Sejak awal penciptaan Bapak Manusia pertama, para malaikat merasa khawatir terhadap kerusakan Bumi yang diperbuat oleh umat Manusia. (QS. Al-Baqarah: 30).
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Namun, Allah Taala memiliki pengetahuan bahwa kerusakan di Bumi yang dilakukan oleh umat manusia dapat mereka atasi dengan mendayagunakan akal dan hati nuraninya. Allah Taala juga membekali manusia dengan isyarat dan petunjuk berupa Al-Qur’an, agar dapat memanfaatkan Bumi dan menggunakannya dengan bijak.
Kini, saatnya kita menyadari bahwa bumi telah mengalami krisis akut, yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem darat dan laut kita. Krisis iklim yang terjadi saat ini merupakan akibat dari sikap manusia yang tidak mempertimbangkan ayat kawniyah Allah sebagai cara untuk mengepresikan agama yang bernafaskan kesadaran spiritual-ekologis, sebagaimana surah Al-A’raf ayat (31).
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَࣖ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Berdasarkan ayat tersebut dapat dirumuskan bahwa krisis iklim dan kerusakan bumi disebabkan adanya sikap berlebih-berlebihan (israf) dalam menggunakan sumber daya Alam.
Sikap israf atau berlebih-lebihan dapat dipahami sebagai sikap berlebihan dan melampaui batas. Dalam Mu’jam al-Arabi, Israf juga diartikan sebagai sikap lalai, kebodohan dan keteledoran. Dalam berbagai jurnal, Israf juga dipahami sebagai sikap boros.
Allah Taala juga menyebut Fir’aun sebagai musrifuun (Yunus: 83) yang berarti melampaui batas dan berbuat kerusakan. Menurut al-Biqa’i, sikap israf merupakan sikap yang dapat membawa kerusakan bagi orang banyak. (Al-Biqa’i: 208)
Ibnu ‘Ashur mendefinisikan sikap Israf sebagai perilaku boros yang tercela karena berdampak buruk bagi Masyarakat luas. Sikap yang biasanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dan relasi kuasa. Sikap israf sangat berbahaya jika diabaikan, khususnya bagi keberlangsungan aneka ragam hayati dan biotalaut.
Sikap israf juga dapat mengancam jiwa diri sendiri dan orang lain. Misalnya, mengonsumsi makanan secara berlebihan, penambangan yang berlebihan dan lainnya.
Tuntunan Al-Qur’an dalam Menjaga Bumi
Al-Qur’an mengecam dengan tegas sifat israf karena akan mendatangkan kemudaratan. Al-Qur’an menyebut kata israf sebanyak 23 kali, sebagai bukti bahwa sikap ini sangat berbahaya bagi tatanan sosial maupun keberlangsungan hidup umat manusia. Krisis lingkungan yang melanda bumi ini juga disebabkan adanya sikap Israf.
Jika kita tidak membangun kesadaran ekologis dengan bersikap apatis dan berlagak sebagaimana orang bodoh dalam penggunaan plastik maka kita juga telah menderita sifat israf. Untuk mencegah sikap israf, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan:
1. Hemat Energi
Hemat energi dapat menjadi Langkah awal yang dapat kita lakukan untuk meminimalisir sikap israf. Matikan semua perangkat elektronik saat tidak digunakan dan memilih perangkat elektronik yang hemat energi. Gunakan transportasi umum atau bersepeda untuk mengurangi penggunaan bahan bakar.
Bahan bakar merupakan hasil tambang yang diperoleh dengan cara melakukan ekskavasi secara berlebihan. Banyak tambang di Indonesia, yang tidak memperhatikan Amdal yang berlaku dan hanya bertujuan meraup keuntungan industri, tanpa memperhatikan keberlangsungan hidup manusia dan keanekaragaman hayati yang hidup didalamnya. Karena sering kali tambang dibuka dekat dengan lingkungan masyarakat.
Dengan adanya tambang yang diekskavasi secara berlebihan, akan merusak sumber air, kualitas tanah yang dampaknya bukan saja lingkungan, namun juga ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan mereka. Hal ini perlu menjadi kesadaran bersama, bahwa energi yang kita nikmati setiap hari telah mendatangkan petaka bagi bumi dan masyarakat yang dekat dengan area tambang.
2. Rencanakan Menu Makanan
Rencanakan menu makanan dengan baik, beli bahan makanan sesuai kebutuhan, dan olah makanan yang mendekati tanggal kedaluwarsa. Sisa makanan dapat diolah kembali atau dibagikan kepada yang membutuhkan. Karena sisa makanan dapat mengeluarkan gas metana, yaitu gas yang lebih berbahaya dari karbondioksida.
Berdasarkan data The Economic Intelligence Unit, Indonesia dapat menghasilkan sampah makanan terbesar kedua di dunia pada tahun 2021. (Yudhistira, 2023)
Dengan merencanakan menu dan takaran makanan, maka akan menekan karbon makanan dari rumah. Sehingga dapat juga menekan pencemaran lingkungan dan gas rumah kaca, sehingga Bumi tidak terlalu berat menanggung rasa sakit yang telah lama dideritanya. Rasulullah SAW merupakan teladan terbaik dalam merencanakan dan menekan sampah karbon bekas makanan.
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
“Tidak ada wadah yang lebih buruk yang dipenuhi oleh manusia selain perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya. Namun jika ia harus makan lebih banyak, maka hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Hakim).
Secara prinsip dapat dipahami, bahwa Rasulullah merencanakan jumlah makanan yang masuk dalam tubuhnya. Agar terjaga kesehatan dan kekuatan beliau dalam berdakwah dan memimpin negara. Rasulullah SAW juga memberikan peringatan, bahwa jumlah takaran makanan harus direncanakan sejak awal, agar tidak terjadi mubazir yang mengakibatkan pencemaran bagi lingkungan.
3. Bijaksana dalam Penggunaan Air
Al-Qur’an banyak menekankan pentingnya air bagi kehidupan. Salah satunya terdapat dalam Q.S. An-Nahl ayat (10).
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لَّكُمْ مِّنْهُ شَرَابٌ وَّمِنْهُ شَجَرٌ فِيْهِ تُسِيْمُوْنَ
“Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya kamu menggembalakan ternakmu.”
Pada satu ayat ini saja, Allah telah menyinggung peranan air secara mendasar bagi manusia. Dengan demikian, manusia harus terlibat secara aktif menjaga kualitas air dan bijak dalam menggunakannya.
Kita dapat memulai dengan memperbaiki segera pipa yang bocor, membuka keran air tidak terlalu kencang sehingga banyak air yang terbuang. Serta menampung air Ketika hujan, sebagai cara untuk menyiram tanaman, memberi makan hewan dan sebagainya. Jika manusia bijaksana dalam menggunakan air, maka kita juga hakikatnya terlibat aktif dalam menjaga bumi kita.
4. Kurangi Penggunaan Plastik
Meskipun plastik sekali pakai tampak ringkas dan modern, namun faktanya plastik dapat merusak dan mengancam keanekaragaman hayati, udara, air dan tanah. Rasulullah SAW, telah memberikan petunjuk bagi kita, agar tidak menggunakan wadah yang dapat berbahaya bagi tubuh kita, seperti plastik.
Namun, karena belum adanya plastik di masa itu, Rasulullah melarang kita untuk minum atau menggunakan air yang dipanaskan oleh sinar matahari yang diletakkan di dalam wadah. Sebagaimana hadis beliau:
“Rasulullah SAW melarang minum air dari bejana yang dipanaskan oleh matahari karena bisa menyebabkan penyakit kusta.” (HR. Al-Baihaqi)
Hadis ini menunjukkan perhatian Rasulullah SAW terhadap kesehatan dan keselamatan umatnya. Pemanasan bejana oleh matahari dapat menyebabkan reaksi kimia yang berbahaya, terutama pada bejana yang terbuat dari bahan tertentu seperti plastik atau logam.
Bejana plastik yang terkena panas matahari dapat melepaskan bahan kimia berbahaya seperti BPA (bisphenol A) dan ftalat. Bahan kimia ini dapat meresap ke dalam makanan atau minuman yang disimpan dalam wadah plastik tersebut, yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan hormon dan risiko penyakit kronis.
Panas di sini bukan hanya panas yang terkena sinar matahari langsung, namun juga terhadap makanan panas yang diletakkan pada wadah plastik seperti halnya styrofoam, plastik sekali pakai dan lainnya.
Penting, untuk mewaspadai dan memperhatikan serta menyadari pentingnya meminimalisir sekecil mungkin penggunaan plastik. Agar tubuh kita sehat, pencemaran lingkungan dan krisis iklim dapat ditekan. Penting sekali, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menerapkan aturan secara tepat tentang penggunaan plastik bagi pelaku usaha dan masyarakat.
5. Kelola sampah
Mengelola sampah merupakan bentuk tanggung jawab kita sebagai manusia yang diberikan Allah mandat sebagai pengelola bumi. Allah Taala bahkan menyebut orang-orang yang tidak mengelola Bumi dan memperhatikan kebesaran Allah sebagai orang yang kufur terhadap nikmatnya. Sebagaimana firmannya dalam surat Al-Shad ayat (27-28).
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاۤءَ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًاۗ ذٰلِكَ ظَنُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنَ النَّارِۗ * اَمْ نَجْعَلُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ كَالْمُفْسِدِيْنَ فِى الْاَرْضِۖ اَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِيْنَ كَالْفُجَّارِ
“Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya secara sia-sia. Itulah anggapan orang-orang yang kufur. Maka, celakalah orang-orang yang kufur karena (mereka akan masuk) neraka. Apakah (pantas) Kami menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi? Pantaskah Kami menjadikan orang-orang yang bertakwa sama dengan para pendurhaka?”
Mengelola sampah dapat dimulai dari rumah dengan memisahkan sampah rumah tangga terbagi menjadi tiga sampah. Sampah organik, seperti kulit sayur dan buah. Sampah bekas makanan, sampah bekas makanan dapat diberikan kepada hewan peliharaan seperti ayam, bebek dan lainnya.
Sampah plastik recycle. Usahakan gunakan plastik yang dapat di-recycle dan setorkan kepada bank sampah atau tukang loak. Untuk sampah plastik yang tidak bisa di-recycle, sampai hari ini belum mendapatkan solusi pengelolaan yang ramah lingkungan, kecuali pabrik yang memproduksinya mampu mengolahnya kembali.
*Penulis adalah mahasiswi Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)
