Author: Detik.com

  • Aksi Kerusuhan Hantui Bangladesh Jelang Pemilu

    Aksi Kerusuhan Hantui Bangladesh Jelang Pemilu

    Dhaka

    Ketegangan meningkat di Bangladesh setelah dua aktivis oposisi terbunuh, Selasa (31/10) di tengah meluasnya protes anti-pemerintah dalam beberapa hari terakhir.

    Polisi mengatakan, bentrokan terjadi di berbagai kota, ketika simpatisan oposisi dari Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) dan Jamaat-e-Islami, partai Islam terbesar di Bangladesh, menuntut Perdana Menteri Sheikh Hasina agar mundur dan menyerahkan kekuasaanya kepada pejabat sementara, menjelang pemilihan legislatif pada akhir Januari mendatang. Tuntutan tersebut digaungkan dengan alasan demi menjamin netralitas negara selama pemilu.

    Dalam aksinya, para demonstran membakar kendaraan, memblokir jalan dan terlibat dalam bentrokan dengan pasukan keamanan. Polisi melaporkan, para demonstran melemparkan bom molotov dan melempari petugas dengan batu. Pendukung partai pemerintah, Liga Awami, juga terlibat bentrokan melawan para pengunjuk rasa, lapor media-media lokal.

    Partai oposisi terbesar, BNP, mengatakan puluhan kader dan simpatisan partai tewas tertembak dan menuduh polisi menangkap hampir 2.300 anggotanya sejak protes besar-besaran pecah tanggal 28 Oktober lalu.

    Kepolisian mengaku melakukan penangkapan, antara lain dengan tujuan menyelidiki kasus kematian seorang polisi dalam aksi protes, Sabtu (28/10) pekan lalu.

    Bagaimana reaksi komunitas internasional?

    Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) Selasa (31/10) mengeluarkan pernyataan keprihatinan atas perkembangan terakhir di Bangladesh.

    Duta Besar Amerika Serikat Peter Haas meminta semua pihak untuk menggiatkan dialog agar menjamin “pemilihan umum yang bebas, adil dan damai,” tulis harian berbahasa Inggris, Dhaka Tribune.

    PM Hasina menolak seruan serahkan jabatan

    PM Hasina sedang mengincar masa jabatan keempat dan telah berulang kali menolak ide penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan sementara. Dia juga menuduh BNP melakukan “terorisme dan premanisme.”

    “Pemilu akan terjadi seperti yang terjadi di negara-negara lain seperti Kanada dan India… seperti yang terjadi pada tahun 2018 di Bangladesh,” katanya dalam konferensi pers pada hari Selasa, seperti dilaporkan kantor berita Reuters.

    “Pekerjaan rutin pemerintah tidak akan berhenti,” tukasnya.

    Michael Kugelman, pakar Asia Selatan di Woodrow Wilson International Center for Scholars di Washington, menilai ketegangan di Bangladesh menjadi kekhawatiran bagi komunitas internasional.

    “Instabilitas politik yang meningkat pesat – meningkatnya protes yang diikuti dengan penangkapan dan bertambahnya amarah serta ancaman protes yang lebih besar – tidak meredakan kekhawatiran komunitas internasional.”

    Ali Riaz, profesor ilmu politik di Illinois State University, punya pandangan serupa. “Mengingat kesenjangan antara oposisi dan pemerintah yang semakin besar dan meningkatnya kekerasan yang berpotensi mengganggu stabilitas dan perekonomian yang sudah rapuh, komunitas internasional harus mengambil peran proaktif,” kata Riaz kepada DW.

    Hasina rombak sistem pemilu

    Partai Liga Awami yang dipimpin Hasina dituduh melakukan kecurangan dalam dua pemilu terakhir pada tahun 2014 dan 2018. Selama hampir 15 tahun berkuasa sejak 2009 dia giat mengkriminalisasi ribuan aktivis oposisi .

    Ragam kejanggalan pada penyelenggaraan pemilu 2014 dan 2018 mendorong partai-partai oposisi menuntut netralitas negara dalam pemilihan Januari mendatang.

    Hingga tahun 2011, Bangladesh sejatinya mempunyai sistem “pemerintahan transisional” yang didesain untuk mencegah partai berkuasa melakukan manipulasi dan pelanggaran pemilu.

    Di bawah sistem tersebut, pemerintahan sementara, yang terdiri dari perwakilan masyarakat sipil, akan mengambil alih pengelolaan lembaga-lembaga negara selama tiga bulan dan menyelenggarakan pemilu.

    Pemerintahan transisi di Bangladesh pernah menyelenggarakan tiga pemilu pada tahun 1996, 2001, dan 2008. Pemilu-pemilu tersebut dianggap bebas, adil, dan inklusif oleh para pengamat domestik dan internasional.

    Namun Liga Awami menganulir sistem tersebut pada tahun 2011, melalui keputusan Mahkamah Agung pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut melanggar prinsip demokrasi perwakilan.

    “Hambatan utama untuk menyelenggarakan pemilu yang bebas, adil, dan inklusif adalah tidak adanya ketentuan untuk memiliki pemerintahan yang netral selama masa pemilu; sampai ada cara untuk mengatasi masalah ini, saya rasa pemilu yang adil tidak mungkin terjadi,” pungkas Riaz.

    rzn/as

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menhan-Menkeu Israel Cekcok Soal Pendapatan Pajak Otoritas Palestina

    Menhan-Menkeu Israel Cekcok Soal Pendapatan Pajak Otoritas Palestina

    Smotrich yang dinaungi partai nasionalis religius garis keras dan mendapat dukungan kuat dari kalangan pemukim Yahudi di Tepi Barat tersebut, merespons seruan Gallant dengan menyebutnya membuat ‘kesalahan serius’ dengan menuntut pencairan dana itu.

    Smotrich juga menegaskan dirinya tetap menentang pembayaran dana pendapatan pajak terhadap Otoritas Palestina, yang akan digunakan untuk membayar gaji sektor publik dan pengeluaran pemerintah lainnya. Dia bahkan menuduh warga Palestina di Tepi Barat mendukung serangan Hamas terhadap Israel awal bulan ini.

    “Saya tidak berniat membiarkan Negara Israel membiayai musuh-musuh kita di Yudea dan Samaria yang mendukung terorisme Hamas dan mendanai teroris 7/10 yang membunuh dan membantai kita,” sebutnya.

    Kedua menteri itu sempat terlibat perselisihan pada awal tahun ini, ketika Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu memecat Gallant karena penolakannya terhadap rencana pemerintah Israel merombak sistem peradilan, sebelum membatalkan keputusan itu usai ditentang publik secara besar-besaran.

    Sementara itu, diketahui bahwa pendapatan pajak, atau yang disebut sebagai maqasa oleh Palestina dan Israel, dikumpulkan oleh pemerintah Israel atas nama Otoritas Palestina atas impor dan ekspor Palestina. Israel, sebagai imbalannya, mendapatkan komisi sebesar 3 persen dari jumlah pendapatan yang dikumpulkan.

    Pendapatan pajak yang dikumpulkan itu diperkirakan mencapai sekitar US$ 188 juta setiap bulan, dan menjadi sumber pendapatan utama bagi Otoritas Palestina.

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Presiden Jerman Minta Maaf Atas Kejahatan Kolonial di Tanzania

    Presiden Jerman Minta Maaf Atas Kejahatan Kolonial di Tanzania

    Berlin

    Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier pada hari Rabu (01/11/2023) meminta pengampunan atas kejahatan yang dilakukan selama masa pemerintahan kolonial di Tanzania.

    “Saya ingin meminta maaf atas apa yang telah dilakukan oleh orang Jerman terhadap nenek moyang Anda di sini,” kata Steinmeier dalam kunjungannya ke Museum Maji Maji di kota Songea, Tanzania selatan. Tanzania merupakan bagian dari wilayah jajahan Jerman di Afrika Timur.

    “Saya ingin meyakinkan Anda bahwa kami orang Jerman akan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab yang membuat Anda tidak merasa tenang,” tambahnya.

    Untuk apa Steinmeier meminta maaf?

    Para ahli memperkirakan antara 200.000 hingga 300.000 anggota penduduk asli Tanzania dibunuh selama Pemberontakan Maji Maji antara tahun 1905 dan 1907.

    Ini dianggap sebagai salah satu pemberontakan paling berdarah dalam sejarah kolonial, militer Jerman berpartisipasi dalam penghancuran ladang dan desa secara sistematis.

    Berbicara tentang “rasa malu” yang dirasakan terhadap peristiwa tersebut, Steinmeier mengatakan bahwa Jerman siap untuk bekerja sama dengan Tanzania untuk “memproses komunal” masa lalu.

    Pada hari Selasa (31/10/2023), di hari kedua dari tiga hari lawatan Steinmeier ke Tanzania, presiden Jerman itu mengatakan bahwa Jerman akan mempertimbangkan “pemulangan properti budaya dan jenazah.”

    Bagaimana posisi Tanzania di benua Afrika?

    Pada tahun 2021, Jerman secara resmi mengakui melakukan genosida selama pendudukan kolonialnya di Namibia. Mereka mengumumkan kompensasi finansial untuk menebus kejahatan tersebut.

    Jerman memiliki beberapa koloni dari tahun 1884 hingga akhir Perang Dunia I. Ini termasuk wilayah-wilayah yang sekarang dikenal sebagai Tanzania, Burundi, Rwanda, Namibia, Kamerun, Togo, dan Ghana.

    Jerman dan Tanzania bertujuan untuk memperkuat hubungan mereka, dengan Presiden Tanzania Samia Suluhu Hassan sebagai satu-satunya kepala negara perempuan yang memiliki kekuasaan eksekutif di benua Afrika.

    Wanita berusia 63 tahun ini telah mengubah banyak kebijakan pendahulunya, termasuk larangan demonstrasi, memulihkan izin surat kabar dan membebaskan para pemimpin oposisi yang dipenjara.

    Namun, Amnesty International masih mencatat bahwa masih banyak kekurangan hak asasi manusia di negara ini, termasuk pembatasan pers dan kebebasan berkumpul.

    Tanzania adalah salah satu negara dengan perekonomian terkuat di sub-Sahara Afrika dan diperkirakan akan mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9% pada tahun ini, lebih tinggi dari yang diantisipasi oleh Jerman.

    bh/pkp (DPA, AFP)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Generator Utama Mati, Operasional RS Indonesia di Gaza Terancam

    Generator Utama Mati, Operasional RS Indonesia di Gaza Terancam

    Gaza City

    Operasional Rumah Sakit (RS) Indonesia di Jalur Gaza terancam setelah generator utama pada rumah sakit itu tidak lagi beroperasi. Situasi semakin mengkhawatirkan karena RS Indonesia saat ini menampung banyak korban luka akibat gempuran Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia pekan ini.

    Seperti dilansir Al Jazeera, Kamis (2/11/2023), RS Indonesia merupakan satu-satunya rumah sakit yang masih beroperasi di wilayah Jalur Gaza bagian utara. Beberapa rumah sakit lainnya tidak beroperasi lagi setelah kehabisan bahan bakar akibat pengepungan Israel yang memblokir pasokan ke wilayah tersebut.

    Laporan koresponden Al Jazeera di Jalur Gaza menyebut seluruh korban luka akibat gempuran Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia, yang juga terletak di Jalur Gaza bagian utara, pada Selasa (31/10) dan Rabu (1/11) dilarikan ke RS Indonesia. Situasi ini memaksa RS Indonesia untuk bekerja melebihi kapasitasnya.

    “Banyaknya jumlah korban luka memaksa rumah sakit untuk bekerja 50 kali lipat melebihi kapasitasnya karena kekurangan pasokan medis dan bahan bakar,” sebut koresponden Al Jazeera, Hani Mahmoud, yang melaporkan dari Khan Younis, Jalur Gaza.

    Otoritas Gaza menyebut sedikitnya 195 orang dikonfirmasi tewas, 120 orang lainnya masih hilang dan sebanyak 777 orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan udara Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia.

    Menurut pernyataan Kementerian Kesehatan Gaza, rumah sakit itu terpaksa mengambil keputusan serius dengan mematikan generator utama karena kekurangan bahan bakar ekstrem. RS Indonesia di Jalur Gaza saat ini hanya mengandalkan generator kecil untuk menjaga ICU tetap beroperasi.

    “Kami tidak mengetahui sampai kapan rumah sakit ini bisa bertahan,” ucap Mahmoud dalam laporannya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS Sebut Hamas Tak Bisa Jadi Masa Depan Pemerintahan Gaza

    AS Sebut Hamas Tak Bisa Jadi Masa Depan Pemerintahan Gaza

    Kirby dalam pernyataannya menyebut bahwa Hamas tidak mewakili warga Palestina yang ada di Jalur Gaza. Dia mencetuskan bahwa pemerintahan yang memiliki kepentingan terbaik dan memperhatikan aspirasi warga Palestina yang pantas memimpin Jalur Gaza di masa depan.

    “Apa pun itu, tidak bisa Hamas, dan itu harus pemerintahan yang memiliki kepentingan terbaik dan aspirasi rakyat Gaza, warga Palestina di Gaza, pada intinya, sebagai landasan, karena begitu banyak dari mereka, mereka tidak berkaitan dengan Hamas,” tegasnya.

    “Hamas tidak mewakili mereka. Kami tidak memiliki jawaban-jawaban tersebut, namun saya dapat meyakinkan Anda bahwa kami menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sama kepada diri kami sendiri dan mitra-mitra kami, dan kami sedang berusaha melakukan upaya besar untuk memikirkan Gaza pascakonflik, dan seperti apa bentuknya,” jelas Kirby dalam pernyataannya.

    Sementara itu, saat ditanya lebih lanjut soal apakah AS berencana mengirim pasukan ke Jalur Gaza sebagai penjaga perdamaian jika Hamas disingkirkan dari daerah kantong Palestina itu, Kirby memberikan jawaban tegas.

    “Tidak ada rencana atau niat untuk menempatkan pasukan militer AS di Gaza baik sekarang atau pun di masa depan,” tegasnya.

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken menuturkan bahwa pemerintah Washington dan beberapa negara lainnya sedang mempertimbangkan ‘berbagai kemungkinan permutasi’ untuk masa depan Jalur Gaza, jika Hamas sepenuhnya disingkirkan dari kekuasaan.

    Blinken, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, mengatakan kepada Komite Alokasi Senat yang menggelar rapat pada Selasa (31/10) waktu setempat, bahwa status quo Hamas yang bertanggung jawab atas Jalur Gaza tidak bisa dilanjutkan. Di sisi lain, ujar Blinken, Israel juga tidak ingin menguasai Jalur Gaza.

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Bertekad Tumpas Hamas, Apa Rencana Israel Usai Operasi Darat?

    Netanyahu Bertekad Tumpas Hamas, Apa Rencana Israel Usai Operasi Darat?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak gencatan senjata dan siap bertempur dalam waktu lama demi mewujudkan sumpahnya menumpas kelompok Hamas. Namun, pakar menilai Israel tak punya rencana pasti mencapai tujuan itu.

    Pemandangan horor yang terus menggentayangi Jalur Gaza usai perang pecah pada 7 Oktober lalu memang sekilas menunjukkan tekad Israel untuk menumpas habis Hamas.

    Tak peduli tekanan para kepala negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Netanyahu menolak seruan gencatan senjata dalam pernyataannya pada Senin (30/10).

    “Seruan gencatan senjata terhadap Israel sama dengan seruan bagi Israel untuk menyerah kepada Hamas, menyerah kepada terorisme,” ujar Netanyahu.

    Ia kemudian berkata, “Alkitab mengatakan, ‘Ada waktu untuk berdamai, dan ada waktu untuk berperang.’ Ini adalah waktu untuk berperang.”

    Di tengah retorika Netanyahu yang berapi-api itu, para pakar mempertanyakan rencana Israel untuk mewujudkan sumpahnya memberantas Hamas setelah perang berakhir.

    “Anda tidak dapat menggembar-gemborkan sebuah gerakan bersejarah seperti itu tanpa rencana ke depannya,” ujar kepala Studi Palestina di Pusat Moshe Dayan Universitas Tel Aviv, Michael Milshtein.

    “Anda harus melakukannya sekarang,” tuturnya.

    Sejumlah diplomat Barat mengaku sudah berdiskusi dengan Israel mengenai rencana ke depan itu, tapi hingga kini belum ada wujud konkretnya.

    “Betul-betul bukan rencana yang pasti. Anda bisa menggambarkan beberapa gagasan di atas kertas, tapi untuk mewujudkannya bakal membutuhkan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan diplomasi,” ujar seorang diplomat.

    Baca juga:

    Dari segi militer, sebenarnya sudah ada beberapa rencana, mulai dari mengerdilkan kemampuan militer Hamas hingga mengambil alih kendali sebagian besar wilayah Jalur Gaza.

    Namun, orang-orang yang berpengalaman menangani krisis-krisis sebelumnya ragu rencana-rencana tersebut dapat terlaksana.

    “Saya rasa tak ada solusi yang mungkin dilakukan bagi Gaza sehari setelah kita mengevakuasi pasukan,” ucap Haim Tomer, seorang mantan pejabat badan intelijen Israel, Mossad.

    Secara politik, Israel satu suara: Hamas harus dikalahkan. Menurut mereka, serangan pada 7 Oktober lalu terlampau mengerikan sehingga Hamas tak boleh lagi menguasai Gaza.

    Kendati demikian, Milshtein menekankan bahwa Hamas adalah sebuah pemikiran sehingga Israel tak bisa menghapus Hamas begitu saja.

    “Ini tidak seperti Berlin pada 1945, ketika Anda menancapkan bendera di Reichstag dan selesai,” katanya.

    Ia menganggap situasi Israel ini lebih mirip dengan Irak pada 2003 silam, ketika pasukan pimpinan Amerika Serikat berupaya menghapus jejak rezim Sadam Hussein.

    Upaya yang dikenal sebagai De-Baathifikasi itu bak bencana. Selama upaya itu digalakkan, ratusan ribu pegawai sipil Irak dan anggota pasukan bersenjata kehilangan pekerjaan, menabur benih pemberontakan yang akhirnya subur.

    Para veteran Amerika dari konflik itu saat ini berada di Israel, berbincang dengan militer setempat mengenai pengalaman mereka di titik-titik panas di Irak, seperti Falluja dan Mosul.

    “Saya berharap mereka menjelaskan kepada orang-orang Israel bahwa mereka membuat kesalahan besar di Irak. Contohnya, jangan berilusi memberangus partai berkuasa atau mengubah pikiran orang. Itu tak akan terjadi,” tutur Milshtein.

    Baca juga:

    Tak hanya pakar dari Israel, pengamat-pengamat Palestina juga memiliki pandangan serupa.

    “Hamas merupakan organisasi akar rumput. Jika mereka ingin menumpas Hamas, mereka harus melakukan pembersihan etnis di seluruh Gaza,” kata Presiden Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti.

    Gagasan pembersihan etnis dan pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara tetangga, Mesir, pun mulai mengemuka.

    Sejumlah pihak Israel, termasuk mantan-mantan pejabat senior, sudah mulai sering membahas betapa penting memindahkan sementara warga Palestina dari Gaza ke Sinai.

    Mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Giora Eiland, mengatakan satu-satunya jalan bagi Israel untuk memenuhi ambisinya tanpa membunuh banyak orang tak bersalah adalah dengan mengevakuasi warga Palestina dari Gaza.

    “Mereka harus menyeberang perbatasan ke Mesir secara sementara atau permanen,” ucapnya.

    Gagasan semacam ini lah yang paling ditakuti orang Palestina. Sebagai populasi yang punya rekam jejak panjang menjadi pengungsi, kemungkinan eksodus besar-besaran memantik ingatan akan kejadian traumatis pada 1948.

    “Kabur berarti hanya punya satu tiket pergi. Mereka tak akan mungkin bisa kembali,” ujar mantan juru bicara Organisasi Pembebasan Palestina, Diana Buttu.

    Ketakutan orang Palestina kian menjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pada 20 Oktober lalu meminta Kongres menyetujui pemberian dana bantuan untuk Israel dan Ukraina.

    Hingga saat ini Israel memang belum menyatakan secara gamblang keinginan mereka agar warga Palestina melintasi perbatasan.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) hanya berulang kali mendesak warga sipil ke “area-area” aman di kawasan selatan.

    Namun, Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sissi, sudah mewanti-wanti bahwa perang Israel di Gaza dapat menjadi “upaya untuk menekan warga sipil untuk bermigrasi ke Mesir.”

    Jika berasumsi masih ada warga Gaza di Jalur Gaza ketika perang berakhir, siapa yang akan memerintah mereka?

    “Itu pertanyaan sulit,” kata Milshtein.

    Milshstein menilai Israel harus mendukung pembentukan pemerintahan baru yang dikuasai oleh orang Gaza. Namun, orang-orang dalam pemerintahan itu harus mendukung AS, Mesir, dan mungkin Arab Saudi.

    Baca juga:

    Formasi pemerintahan itu juga harus diperkuat dengan Fatah, faksi rival Hamas di Palestina yang didepak dari Gaza setahun setelah pemilu pada 2006 silam.

    Fatah merupakan pengendali Otoritas Palestina (PA), yang berbasis di Ramallah, kota di Tepi Barat.

    Diana Buttu mengatakan PA kemungkinan secara diam-diam ingin kembali ke Gaza, tapi mereka tentu ogah “ikut menunggangi tank Israel.”

    Seorang politikus veteran Palestina yang sempat menjadi pejabat PA pada 1990-an, Hanan Ashrawi, juga tak mau pihak asing, termasuk Israel, lagi-lagi berupaya mendikte kehidupan Palestina.

    “Orang yang berpikiran bahwa ini merupakan percaturan dan mereka dapat menggerakkan beberapa pion ke sana ke mari dengan harapan gerakan checkmate pada akhirnya, itu tak akan terjadi,” ujar Ashrawi.

    “Anda mungkin bisa mendapatkan beberapa kolaborator, tapi warga Gaza tak akan menyambut baik mereka.”

    Di tengah kebuntuan ini, orang-orang yang sempat menangani perang-perang di Gaza sebelumnya pun memunculkan indikasi bahwa hampir semua solusi sudah pernah dicoba.

    Mantan pejabat Mossad, Haim Tomer, mengungkap pengalamannya setelah salah satu pertempuran di Gaza pada 2012 lalu.

    Saat itu, ia menemani direktur Mossad ke Kairo untuk pembicaraan rahasia yang berujung pada kesepakatan gencatan senjata.

    Ia bercerita bahwa saat itu, perwakilan Hamas berada “di seberang jalan”. Sebagai penengah, pejabat Mesir mondar-mandir untuk menyampaikan pesan.

    Menurutnya, mekanisme serupa dapat diterapkan lagi dalam upaya pembebasan warga yang disandera Hamas, tapi Israel kemungkinan bakal membayar lebih mahal.

    “Saya tidak peduli jika kita harus membebaskan beberapa ribu tahanan Hamas. Saya ingin warga kita kembali pulang,” tutur Tomer.

    Setelah warga berhasil diselamatkan, barulah Israel dapat memilih bakal melanjutkan operasi militer skala penuh atau gencatan senjata jangka panjang.

    Namun, pembatas fisik antara wilayah Gaza dan Israel sangat minim. Tomer pun menganggap Israel memang sudah ditakdirkan berurusan dengan Gaza selamanya.

    “Seperti duri di tenggorokan kita,” katanya.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pemimpin Hamas Tuduh Israel Bantai Warga Gaza Demi Tutupi Kekalahan

    Pemimpin Hamas Tuduh Israel Bantai Warga Gaza Demi Tutupi Kekalahan

    Haniyeh, dalam pernyataannya, menegaskan tidak akan ada stabilitas regional kecuali warga Palestina mendapatkan ‘hak-hak sah atas kebebasan, kemerdekaan, dan kembalinya mereka’ ke wilayah Palestina — merujuk pada keturunan 760.000 warga Palestina yang melarikan diri atau diusir dari rumah-rumah mereka saat terjadinya perang tahun 1948 yang menyertai terbentuknya negara Israel.

    “Kawasan ini tidak akan aman atau stabil selama rakyat kita tidak mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan mereka, dan bisa kembali,” tegasnya.

    Hamas Salahkan Netanyahu Atas Perang Gaza

    Haniyeh yang mengasingkan diri ke Qatar ini menyalahkan Netanyahu atas perang yang berlangsung di Jalur Gaza selama lebih dari tiga pekan terakhir. Dia menyebut Netanyahu mengelilingi dirinya dengan koalisi sayap kanan ‘untuk mengalihkan pandangan dunia dari kesalahannya’.

    Dia mengatakan bahwa menjelang serangan 7 Oktober lalu, Hamas telah melontarkan peringatan soal Netanyahu dan ‘pemerintahan fasisnya’ yang akan melanjutkan ‘kebijakan kontroversial mereka’.

    Netanyahu mulai menjabat kembali sebagai PM Israel pada akhir tahun lalu, setelah memimpin koalisi pemerintahan yang beranggotakan para menteri beraliran sayap ekstrem kanan yang tinggal di permukiman Yahudi di Tepi Barat, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Dalam pernyataannya, Haniyeh juga menyinggung soal perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, tindak kekerasan oleh para pemukim Yahudi, dan serangan terhadap tempat-tempat suci, termasuk Masjid Al-Aqsa yang ada di Yerusalem Timur.

    “Yang terbaru adalah korban pembantaian Jabalia,” cetusnya, seperti dilansir Al Jazeera.

    Dia merujuk pada serangan udara Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza bagian utara pada Selasa (31/10) dan Rabu (1/11) waktu setempat. Otoritas Gaza melaporkan sedikitnya 195 orang dikonfirmasi tewas, 120 orang lainnya hilang dan 777 orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan di kamp tersebut.

    Hamas mengklaim tujuh sandera ikut tewas dalam gempuran Israel di kamp pengungsi Jabalia, dengan tiga orang di antaranya merupakan pemegang paspor asing, namun asal kewarganegaraannya tidak disebutkan lebih lanjut. Klaim-klaim Hamas ini belum bisa diverifikasi kebenarannya secara independen.

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Siapa Itu Houthi di Yaman yang Ikut Serang Israel?

    Siapa Itu Houthi di Yaman yang Ikut Serang Israel?

    Jakarta

    Kelompok Houthi di Yaman bergabung dalam perang Israel-Hamas di Gaza, Palestina, yang terletak lebih dari seribu mil dari pusat kekuasaan mereka di ibukota Yaman, Sanaa. Mereka bersumpah akan terus melancarkan serangan terhadap Israel, jika perang terhadap terus berlanjut.

    “Angkatan Bersenjata Yaman…mengkonfirmasi bahwa mereka akan terus melakukan serangan kualitatif dengan rudal dan drone sampai agresi Israel berhenti,” kata pernyataan militer Houthi yang disiarkan di TV Al-Masirah milik kelompok tersebut, sebagaimana dilansir kantor berita AFP, Rabu (1/11/2023).

    Kelompok Houthi di Yaman itu menyatakan bahwa pihaknya telah “meluncurkan sejumlah besar rudal balistik… dan sejumlah besar pesawat bersenjata (drone)” ke arah Israel pada hari Selasa (31/10/2023), yang merupakan operasi ketiga sejak perang berkecamuk di Gaza.

    Merujuk sejarahnya, seperti dilansir Reuters, Rabu (1/11/2023), pada akhir 1990-an, keluarga Houthi di ujung utara Yaman mendirikan gerakan kebangkitan agama untuk Zaydi Islam Syiah, yang pernah memerintah Yaman. Namun kemudian wilayah utara Yaman menjadi miskin dan terpinggirkan.

    Ketika gesekan dengan pemerintah semakin meningkat, kelompok Houthi bertempur dalam serangkaian perang gerilya dengan tentara nasional dan konflik perbatasan singkat dengan kekuatan Sunni Arab Saudi.

    Pada akhir 2014 terjadi perang di Yaman, ketika Kota Sanaa direbut oleh Houthi. Khawatir dengan meningkatnya pengaruh Syiah Iran di sepanjang perbatasannya, Arab Saudi turun tangan dengan memimpin koalisi yang didukung Barat pada bulan Maret 2015 untuk mendukung pemerintah yang didukung Arab Saudi.

    Houthi menguasai sebagian besar wilayah utara dan pusat-pusat populasi besar lainnya, sementara pemerintah yang diakui secara internasional berpusat di Aden. Sebagai bagian dari “Poros Perlawanan”, Houthi turut bergabung menyerang Israel.

    Abdelaziz bin Habtour, perdana menteri pemerintahan Houthi, pada Selasa (31/10/2023) mengatakan bahwa Houthi adalah “bagian dari poros perlawanan” terhadap Israel, yang mencakup kelompok-kelompok yang didukung Iran di Lebanon, Suriah dan Irak.

    Lihat Video: Pilu Dokter di Gaza Histeris Melihat Putrinya Jadi Korban Serangan Israel

    (wia/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Profil Craig Mokhiber, Direktur HAM PBB Mundur terkait Palestina

    Profil Craig Mokhiber, Direktur HAM PBB Mundur terkait Palestina

    Jakarta

    Direktur Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbasis di New York, Craig Mokhiber, mundur dari jabatannya. Pengunduran dirinya lantaran menganggap PBB gagal mencegah genosida di Palestina.

    Seperti dilansir The Guardian, Rabu (1/11/2023), Mokhiber mengajukan surat pengunduran diri pada 28 Oktober lalu. Dalam suratnya kepada Komisaris Tinggi PBB di Jenewa, Volker Turk, Mokhiber kecewa PBB tidak bisa menghentikan genosida yang terjadi di Palestina.

    “Sekali lagi kita melihat genosida terjadi di depan mata kita dan organisasi yang kita layani tampaknya tidak berdaya untuk menghentikannya,” kata Craig Mokhiber.

    Kecewa PBB Gagal Cegah Genosida di Palestina

    Menurut Mokhiber, ini bukan kali pertama PBB gagal dalam mencegah genosida. Craig Mokhiber mengatakan PBB sebelumnya juga telah gagal mencegah genosida terhadap Tutsi di Rwanda, Muslim di Bosnia, Yazidi di Kurdistan Irak dan Rohingya di Myanmar.

    “Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi pemukim kolonial etno-nasionalis, merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang telah berlangsung selama beberapa dekade, sepenuhnya didasarkan pada status mereka sebagai orang Arab … tidak ada keraguan,” ujarnya.

    “Ini adalah contoh kasus genosida,” imbuh Mokhiber.

    Mokhiber juga menuding Amerika Serikat, Inggris, dan sebagian besar negara Eropa tidak hanya “menolak untuk memenuhi kewajiban perjanjian mereka” berdasarkan Konvensi Jenewa tetapi juga mempersenjatai serangan Israel dan memberikan perlindungan politik dan diplomatik terhadap konflik tersebut.

    Mokhiber telah mengabdi kepada PBB sejak tahun 1992, sebagai seorang pengacara dan spesialis dalam hukum, kebijakan, dan metodologi hak asasi manusia internasional. Sebagai ketua Tim Hak Asasi Manusia dan Pembangunan pada tahun 1990-an, beliau memimpin pengembangan karya asli OHCHR tentang pendekatan berbasis hak asasi manusia terhadap pembangunan dan definisi kemiskinan yang peka terhadap hak asasi manusia.

    Craig Mokhiber juga pernah menjabat sebagai Penasihat Senior Hak Asasi Manusia PBB di Palestina dan Afghanistan, memimpin tim spesialis hak asasi manusia yang tergabung dalam Misi Tingkat Tinggi untuk Darfur, mengepalai Unit Aturan Hukum dan Demokrasi, dan menjabat sebagai Kepala Bagian Masalah Ekonomi dan Sosial, serta Kepala Cabang Pembangunan dan Masalah Ekonomi dan Sosial di Markas Besar OHCHR.

    Craig Mokhiber Telah Mundur dari Jabatannya

    Seorang juru bicara PBB di New York mengirimkan pernyataan kepada The Guardian tentang kabar Craig Mokhiber. Dia mengatakan bahwa Mokhiber telah pensiun mulai hari ini.

    “Saya dapat mengonfirmasi bahwa dia akan pensiun hari ini. Dia memberi tahu PBB pada bulan Maret 2023 tentang masa pensiunnya yang akan datang, yang akan berlaku besok. Pandangan dalam suratnya yang dipublikasikan hari ini adalah pandangan pribadinya,” ujarnya.

    Dalam perannya sebagai direktur HAM PBB di New York, Mokhiber kadang-kadang mendapat kecaman dari kelompok pro-Israel karena komentarnya di media sosial. Dia dikritik karena memberikan dukungan terhadap gerakan boikot, divestasi, sanksi (BDS) dan menuduh Israel melakukan apartheid – sebuah tuduhan yang dia ulangi dalam suratnya.

    (wia/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 76 Warga Palestina yang Luka dan 335 Warga Asing Masuk ke Mesir dari Gaza

    76 Warga Palestina yang Luka dan 335 Warga Asing Masuk ke Mesir dari Gaza

    Kairo

    Sebanyak 76 warga Palestina yang mengalami luka-luka dan 335 warga negara asing atau berkewarganegaraan ganda diperbolehkan menyeberang dari Jalur Gaza menuju ke Mesir, melalui perlintasan perbatasan Rafah, pada Rabu (1/11) waktu setempat.

    Seperti dilansir AFP, Kamis (2/11/2023), itu menjadi penyeberangan warga sipil pertama yang diizinkan masuk ke Mesir dari Jalur Gaza sejak Israel menerapkan ‘pengepungan total’ terhadap daerah kantong Palestina usai serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober lalu.

    Hingga Rabu (1/11) sore, sekitar pukul 16.30 waktu setempat, menurut seorang pejabat Mesir di Rafah, beberapa ambulans mengangkut 76 warga Palestina yang mengalami luka-luka dan enam bus membawa 335 pemegang paspor asing ke wilayah Mesir.

    Otoritas Mesir mengatakan pihaknya akan mengizinkan 90 warga Palestina yang luka-luka dan sekitar 545 warga negara asing dan berkewarganegaraan ganda untuk melintasi perbatasan pada Rabu (1/11) waktu setempat.

    “Terminal Rafah akan dibuka kembali pada Kamis (2/11) untuk memungkinkan masuknya lebih banyak warga asing dan warga berkewarganegaraan ganda,” ucap seorang sumber keamanan kepada AFP.

    Empat warga Italia termasuk di antara daftar warga negara asing yang meninggalkan Jalur Gaza pada Rabu (1/11) waktu setempat.

    “Saya baru saja berbicara dengan empat warga Italia pertama yang meninggalkan Jalur Gaza. Mereka lelah namun dalam kondisi kesehatan yang baik, dibantu oleh Konsul Italia di Kairo. Kami terus berupaya agar semua orang bisa keluar,” ucap Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani dalam pernyataan via media sosial X.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu