidak akan pernah memberikan keuntungan besar bagi para pelakunya karena sudah diatur perjudian hanya akan menguntungkan para bandar. Oleh karena itu,masyarakat harus menjauhi aktivitas merugikan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(AGA)