Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) berencana memerintahkan penghapusan phenylephrine dari semua obat batuk, pilek, dan asma.
Bahan kimia tersebut dihapus bukan karena berbahaya bagi konsumen. Alasan FDA meminta phenylephrine berhenti digunakan adalah karena bahan kimia tersebut tidak ada khasiatnya, alias berefek placebo.
Phenylephrine diperkirakan ada di 4 dari 5 obat “hidung tersumbat” yang dikonsumsi secara oral di Amerika Serikat.
Peneliti sudah menyarankan kandungan phenylephrine dihapus dari obat yang dikonsumsi secara oral selama 20 tahun terakhir.
“Berdasarkan tinjauan kami atas data yang ada, konsisten dengan saran dewan penasihat, kami mengambil langkah berikutnya untuk menghapus phenylephrine oral, karena tidak efektif sebagai obat hidung tersumbat,” kata Patrizia Cavazzoni, direktur Center for Drug Evaluation and Research (CDER).
Menurut Science Alert, phenylephrine baru digunakan di dalam obat flu dan pilek setelah pembatasan penggunaan pseudoephedrine.
Sebelum 2006, pseudoephedrine adalah bahan baku utama untuk obat hidung tersumbat. Namun pada awal 2000, pemerintah AS mewajibkan semua negara bagian mengatur ketat penjualan obat mengandung pseudoephedrine karena berpotensi digunakan untuk produksi narkotika jenis methamphetamine.
Setelah itu, obat mengandung pseudoephedrine hanya bisa dijual terbatas. Produsen pun mengambil langkah mengganti pseudoephedrine dengan phenylephrine.
Permasalahannya, penelitian menemukan bahwa phenylephrine tidak punya khasiat mengurangi gejala hidung tersumbat jika dikonsumsi secara oral. Bahkan, obat masih tidak efektif setelah peneliti menguji coba dosis empat kali lipat.
Penelitian menunjukkan bahwa phenylephrine yang dikonsumsi lewat mulut “larut tak bersisa” di dalam perut sehingga tidak mencapai “hidung.” Oleh karena itu, phenylephrine masih bisa digunakan untuk obat tetes mata dan yang disemprot ke hidung.
(dem/dem)