Bagaimana Islam Memandang Tradisi Mudik Lebaran? Ini Penjelasannya!

Bagaimana Islam Memandang Tradisi Mudik Lebaran? Ini Penjelasannya!

Jakarta, Beritasatu.com – Tradisi mudik Lebaran telah menjadi sebuah tradisi umat muslim di Indonesia setelah merayakan puasa Ramadan satu bulan penuh lamannya.

Namun ternyata, mudik bukan sekadar tradisi, tetapi juga momentum penting dalam mempererat silaturahmi dan memperkuat nilai kekeluargaan. Lantas, bagaimana sebenarnya Islam memandang tradisi mudik Lebaran ini?

Tradisi Mudik Lebaran di Indonesia

Mudik berasal dari kata “udik” yang berarti kampung, dan secara harfiah berarti pulang ke kampung halaman. Tradisi ini telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, di mana para petani kembali ke kampung untuk berkumpul dengan keluarga dan membersihkan makam leluhur.

Seiring waktu, istilah mudik semakin identik dengan perayaan Idulfitri, terutama sejak tahun 1970-an ketika banyak perantau memanfaatkan cuti panjang untuk pulang ke kampung halaman.

Mudik menjadi simbol kekerabatan dan solidaritas sosial, di mana anggota keluarga yang tinggal jauh dapat berkumpul kembali. Selain itu, mudik juga mencerminkan identitas budaya Indonesia yang kaya. Ini adalah waktu untuk merayakan tradisi lokal, termasuk makanan khas dan adat istiadat yang unik di setiap daerah.

Tradisi Mudik Lebaran Menurut Pandangan Islam

Mudik pada dasarnya adalah bentuk nyata dari anjuran Islam untuk menjaga hubungan baik dengan keluarga, kerabat, dan saudara.

Allah Swt memerintahkan umat-Nya untuk menjalin silaturahmi sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadis. Rasulullah saw bersabda:

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: Dari Ibnu Syihab, ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa ingin dilapangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali silaturahmi” (HR Bukhari).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memberikan pandangan mengenai hukum mudik dalam konteks ajaran Islam. Wakil Dewan Pertimbangan MUI, Zainut Tauhid Sa’adi, menjelaskan bahwa mudik lebaran termasuk dalam kategori ibadah ghairu mahdhah, yaitu ibadah yang tidak diatur secara spesifik dalam Al-Qur’an maupun hadis.

Meskipun demikian, jika dilaksanakan dengan niat ikhlas untuk membangun silaturahmi dan kebaikan, mudik dapat mendatangkan pahala. Ia menekankan pentingnya niat dalam melaksanakan mudik, jika niatnya baik, maka mudik akan membawa manfaat dan pahala.

Dengan demikian, meskipun mudik Lebaran bukan ibadah mahdhah, tradisi ini tetap sejalan dengan prinsip-prinsip Islam selama dilakukan dengan niat baik dan sesuai ajaran agama.