Di Vietnam, sejumlah usaha kecil di sektor fesyen, makanan, dan minuman telah mulai memanfaatkan chatbot untuk menangani pertanyaan dan pesanan pelanggan, ujar Parida. Namun ia menekankan, “Segala bentuk penerapan di luar fungsi dasar itu biasanya memerlukan biaya yang jauh lebih besar.”
Perusahaan besar mungkin memiliki sumber daya untuk menyewa pengembang perangkat lunak guna membangun sistem AI yang disesuaikan, tetapi kemewahan ini sulit dijangkau oleh pelaku usaha kecil. Bahkan bagi perusahaan yang mampu mengintegrasikan AI secara mandiri, biayanya tetap tidak sedikit. Lita Global, misalnya, mengalokasikan sekitar USD 2.000 per atau sekitar Rp 32 Juta perbulan (estimasi kurs Rp 16.300 per USD) untuk penggunaan AI yang mencakup pembelian token antarmuka pemrograman aplikasi (API) dari OpenAI, yang memungkinkan mereka membangun aplikasi berbasis AI tanpa harus membuat model dari nol.
Namun, seiring perkembangan teknologi, biaya penggunaan AI diperkirakan akan semakin terjangkau. Lembaga riset Gartner memperkirakan bahwa pada tahun 2027, harga rata-rata API untuk AI generatif akan turun hingga kurang dari 1% dibandingkan harga saat ini. Tren ini membuka peluang lebih besar bagi bisnis kecil untuk mengadopsi AI secara lebih luas dalam
Di negara berkembang seperti kawasan Asia Tenggara, biaya tenaga kerja yang relatif rendah sering kali membuat perusahaan kurang terdorong untuk mengadopsi teknologi demi efisiensi. Namun, menurut Jochen Wirtz dari NUS Business School, penerapan teknologi termasuk AI tetap dapat memberikan hasil yang jauh lebih optimal bagi praktik bisnis yang sudah ada.
Wirtz memberi contoh kasus tentang layanan e-hailing yang kini banyak digunakan wisatawan untuk menghindari risiko penipuan oleh sopir taksi. Berkat sistem estimasi tarif yang transparan. AI, kata Wirtz, adalah salah satu bentuk teknologi yang bisa membawa manfaat serupa.
Meski demikian, semangat untuk mengadopsi AI tetap tinggi, terutama di negara seperti Vietnam, yang memiliki populasi wirausahawan muda dan melek digital. “Anak-anak muda saat ini sangat lapar,” ujar Soumik Parida dari RMIT Vietnam menandakan tingginya antusiasme generasi baru dalam memanfaatkan teknologi untuk mendorong pertumbuhan bisnis.
Reporter: Linda Maulina Khairunnisa
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4566837/original/045785900_1694070287-robot-handshake-human-background-futuristic-digital-age.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)