Author: Beritajatim.com

  • Angkat Telepon Mengaku dari Taspen, PNS Magetan Kehilangan Rp104 Juta

    Angkat Telepon Mengaku dari Taspen, PNS Magetan Kehilangan Rp104 Juta

    Magetan (beritajatim.com) – Kasus penipuan online kembali menelan korban. Kali ini, Sunarti, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Magetan, kehilangan uang sebesar Rp104.500.000 akibat modus pembaruan data perbankan yang dilakukan oleh pelaku melalui telepon dan WhatsApp.

    Menurut pengakuan Sunarti, awalnya ia menerima panggilan telepon yang tidak ditanggapinya. Tak lama kemudian, pelaku menghubunginya lewat WhatsApp dan mengaku ingin membantu memperbarui data perbankannya.

    “Ngakunya dari Taspen. Saya ditelepon enggak saya respon. Terus akhirnya dikasih WA. Nah, ya itu persis data-datanya itu saya betul semua,” ungkap Sunarti, Kamis (27/3/2025)

    Setelah mengecek dan merasa semua data sesuai, ia pun mengikuti instruksi pelaku.Pelaku meminta Sunarti untuk tetap mengaktifkan ponselnya meski sedang dalam rapat.

    “Saya bilang saya mau rapat, terus enggak apa-apa nanti tapi HP-nya jangan dimatikan,” katanya.

    Namun, kecurigaan mulai muncul ketika pelaku menyinggung dana yang tersimpan di bank lain atas namanya. Merasa ada yang tidak beres, Sunarti akhirnya mematikan ponselnya. Namun, perangkatnya tiba-tiba tidak bisa digunakan.

    “Begitu saya matikan, HP sudah mulai hack, enggak bisa ada apa-apa,” ujarnya.

    Ia pun segera berlari ke Bank Jatim untuk mengecek rekeningnya dan mendapati bahwa saldonya telah terkuras. Dari jumlah awal Rp104.500.000, hanya tersisa Rp47.000.

    “Untung yang di bank-bank lain saya dipantau untuk mentransfer ke situ, saya bilang saya enggak ada,” tambahnya.

    Sunarti langsung melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Ia juga mengetahui bahwa ada warga lain yang menjadi korban dengan kerugian lebih besar, mencapai Rp224.000.000.

    Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap modus kejahatan siber yang semakin canggih. Jangan pernah memberikan data pribadi, kode OTP, atau mengikuti instruksi dari pihak yang mengaku sebagai bank tanpa konfirmasi langsung.

    Jika menerima panggilan atau pesan mencurigakan, segera hubungi pihak bank atau laporkan ke kepolisian untuk menghindari potensi kerugian. [fiq/but]

  • Kejari Surabaya Terima Berkas Perkara Dugaan KDRT Dokter National Hospital Meiti Muljanti

    Kejari Surabaya Terima Berkas Perkara Dugaan KDRT Dokter National Hospital Meiti Muljanti

    Surabaya (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya telah menerima berkas perkara dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tersangka Meiti Muljanti, seorang dokter spesialis patologi di National Hospital Surabaya. Berkas ini dilimpahkan oleh penyidik Polrestabes Surabaya sebagai bagian dari proses hukum yang sedang berjalan.

    Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Surabaya, Ida Bagus Putu Widnyana, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima berkas tersebut.

    “Sudah kami terima berkas perkaranya, Pak,” ujarnya.

    Pelimpahan berkas perkara tahap satu ini merupakan langkah awal bagi jaksa penuntut umum dalam meneliti kelengkapan dokumen sebelum menentukan langkah selanjutnya.

    Jika berkas dinyatakan lengkap atau P21, penyidik akan melanjutkan ke tahap dua, yaitu menyerahkan tersangka beserta barang bukti ke kejaksaan untuk proses persidangan. Sebaliknya, jika masih terdapat kekurangan, berkas akan dikembalikan dengan petunjuk untuk dilengkapi atau disebut P19.

    Diketahui, Kejari Surabaya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan nomor B/156-A/II/RES.1.24./2025/SATRESKRIM pada 14 Februari 2025. SPDP ini mencantumkan nama Meiti Muljanti sebagai tersangka dalam kasus yang sedang diproses oleh kepolisian.

    Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat tersangka merupakan seorang tenaga medis di salah satu rumah sakit ternama di Surabaya. Proses hukum akan terus berlanjut sesuai prosedur yang berlaku, dengan Kejari Surabaya memastikan bahwa setiap tahapan dilakukan secara transparan dan profesional. [uci/ian]

  • Terbukti Langgar UU Perlindungan Anak, Ivan Sugiamto Divonis 9 Bulan Penjara

    Terbukti Langgar UU Perlindungan Anak, Ivan Sugiamto Divonis 9 Bulan Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim yang diketuai Abu Achmad Sidqi Amsya menjatuhkan hukuman selama sembilan bulan penjara pada Ivan Sugiamto, terdakwa kasus tindak pidana perlindungan anak, Kamis (27/3/2025) siang.

    Vonis ini diketahui lebih ringan 1 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Ida Bagus Putu Widnyana, yakni 10 bulan penjara dan denda Rp5 juta subsider 1 bulan penjara.

    Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim Abu Achmad Sidqi Amsya memilih dakwaan alternatif yaitu pasal pasal 80 ayat (1) Juncto Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

    “Menyatakan terdakwa Ivan Sugiamto terbukti sah dan meyakinkan melakukan kekerasan terhadap anak. Menjatuhkan pidana terhadap Ivan Sugiamto selama 9 bulan dan denda Rp5 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 1 bulan,” katanya.

    Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa dinilai memenuhi unsur salah satu kekerasan terhadap anak yaitu dakwaan alternatif.

    “Mematahkan argumentasi hukum yang diajukan pledoi terdakwa. Bersalah harus diberikan pidana setimpal,” terangnya.

    Perbuatan terdakwa Ivan yang dalam kondisi marah dan membentak itu dikategorikan sebagai bentuk kekerasan verbal yang masuk dalam kategori kekerasan psikis terhadap korban.

    “Akibat perbuatan terdakwa yang sempat mendorong orang tua korban mengakibatkan psikis anak di saat orang tuanya terancam,” jelasnya.

    Atas vonis yang lebih ringan dari tuntutan JPU ini, Penasihat Hukum terdakwa Ivan, Billy Handiwiyanto saat dikonfirmasi terpisah mengatakan masih pikir-pikir melakukan upaya banding.

    “Pada prinsipnya kami dari PH Ivan akan diskusikan dengan keluarga dahulu, karena banding itu ada plus dan minusnya. Jadi sementara masih pikir-pikir dulu. Nanti keluarga yang akan memutuskan,” pungkasnya.

    Untuk diketahui, JPU sebelumnya menuntut terdakwa Ivan dengan tuntutan 10 bulan kurungan penjara dan denda Rp 5 juta subsider 1 bulan penjara. [uci/ian]

  • Polisi Gagalkan Tawuran Antar Perguruan Silat di Tuban Saat Sahur

    Polisi Gagalkan Tawuran Antar Perguruan Silat di Tuban Saat Sahur

    Tuban (beritajatim.com) – Aksi tawuran antar perguruan silat saat sahur berhasil digagalkan Tim Jatanras Satreskrim Polres Tuban di Jalan Cemoro Sewu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, pada Kamis (27/03/2025) dini hari.

    Diketahui, dua kelompok perguruan silat ini sudah bersiap bentrok, yang mana sebelumnya salah satu oknum perguruan silat menantang dua kelompok lain di sebuah warung kopi.

    Namun, saat hendak tawuran, petugas Kepolisian menerima laporan dari warga setempat dan bergegas mengamankan sekelompok remaja tersebut.

    Kanit Tindak Pidana Umum (Tipidum) Satreskrim Polres Tuban, Ipda Moh Rudi, membenarkan adanya aksi tawuran yang hendak dilakukan oleh sekelompok remaja yang berhasil digagalkan.

    “Berdasarkan adanya laporan dari masyarakat terkait aksi tawuran, kemudian kami respon mendatangi lokasi yang menurut warga terjadi bentrok,” ujar Ipda Moh Rudi.

    Sekelompok remaja tersebut diberikan sanksi di tempat berupa hukuman pembinaan seperti 10 kali push-up, 10 kali jumping jack, serta diwajibkan melafalkan Sumpah Pemuda dan Pancasila.

    Namun, saat diminta mengucapkan Sumpah Pemuda, banyak dari mereka malah kebingungan dan tidak mampu menghafalkan.

    “Kami ambil langkah preventif dengan pembinaan fisik, bukan untuk menghukum, tetapi memberi efek jera dan menanamkan semangat persatuan meski mereka berasal dari perguruan yang berbeda,” tegas Rudi.

    Sementara itu, selama bulan Ramadan, petugas Kepolisian rutin melakukan patroli menjelang sahur untuk mengantisipasi kejahatan, kriminalitas, serta kenakalan remaja, baik itu konvoi, balap liar, dan aksi tawuran.

    “Sehingga, setelah kami menerima laporan, kami sisir area Jalan Cemoro Sewu dan betul kami mendapati dua sekelompok remaja dari perguruan silat ini sedang bersitegang,” imbuhnya.

    Setelah diberikan sanksi pembinaan, para remaja ini akhirnya saling meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Mereka diperbolehkan pulang dengan pesan tegas dari kepolisian agar tidak mudah terprovokasi dan menjauhi aksi tawuran.

    “Harapannya, kejadian seperti ini tidak terulang kembali, karena tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain,” ucap Rudi. [ayu/beq]

  • Guntur Romli Yakin Hasto Menang di Pengadilan Jika Tak Ada Intervensi Politik

    Guntur Romli Yakin Hasto Menang di Pengadilan Jika Tak Ada Intervensi Politik

    Jakarta (beritajatim.com) – Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Guntur Romli mengaku yakin Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, akan menang dalam persidangan, asalkan tidak ada intervensi politik dari luar pengadilan.

    Guntur menegaskan bahwa keyakinannya didasarkan pada analisis terhadap bukti-bukti yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kami sangat yakin akan menang dalam proses pengadilan ini jika melihat dari bukti-bukti hukum yang ada. Bukti dari KPK sangat lemah, bahkan ada indikasi rekayasa dengan melibatkan 13 penyidik dan mantan penyidik sebagai saksi,” ujar Guntur saat menjawab pertanyaan wartawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3/2025).

    Dia juga menyoroti dakwaan jaksa yang dinilainya hanya ‘daur ulang’ tanpa adanya materi baru. “Ini jelas ketidakadilan prosedural. Secara hukum, posisi kami sangat kuat,” tambahnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Guntur membacakan pesan khusus dari Hasto yang berisi seruan kepada seluruh kader PDIP agar tetap loyal dan solid di bawah kepemimpinan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

    “Mas Hasto meminta kami semua untuk tetap setia menjaga Ibu Megawati dan menjaga kekompakan struktur partai. Ini pesan yang sangat beliau tekankan,” jelas Guntur.

    Meskipun optimis secara materi hukum, Guntur mengaku tetap khawatir terhadap potensi intervensi politik yang bisa mempengaruhi putusan pengadilan.

    “Kami yakin menang jika tidak ada intervensi kekuasaan dari luar pengadilan. Tapi kalau ada faktor politik, ya kami tidak bisa menjamin. Saat ini kami hanya berpegang pada proses hukum yang seharusnya independen,” tegas Guntur. [hen/beq]

  • Hasto Batalkan Permohonan Pindah ke Salemba, Ini Alasannya

    Hasto Batalkan Permohonan Pindah ke Salemba, Ini Alasannya

    Jakarta (beritajatim.com)– Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membatalkan permohonan pindah dari Rutan Merah Putih ke Rutan Salemba. Hasto memutuskan untuk tetap berada di Rutan Merah Putih setelah merasa nyaman, dan telah membangun keakraban dengan para warga binaan di sana.

    Hal ini disampaikan melalui Politikus PDIP Guntur Romli saat membacakan tulisan tangan Hasto di sela persidangan ketiga kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, hari ini (27/3/2025).

    “Mas Hasto sudah menyatu dengan teman-teman warga (rutan) Merah Putih. Beliau juga membangun tradisi seperti olahraga pagi, menyanyikan lagu-lagu wajib, serta berdiskusi tentang tokoh bangsa dan isu politik di dalam tahanan,” kata Guntur Romli.

    Dengan demikian, menurut Guntur, permohonan pindah yang sebelumnya diajukan resmi dicabut. Sebelumnya, pemintaan pindah itu disampaikan Kuasa Hukum Hasto, Ronny Talapessy, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Hasto saat ini masih menjalani proses hukum dalam kasus yang sedang disidangkan. “Karena itu Mas Hasto membatalkan permohonan untuk pindah Rutan,” kata Guntur Romli.

    Pada persidangan hari ini, sejak pagi hari, Kompleks PN Tipikor Jakarta Pusat sudah dipenuhi warga dan kader PDIP yang mendikung Hasto.

    Sementara di dalam ruang sidang, puluhan anak muda dan politisi PDIP sudah menunggu untuk mengikuti persidangan. Para anak muda memakai kaus berwarna hitam dengan tulisan khusus. Isinya “Tolak Pembungkaman Politik dengan Dalih Korupsi, Hasto Tahanan Politik”. [hen/beq]

  • Pria yang Mengaku Aktivis LSM dan Wartawan Peras Kades di Jember Demi THR

    Pria yang Mengaku Aktivis LSM dan Wartawan Peras Kades di Jember Demi THR

    Jember (beritajatim.com) – Polisi meringkus M. Rofik Rosidi yang mengaku aktivis lembaga swadaya masyarakat dan wartawan, karena memeras Ahmad Romadon, Kepala Desa Sukosari, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

    “Tersangka ini selalu mengancam akan memberitakan proyek desa atas dugaan penyimpangan jika tidak diberi uang,” kata M. Husni Thamrin, pengacara Romadhon, Kamis (27/3/2025).

    Pemerasan dilakukan di Balai Desa Sukosari, Selasa (25/3/2025). Saat itu, Rofik meminta uang tunjangan hari raya kepada Romadhon dengan disertai ancaman. Malas ribut, Romadhon terpaksa memberikan uang sebagaimana diminta Rofik.

    Namun Romadon kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Polisi pun bergerak dan membekuknya, sekaligus mengamankan barang bukti sebesar Rp 1 juta dari tangan pelaku. Polisi juga menemukan bukti pesan ancaman di ponsel Rofik.

    Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar Bayu Pratama Gubunagi menyebut tersangka mengantongi empat kartu identitas. “Kami menerapkan pasal 368 dan 389 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman hukuman penjara paling lama sembilan tahun,” katanya.

    Romadon dan Rofik sebenarnya sudah saling kenal. “Cuma belakangan ini semakin intens mengintimidasi, meminta sejumlah uang dengan alasan untuk kebutuhan THR. Jadi ini bukan suap-menyuap, tapi lebih pada intimidasi pengancaman dan pemerasan karena jumlah uangnya ditentukan,” kata Bayu.

    Rofik membantah memeras. “Namun faktanya dari alat komunikasi yang kami sita dan beberapa alat b bukti lainnya, ini ada upaya pengancaman dan pemerasan,” katanya.

    Polisi saat ini sedang mendalami kemumgkinan Rofik melakukan aksi pemerasan di lokasi lain. “Kami menyampaikan kepada masyarakat yang mungkin pernah menjadi korban, pernah dimintai uang dengan pengancaman, agar melapor agar bisa kami tindaklanjuti secara profesional dan tuntas,” kata Bayu. [wir]

  • ICJR Kecam Rencana Penempatan Sniper untuk Pengamanan Mudik Lebaran: Berpotensi Langgar HAM

    ICJR Kecam Rencana Penempatan Sniper untuk Pengamanan Mudik Lebaran: Berpotensi Langgar HAM

    Jakarta (beritajatim.com) – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik keras rencana penempatan tim penembak jitu (sniper) dalam pengamanan arus mudik Lebaran yang disampaikan oleh Kapolres Cianjur, Kapolres Purwakarta, dan Kapolres Karanganyar.

    ICJR menilai langkah ini tidak hanya berlebihan, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) serta membuka peluang terjadinya extrajudicial killing.

    Langkah Tidak Proporsional dan Berbahaya

    Penempatan sniper di titik-titik strategis selama periode mudik menunjukkan pendekatan keamanan yang tidak proporsional. Iqbal Muharam Nurfahmi, Peneliti ICJR, menegaskan bahwa penggunaan kekuatan oleh aparat harus selalu mengacu pada prinsip hak asasi manusia.

    “Penempatan tim penembak jitu dalam pengamanan mudik Lebaran tidak hanya berlebihan, tetapi juga bisa menjadi legitimasi bagi tindakan penembakan di tempat yang berujung pada extrajudicial killing. Ini jelas melanggar prinsip dasar perlindungan hukum bagi tersangka maupun masyarakat secara umum,” ujar Iqbal.

    Pelanggaran terhadap Regulasi Kepolisian

    Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 (Perkap 1/2009) mengatur bahwa penggunaan senjata api adalah opsi terakhir (last resort) dan hanya digunakan untuk melumpuhkan, bukan mematikan.

    Aparat kepolisian wajib memastikan tidak ada alternatif lain yang lebih masuk akal untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan sebelum menggunakan senjata api.

    Selain itu, setiap individu yang diduga melakukan tindak pidana memiliki hak untuk mendapatkan proses hukum yang adil. Jika terjadi penembakan sebelum tersangka menjalani proses pengadilan, maka hak-hak mereka otomatis terampas, dan perkara hukum pun menjadi gugur.

    Tuntutan ICJR: Cabut Rencana dan Tegakkan Prinsip HAM

    Sebagai respons terhadap kebijakan ini, ICJR menuntut:

    Kapolres Cianjur, Kapolres Purwakarta, dan Kapolres Karanganyar untuk mencabut rencana penempatan sniper serta menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi dalam menjaga keamanan selama mudik Lebaran.

    Kapolri agar segera mengambil tindakan tegas terhadap kebijakan ini serta menegaskan bahwa segala bentuk extrajudicial killing tidak dapat dibenarkan dalam sistem hukum Indonesia.

    “Keamanan publik tidak bisa dibangun dengan pendekatan represif dan intimidasi. Justru, penghormatan terhadap hak asasi manusia harus menjadi prinsip utama dalam penegakan hukum,” tutup Iqbal Muharam Nurfahmi.

    Seperti diketahui Kepolisian Resor Cianjur, Jawa Barat, menyiagakan penembak runduk atau sniper guna memperketat pengamanan selama arus mudik dan balik Lebaran 2025/1446 Hijriah.

    Kapolres Cianjur, AKBP Rohman Yonky Dilatha, menyatakan tim sniper dari Satuan Brimob Polda Jawa Barat akan ditempatkan di titik-titik rawan kejahatan serta sejumlah obyek vital.

    “Meskipun tidak ada tempat yang benar-benar aman karena semua memiliki potensi kerawanan, berdasarkan perkiraan intelijen, beberapa lokasi perlu diantisipasi karena tingkat aktivitasnya yang tinggi,” ujar Yonky seperti dilansir Kompas.com di Mako Polres Cianjur, Kamis (20/3/2025). (ted)

     

  • Pasar Sumobito Jombang Gempar, Bocah 13 Tahun Diamankan Usai Gagal Bobol Lapak Perhiasan

    Pasar Sumobito Jombang Gempar, Bocah 13 Tahun Diamankan Usai Gagal Bobol Lapak Perhiasan

    Jombang (beritajatim.com) – Suasana malam di Pasar Sumobito, Jombang, yang biasanya lengang, mendadak riuh pada Rabu (26/3/2025). Seorang bocah 13 tahun berinisial D hanya bisa pasrah ketika warga dan petugas keamanan pasar membekuknya.

    Itu setelah bocah tersbut tertangkap basah saat diduga hendak membobol sebuah lapak perhiasan imitasi. Sementara itu, empat rekannya berhasil melarikan diri meninggalkannya seorang diri.

    Kejadian bermula ketika lima bocah tersebut membagi tugas dalam aksi mereka. Tiga orang mencoba membongkar lapak yang terbuat dari kayu dan triplek, sementara dua lainnya bersiaga di atas sepeda motor untuk mengawasi keadaan.

    Namun, aksi mereka terhenti ketika seorang petugas keamanan pasar memergoki perbuatan mereka dan langsung meneriaki para pelaku. Dalam sekejap, empat orang berhasil kabur, sementara D yang ketakutan memilih bersembunyi di salah satu lapak.

    Rifai (60), pemilik lapak perhiasan imitasi, mengaku mendapat kabar bahwa tokonya telah dibobol. Namun, ia menduga para pelaku salah sasaran. “Mungkin mereka kira ini lapak emas, padahal hanya perhiasan imitasi,” ujarnya.

    Warga yang geram segera mengamankan D dan menyerahkannya ke petugas kepolisian sektor Sumobito. Saat ini, polisi masih melakukan pemeriksaan terhadap bocah tersebut serta para saksi untuk mengungkap identitas empat pelaku lainnya yang masih buron.

    Kasus ini menjadi peringatan bagi warga dan pedagang untuk lebih meningkatkan kewaspadaan, mengingat kejahatan bisa terjadi kapan saja, bahkan melibatkan anak-anak di bawah umur. [suf]

  • Dosen FH UGM Kecam Kekerasan Jurnalis saat Liput Demo Tolak UU TNI di Surabaya

    Dosen FH UGM Kecam Kekerasan Jurnalis saat Liput Demo Tolak UU TNI di Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengecam kekerasan yang dialami oleh Rama Indra Surya (24) jurnalis beritajatim.com saat meliput aksi demo tolak UU TNI di Surabaya, Senin (24/03/2025) malam.

    “Aparat kepolisian telah bekerja secara tidak profesional dan proporsional, melanggar Peraturan Kapolri/SOP yang mereka miliki dan menutup-nutupi kekerasan yang mereka lakukan, pula melanggar ketentuan pidana Pasal 18 UU Pers No. 40/1999,” kata Herlambang P. Wiratraman dalam keterangan tertulisnya.

    Dengan fakta tersebut, Herlambang berpendapat bahwa aparat kepolisian telah melanggar hukum dan sangat merendahkan perlindungan hukum bagi warga negara. Ia menyebut, cara polisi yang mengedepankan aksi kekerasan kepada peserta aksi maupun jurnalis yang meliput merupakan ancaman serius bagi bangsa ini.

    “Cara polisi yang mengedepankan kekerasan terhadap peserta aksi maupun terhadap jurnalis yang meliputnya, menjadi ancaman serius kebebasan sipil, menggerus jaminan kebebasan pers dan menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap aparat penegak hukum,” tuturnya.

    Herlambang menegaskan, pihak kepolisian harusnya memiliki kesadaran bahwa ua adalah abdi negara. Setiap tindakan yang dilakukan tentu memiliki dampak dan harus bisa dipertanggungjawabkan.

    “Polisi harus sadari dirinya bukan preman. Setiap tindakannya harus bisa dipertanggungjawabkan, dan proses hukum terhadap aparat di lapangan dan komandannya harus diungkap selugas-lugasnya,” tegasnya.

    Rasa tanggungjawab hukum itu sebagai bentuk pembelajaran supaya tidak bertindak sewenang-wenang. Menurutnya, penegakan hukum atas kasus kekerasan yang diterima Rama harus terbuka. Hal itu untuk mengembalikan citra dan kepercayaan masyarakat kepada institusi Polri.

    “Penegakan hukum atas kekerasan terhadap warga sipil dan penghalangan kerja jurnalis harus berjalan sesegera mungkin, terbuka dan seadil-adilnya. Hanya itu cara polisi bisa dipercaya publik,” pungkasnya.

    Diketahui, Rama Indra Surya (24) jurnalis beritajatim.com mendapatkan pukulan tongkat dan tangan kosong dari anggota kepolisian saat meliput aksi tolak UU TNI di Jalan Pemuda, Senin (24/03/2025) malam. Akibatnya, Rama mengalami luka pukulan di pelipis kanan, kepala dan bibir bagian atas kanan.

    Rama awalnya melakukan tugas peliputan di sisi jalan Pemuda, Surabaya. Saat itu, kondisi antara massa aksi dan polisi sedang bentrok. Massa aksi yang terus dipukul mundur sampai ke depan Delta Plaza. Posisi Rama saat itu berdiri di belakang barisan anggota Dalmas dan Brimob yang sedang bersebrangan dengan massa aksi. Rama lantas melihat ada massa aksi yang dipukuli oleh sejumlah anggota polisi. Ia spontan merekam video peristiwa tersebut.

    “Belum selesai merekam, handphone saya direbut paksa. Saya dikerumuni oleh anggota polisi berseragam maupun tidak berseragam,” kata Rama.

    Rama dipaksa menghapus video yang direkam. Handphonenya lantas dirampas. Ia lalu dipukuli dan diseret ke tengah jalan. Walaupun sudah menunjukan kartu pers sebagai bukti sedang melaksanakan tugas jurnalistik Rama tetap diintimidasi dan dipukuli dengan tangan kosong dan kayu.

    “Saya sudah menyampaikan bahwa saya adalah reporter dari beritajatim.com dan sudah mengenakan id card di leher. Namun, kelompok polisi saat itu tidak menghiraukan dan mereka ini berteriak suruh hapus video pemukulan. Merebut handphone saya, dan masih berteriak memanggil rekan polisi lain, bahkan handphone saya diancam akan dibanting,” tutur Rama. [ang/aje]