Bagaimana Hukumnya Mampu tetapi Tidak Berkurban? Simak Penjelasannya!

Bagaimana Hukumnya Mampu tetapi Tidak Berkurban? Simak Penjelasannya!

Jakarta, Beritasatu.com – Menjelang Iduladha, ibadah kurban menjadi perhatian utama umat Islam. Banyak yang berlomba-lomba menyembelih hewan kurban sebagai bentuk ketakwaan. Namun, meski kurban sangat dianjurkan bagi yang mampu secara finansial, tidak semua melaksanakannya.

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum berkurban. Mayoritas ulama dari mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali menyatakan bahwa kurban bersifat sunah.

Artinya, pelaksanaan kurban akan mendapat pahala, tetapi tidak berdosa jika ditinggalkan. Pandangan ini didasarkan pada sejumlah hadis, seperti sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:

ثَلَاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّعٌ اَلْوِتْرُ وَالنَّحَرُ وَصَلَاةُ الضُّحَى

Artinya: “Tiga hal yang wajib bagiku, sunah bagi kalian yaitu salat witir, kurban, dan salat duha” (HR Ahmad dan al-Hakim).

Hadis lain dari Imam al-Tirmidzi menyebutkan:

أُمِرْتُ بِالنَّحَرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ

Artinya: “Aku diperintahkan berkurban, dan hal tersebut sunah bagi kalian” (HR al-Tirmidzi).

Sementara dalam riwayat Ummu Salamah, Nabi bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِيْ الْحِجَّةِ  وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعَرِهِ وَأظْفَارِهِ

Artinya: “Bila kalian melihat hilal Zulhijah dan salah seorang dari kalian menghendaki berkurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (untuk tidak dipotong)” (HR Muslim dan lainnya).

Hadis ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kurban diserahkan pada kehendak individu, yang mengindikasikan bahwa kurban tidak bersifat wajib.

Pandangan Mayoritas Ulama: Sunah Muakkadah

Mayoritas ulama dari mazhab Syafii, Maliki, dan Hanbali menyatakan bahwa kurban adalah sunah muakkadah, yakni ibadah yang sangat dianjurkan, namun tidak wajib. Berdasarkan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, beliau bersabda:

أُمِرْتُ بِالنَّحَرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ

Artinya: “Aku diperintahkan berkurban, dan hal tersebut sunah bagi kalian” (HR al-Tirmidzi)”.

Meski tidak berdosa, meninggalkan kurban bagi yang mampu dianggap makruh karena menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap syiar Islam. Bahkan, sebagian ulama menilai kurban lebih utama dibanding sedekah sunah biasa.

Mazhab Hanafi: Wajib Bagi yang Mampu

Berbeda dari mayoritas, mazhab Hanafi berpendapat bahwa kurban wajib bagi yang mampu secara finansial, kecuali mereka yang sedang berhaji di Mina. Pandangan ini mengacu pada hadis riwayat al-Baihaqi:

مَنْ وَجَدَ سَعَةً لِأَنْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَحْضُرْ مُصَلَّانَا

Artinya: “Barang siapa mampu berkurban tapi tidak melakukannya, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami” (HR Baihaqi).

Meski begitu, banyak ahli hadis menganggap hadis tersebut lemah, dan lebih tepat dipahami sebagai bentuk penekanan anjuran, bukan kewajiban mutlak.

Walaupun tidak wajib menurut mayoritas ulama, kurban adalah ibadah yang sangat dianjurkan, terutama bagi yang mampu. Kurban bukan hanya ritual penyembelihan hewan, tetapi juga simbol kepedulian sosial dan bentuk ketaatan kepada Allah Swt.