Banjir Sumatra: Cerita Paino Warga Sukajadi Saat Banjir di Aceh Tamiang

Banjir Sumatra: Cerita Paino Warga Sukajadi Saat Banjir di Aceh Tamiang

Bisnis.com, ACEH TAMIANG — Banjir besar yang melanda Desa Sukajadi, Kecamatan Karangbaru, Kabupaten Aceh Tamiang, menyisakan kisah-kisah perjuangan warga untuk bertahan hidup di tengah krisis kebutuhan dasar.

Paino, 55 tahun, salah satu warga terdampak, menceritakan kondisi yang dia alami sepanjang musibah tersebut saat ditemui pada Kamis (11/12/2025).

Menurut Paino, akses terhadap listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan komunikasi masih jauh dari normal. Meski begitu, beberapa bentuk bantuan yang datang secara tidak terduga sempat meringankan beban warga.

Paino menjelaskan bahwa pasokan air masih tersedia selama banjir, sementara aliran listrik mulai pulih secara bertahap. Dia juga menceritakan bahwa pada awal bencana, sekelompok warga asal Binjai yang sempat terdampar di desa itu menerima bantuan makanan dari warga.

“Kami dibantu sama China-china Binjai kemarin itu mereka kan terdampar di tempat kami dan mereka lapar dan kami kasih makan. Kemudian mereka pulang dan balas budi dibawanya bantuan tiga motor dan dibantu juga kami mesin genset 2 buah. Itu sudah seminggu lewat mulai ada listrik sebelum ada donasi-donasi,” ujar Paino.

Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa akses sinyal telepon seluler masih belum stabil.

Sementara itu, BBM menjadi komoditas paling sulit didapat. Stasiun pengisian maupun kios pengecer belum dapat beroperasi karena seluruhnya terendam banjir. Kondisi ini memicu lonjakan harga yang signifikan.

“BBM masih sulit juga karena belum ada yang buka masih tenggelam semua,” jelas Paino. “Harga BBM di sini sekitar Rp20.000—Rp25.000 untuk eceran ya, digede-gedein,” katanya

Di tengah krisis tersebut, warga juga dihadapkan pada situasi tragis. Paino mengungkapkan adanya bayi yang lahir saat banjir terjadi tetapi kemudian meninggal dan telah dimakamkan.

“Ada bayi baru lahir saat banjir itu, tetapi sudah dikebumikan,” tuturnya.

Tiga hari pertama pasca banjir disebut Paino sebagai masa paling berat. Keterbatasan makanan hampir membuat warga kehilangan harapan.

Dia menyebut keberadaan jembatan baru yang lebih tinggi serta hujan yang berhenti pada malam hari sebagai faktor penyelamat.

“Tiga hari pertama itu kami yang tidak makan, untung ada jembatan baru dan agak tinggi dan malam berhenti hujan. Kalau tidak ya Wallahu alam kami bisa selamat,” tandas Paino.