Awalnya untuk Selamatkan Jiwasraya, Kini Saving Plan Malah Berkasus Korupsi Nasional 7 Oktober 2025

Awalnya untuk Selamatkan Jiwasraya, Kini Saving Plan Malah Berkasus Korupsi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Oktober 2025

Awalnya untuk Selamatkan Jiwasraya, Kini Saving Plan Malah Berkasus Korupsi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Kepala Sub Bagian Analisis Penyelenggara Musyawarah II Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), Raja Monang PSPH Munthe mengatakan, produk
saving plan
diterbitkan PT Asuransi Jiwasraya (AJS) menggantikan produk yang sudah merugi.
Hal ini Monang sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan investasi Jiwasraya tahun 2008-2018 untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata.
“Jadi, pada waktu itu kita menganggap bahwa produk
saving plan
ini bisa menjadi produk untuk menggantikan produk-produk yang merugikan dari Jiwasraya,” ujar Monang dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).
Monang mengatakan, pada tahun 2008 lalu, PT AJS dan beberapa perusahaan asuransi terdampak krisis moneter.
Produk-produk yang mereka miliki saat itu tidak dapat menghasilkan keuntungan karena bunga yang ditawarkan terlalu tinggi.
“Produk-produk lama yang
price
-nya masih menggunakan tingkat bunga yang cukup tinggi, yang tingkat investasinya belum terkejar,” imbuhnya.
Monang menjelaskan, sebelum krisis moneter terjadi, produk asuransi memberikan bunga sebesar 10 persen. Angka ini diambil dengan referensi bunga deposito yang berjalan pada masa itu.
Ketika krisis moneter terjadi, bunga deposito mengalami penurunan. Sementara, produk asuransi yang ditawarkan masih menggunakan bunga 10 persen.
Menghadapi perubahan ini, perusahaan asuransi, termasuk PT AJS juga perlu melakukan penyesuaian dan restrukturisasi portofolio.
Monang mengatakan, pada saat itu, banyak perusahaan asuransi mengeluarkan produk
saving plan
karena bunga per tahunnya berpeluang untuk direvisi, tidak perlu menunggu satu dekade.
Karakteristik produk 
saving plan
ini dinilai lebih menguntungkan daripada model asuransi jiwa yang lain,
endowment
misalnya.
“Kalau itu produk
endowment
biasa, dia (produk) sudah menjanjikan 10 persen dan periode polis 10 tahun. Yang (bunga) 10 persen ini harus dipertahankan selama 10 tahun,” imbuhnya.

PT AJS juga menerbitkan produk
saving plan
dengan tujuan yang sama, yaitu menyelamatkan perusahaan.
Namun, dalam perjalanannya, produk saving plan ini justru menjadi jalan masuk bagi para koruptor yang ikut menjerat Isa.
Pada kasus ini, Isa didakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 90 miliar.
Angka kerugian keuangan negara ini merupakan uang yang diterima dua perusahaan reasuransi untuk membuat kondisi PT Asuransi Jiwasraya seolah-oleh sehat atau solvent.
Perbuatan melawan hukum ini terjadi saat Isa masih menjadi Kepala Biro Perasuransian pada Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan).
Pengerjaan reasuransi ini dilakukan oleh dua perusahaan asing. Masing-masing mendapatkan pembayaran berbeda sesuai proyek yang dikerjakan.

Reasurance fund
yang dibayarkan ke Provident Capital Indemnity yang dibayarkan pada tanggal 12 Mei 2010 dengan jumlah Rp 50 miliar,” kata Jaksa.
Kemudian, PT AJS juga membayar jasa reasuransi kepada Best Meridien Insurance Company dengan dua kali pembayaran, yaitu tanggal 12 Mei 2012 dengan jumlah Rp 24 miliar dan tanggal 25 Januari 2013 dengan jumlah Rp 16 miliar.
Jaksa mengatakan, reasuransi yang disetujui oleh Isa ini hanya formalitas dan tidak memiliki substansi ekonomi. Pasalnya, PT AJS masih menanggung sejumlah resiko bisnis.
“Tapi, secara akuntansi mengakui seolah-olah resiko sudah dialihkan dan pendapatan dari asuransi,” jelas jaksa.
Selain menyetujui soal rencana reasuransi, Isa juga menyetujui beberapa produk saving plan yang justru membebani PT AJS dengan suku bunga yang tinggi.
Produk-produk
saving plan
ini pada akhirnya tidak memberikan hasil yang menguntungkan dan justru menimbulkan utang, per 31 Desember 2019, senilai Rp 12,2 triliun.
Jaksa menjelaskan, persetujuan yang diberikan Isa ini masih satu rangkaian dari kasus korupsi Jiwasraya yang menjerat Benny Tjokrosaputro dan kawan-kawan.
Pokok permasalahan dalam kasus yang menjerat Benny Tjokro adalah soal investasi reksadana yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan bagi negara.
Kasus itu justru menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 16,8 triliun.
Dalam kasus ini, Isa didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.