Jakarta: Berwudhu di toilet atau kamar mandi merupakan salah satu kemakruhan. Faktanya tidak semua orang memiliki fasilitas kecukupan yang memadai termasuk membuat tempat wudhu terpisah di rumah.
Kekhawatiran berwudhu di kamar mandi atau toilet yaitu adanya kemungkinan percikan air najis yang mengenai tubuh.
Melansir dari NU Online, kesempurnaan atau keabsahan suatu ibadah bisa tercapai dengan terpenuhinya syarat, rukun, dan kewajiban-kewajiban ibadah tersebut. Oleh karena itu, kemakruhan berwudhu di toilet tidak memengaruhi keabsahan ibadah.
Wudhu di toilet hukumnya makruh
Syekh Amin al-Kurdi, seorang ulama madzab Syafi’i menyatakan bahwa wudhu di dalam toilet termasuk salah satu kemakruhan wudhu.
Artinya: “Adapun hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudhu ada dua belas: boros dalam mengunakan air, mendahulukan anggota kiri daripada kanan, melebihi dari tiga kali basuhan, dan mengurangi jumlah, …. dan berwudhu di dalam toilet.” (Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah: t.t] halaman 146).
Sebagaimana mazhab Syafi’i, mazhab Maliki juga berpendapat bahwa wudhu di toilet yang identik dengan tempat najis juga dihukumi makruh.
Artinya: “Yaitu, bahwa melakukan wudhu di tempat yang najis itu dimakruhkan, karena wudhu adalah bersuci (thaharah), sehingga seharusnya wudhu menyingkir dari tempat najis atau tempat yang kondisi (umumnya) najis, agar tidak terkena percikan dari sesuatu yang menetes dari anggota tubuhnya, sehingga najis menempel padanya.” (Abul Abbas Ahmad As-Shawi al-Maliki, Hasiyah As-Showi alal Syarhil Shaghir [ Darul Ma’arif: t.t] juz I halaman 126).
Namun, bagaimana jika risiko tersebut dapat dihindari, misalnya dengan memastikan bahwa kondisi lantai toilet untuk wudhu itu suci? Bagaimana pula jika toilet itu adalah satu-satunya tempat untuk berwudhu? Apakah hukumnya masih tetap makruh?
Cara wudhu di toilet agar tidak makruh
Berkaitan dengan permasalahan ini, Syekh Athiyah Shaqr (w. 2006) ulama kontemporer yang pernah menjabat sebagai Mufti Darul Ifta Mesir dalam kitabnya Mausu’ah Ahsanil Kalam fil Fatawa wal Ahkam menjelaskan, kemakruhan berwudhu di toilet berlaku jika ada kekhawatiran terkena najis atau terdapat pilihan tempat lain untuk berwudhu. Berikut kutipannya:
Artinya: “Berwudhu dari keran di dalam kamar mandi hukumnya makruh jika seseorang khawatir air wudhunya jatuh ke lantai yang terkena najis, dan dia menemukan tempat lain untuk berwudhu selain kamar mandi tersebut. Namun, jika aman dari najis atau tidak ada tempat lain untuk berwudhu, maka tidak masalah berwudhu di dalam kamar mandi.” (Athiyah Shaqr, Mausu’ah Ahsanil Kalam fil Fatawa wal Ahkam (Kairo, Maktabah Wahbah: 2011), cet. I, juz 3 halaman 60)
Dari penjelasan ini diketahui bahwa berwudhu di kamar mandi atau toilet bisa tidak dihukumi makruh jika tempat tersebut benar-benar bersih dan suci, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran adanya percikan air najis yang mengenai tubuh.
Perlu dipahami bahwa ulama dalam menetapkan suatu hukum, prinsipnya adalah kehati-hatian (ihtiyath). Dalam konteks ini, satu tempat yang menggabungkan macam-macam fasilitas, seperti untuk mandi, mencuci, toilet dan tempat wudhu, umumnya mudah terpapar najis jika tidak ada perhatian lebih terhadap kebersihan dan kesucian tempat tersebut.
Jakarta: Berwudhu di toilet atau kamar mandi merupakan salah satu kemakruhan. Faktanya tidak semua orang memiliki fasilitas kecukupan yang memadai termasuk membuat tempat wudhu terpisah di rumah.
Kekhawatiran berwudhu di kamar mandi atau toilet yaitu adanya kemungkinan percikan air najis yang mengenai tubuh.
Melansir dari NU Online, kesempurnaan atau keabsahan suatu ibadah bisa tercapai dengan terpenuhinya syarat, rukun, dan kewajiban-kewajiban ibadah tersebut. Oleh karena itu, kemakruhan berwudhu di toilet tidak memengaruhi keabsahan ibadah.
Wudhu di toilet hukumnya makruh
Syekh Amin al-Kurdi, seorang ulama madzab Syafi’i menyatakan bahwa wudhu di dalam toilet termasuk salah satu kemakruhan wudhu.
Artinya: “Adapun hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudhu ada dua belas: boros dalam mengunakan air, mendahulukan anggota kiri daripada kanan, melebihi dari tiga kali basuhan, dan mengurangi jumlah, …. dan berwudhu di dalam toilet.” (Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah: t.t] halaman 146).
Sebagaimana mazhab Syafi’i, mazhab Maliki juga berpendapat bahwa wudhu di toilet yang identik dengan tempat najis juga dihukumi makruh.
Artinya: “Yaitu, bahwa melakukan wudhu di tempat yang najis itu dimakruhkan, karena wudhu adalah bersuci (thaharah), sehingga seharusnya wudhu menyingkir dari tempat najis atau tempat yang kondisi (umumnya) najis, agar tidak terkena percikan dari sesuatu yang menetes dari anggota tubuhnya, sehingga najis menempel padanya.” (Abul Abbas Ahmad As-Shawi al-Maliki, Hasiyah As-Showi alal Syarhil Shaghir [ Darul Ma’arif: t.t] juz I halaman 126).
Namun, bagaimana jika risiko tersebut dapat dihindari, misalnya dengan memastikan bahwa kondisi lantai toilet untuk wudhu itu suci? Bagaimana pula jika toilet itu adalah satu-satunya tempat untuk berwudhu? Apakah hukumnya masih tetap makruh?
Cara wudhu di toilet agar tidak makruh
Berkaitan dengan permasalahan ini, Syekh Athiyah Shaqr (w. 2006) ulama kontemporer yang pernah menjabat sebagai Mufti Darul Ifta Mesir dalam kitabnya Mausu’ah Ahsanil Kalam fil Fatawa wal Ahkam menjelaskan, kemakruhan berwudhu di toilet berlaku jika ada kekhawatiran terkena najis atau terdapat pilihan tempat lain untuk berwudhu. Berikut kutipannya:
Artinya: “Berwudhu dari keran di dalam kamar mandi hukumnya makruh jika seseorang khawatir air wudhunya jatuh ke lantai yang terkena najis, dan dia menemukan tempat lain untuk berwudhu selain kamar mandi tersebut. Namun, jika aman dari najis atau tidak ada tempat lain untuk berwudhu, maka tidak masalah berwudhu di dalam kamar mandi.” (Athiyah Shaqr, Mausu’ah Ahsanil Kalam fil Fatawa wal Ahkam (Kairo, Maktabah Wahbah: 2011), cet. I, juz 3 halaman 60)
Dari penjelasan ini diketahui bahwa berwudhu di kamar mandi atau toilet bisa tidak dihukumi makruh jika tempat tersebut benar-benar bersih dan suci, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran adanya percikan air najis yang mengenai tubuh.
Perlu dipahami bahwa ulama dalam menetapkan suatu hukum, prinsipnya adalah kehati-hatian (ihtiyath). Dalam konteks ini, satu tempat yang menggabungkan macam-macam fasilitas, seperti untuk mandi, mencuci, toilet dan tempat wudhu, umumnya mudah terpapar najis jika tidak ada perhatian lebih terhadap kebersihan dan kesucian tempat tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(PRI)