Author: Beritajatim.com

  • Uang Perusahaan Tambang Diduga Tak Masuk PADes Sumuragung

    Uang Perusahaan Tambang Diduga Tak Masuk PADes Sumuragung

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Uang yang mengalir dari perusahaan tambang batu gamping di Desa Sumuragung, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro diduga salah dalam pengelolaannya. Sehingga tidak masuk dalam Pendapatan Asli Desa (PADes).

    Hal itu terkuak setelah muncul laporan warga ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro terkait pengelolaan uang sumbangan dari PT Wira Bhumi Sejati sebagai perusahaan tambang yang beroperasi di Desa Sumuragung.

    Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bojonegoro Badrut Tamam mengatakan, setelah laporan tersebut ditindaklanjuti, ternyata kasus tersebut tidak melibatkan uang negara. Sehingga pihaknya merekomendasikan ke Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

    “Ada kesalahan dalam pengelolaan keuangan dari sumbangan perusahaan tambang yang beroperasi di sana,” ujarnya, Jumat (8/9/2023).

    Menurutnya, sesuai Undang-undang Desa, pemerintah desa sebenarnya boleh menerima sumbangan dari pihak ketiga. Sumbangan tersebut nantinya akan menjadi pendapatan lain yang sah dan masuk sebagai PADes.

    BACA JUGA:
    Kejari Bojonegoro Tahan Kades Punggur Kasus Korupsi APBDes

    “Seharusnya desa membuat tim sendiri untuk mengelola uang tersebut dan masuk Pendapatan Asli Desa,” pungkasnya.

    Sejauh ini, uang tersebut dikelola sendiri oleh tim yang tidak masuk dalam struktur pemerintahan desa. Sehingga dalam pengelolaannya, uang itu tidak dimasukkan ke dalam pendapatan desa.

    Atas kejadian tersebut, pihak Inspektorat Bojonegoro memberikan tiga rekomendasi kepada Pemdes Sumuragung.

    Inspektur Inspektorat Kabupaten Bojonegoro Teguh Prihandono mengatakan, dalam kasus pengelolaan keuangan yang bersumber dari sumbangan PT Wira Bhumi Sejati, pihaknya mengaku telah memberikan tiga rekomendasi kepada Pemdes Sumuragung.

    BACA JUGA:
    Kejari Bojonegoro Akan Tetapkan Tersangka Baru Korupsi APBDes Deling

    Tiga rekomendasi itu yakni panitia tim pengelola harus membuat laporan kepada pemberi bantuan. Kedua, dana yang tersisa harus diserahkan kepada pemerintah desa dan masuk sebagai APBDes. Ketiga, bantuan dari pihak lain ke depan langsung diserahkan ke pemdes.

    “Jadi sudah tidak ada tim pelaksana yang mengelola uang bantuan (sumbangan) dari pihak lain,” terangnya. [lus/beq]

  • Napi Lapas Bogor Menyaru Jadi Petinggi Polri Tipu Warga Jember Rp 50 Juta

    Napi Lapas Bogor Menyaru Jadi Petinggi Polri Tipu Warga Jember Rp 50 Juta

    Jember (beritajatim.com) – OS (40), seorang narapidana Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sidur, Bogor, Jawa Barat, menyaru menjadi pejabat Kepolisian RI dan menipu warga Kabupaten Jember, Jawa Timur, sebesar Rp 50.748.800.

    Selain membekuk OS, pria warga Palmerah, Jakarta Barat, polisi juga menangkap perempuan berinisial J (43), warga Tamansari, Jakarta Barat, yang diduga kekasih OS. “Kasus ini menjadi atensi Marka Besar Kepolisian RI,” kata Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Mohammad Nurhidayat, Jumat (8/9/2023).

    Aksi penipuan OS dilakukan pada medio April 2023 dengan menggunakan ponsel yang diselundupkan untuknya. Polisi sudah meminta keterangan dari petugas lapas.

    OS kemudian mengaku sebagai Direktur Penegakan Hukum Polri dan meminta akomodasi uang transportasi tiket pesawat dari Jakarta ke Jember kepada Catur Hermawan, warga Kecamatan Sumbersari, Jember. “Korban percaya dan langsung tanpa konfirmasi kepada kami,” kata Nurhidayat.

    Catur kemudian mentransfer uang itu secara bertahap, yakni Rp 21.635.200, Rp 25 juta, dan Rp 4.111.500 pada 27 April 2023. Uang tersebut kemudian diambil dari ATM oleh J. “Uang itu habis digunakan untuk kebutuhan sehari-hari oleh dua pelaku,” kata Nurhidayat.

    OS baru akan menyelesaikan hukumannya di penjara Gunung Sidur pada awal 2024. “Nanti kami akan langsung berkoordinasi dengan Menkumham untuk kami serahkan ke jaksa di Jember. Kami jerat dengan pasal 45 ayat 2 jo 28 UU ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan atau pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara dan denda setinggi-tingginya Rp 1 M,” kata Nurhidayat.

    OS tidak sekali ini saja melakukan penipuan. Dia masuk ke penjara di Bogor karena kasus penipuan dan narkoba. “Kami berharap kalau ada masyarakat yang jadi korban, mohon segera melapor. Kami akan segera melakukan penyelidikan,” kata Nurhidayat. [wir]

  • Polres Pasuruan Kota Bekuk Sindikat Curanmor Pagi Hari

    Polres Pasuruan Kota Bekuk Sindikat Curanmor Pagi Hari

    Pasuruan (beritajatim.com) – Beraksi selama satu tahun, sindikat curanmor berhasil diamankan Satreskrim Polres Pasuruan Kota. Setidaknya ada pelaku yang diamankan.

    Kelimanya ini mempunyai peran masing masing. Mulai dari eksekutor, pengawas situasi, penampung, modifikasi, hingga penadah. Hal ini dikatakan Kapolres Pasuruan, AKBP Makung Ismoyo Jati pada, Jumat (8/9/2023).

    Makung juga menjelaskan bahwa sindikat pencurian motor ini merupakan spesialis pencuri bongkar gembok. “Mereka beraksi saat tengah malam, hingga pagi menjelang subuh,” kata Makung.

    Kelima orang tersebut yakni S (38), FJ (35), M (43) ketiganya merupakan warga Kecamatan Pohjentrek. Lalu MHR (47) dan MS (28) merupakan warga Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan.

    Dari hasil penyelidikan kelima orang ini melakukan aksinya karena terhimpit kebutuhan ekonomi. Selama setahum kelima orang tersebut sudah melakukan aksinya di 12 tempat di wilayah hukum Polres Pasuruan Kota.

    Bahkan satu dari kelima tersangka merupakan kasus residivis kasus serupa yakni pencurian handphone. “Ada satu tersangka yang merupakan residivis, yakni FJ. FJ juga mempelajari pencuriannya saat berada di dalam lapas,” sambungnya.

    Dari kelima tersangka, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa empat unit kendaraan. Tak hanya itu polisi juga mengamankan sejumlah kunci T yang digunakan membobol kendaraan, dan ada beberapa onderdil sepeda motor.

    Akibatnya keempat pelaku yang berperan sebagai eksekutor dikenai Pasal 363 Ayat (1) ke- 3e, 4e dan 5e KUHP dengan kurungan penjara paling lama tujuh tahun. Sedangkan seorang yang bertugas sebagai penadah dikenai Pasal 480 ke-1e KUHP dengan ancaman empat tahun penjara. (ada/kun)

    BACA JUGA: Kejari Kota Pasuruan Beri Sinyal Pelaku Lain Korupsi Senkuko

  • Ngaku Kasat Reskrim, Pria di Ponorogo Tipu Kepala Desa

    Ngaku Kasat Reskrim, Pria di Ponorogo Tipu Kepala Desa

    Ponorogo (beritajatim.com) – Jangan mudah percaya jika orang telepon dengan nomor tidak dikenal. Bisa jadi itu merupakan penipu yang berusaha untuk menguras uang kita lewat online.

    Seperti kejadian yang terjadi di Kabupaten Ponorogo. Seorang kepala desa di Bumi Reog tertipu dengan mentransfer uang sebanyak Rp5 juta, kepada penelepon yang mengaku sebagai Kasat Reskrim Polres Ponorogo.

    “Kita berhasil ungkap kasus penipuan yang tersangka mengaku sebagai Kasat Reskrim Polres Ponorogo,” kata Kapolres Ponorogo AKBP Wimboko, Jumat (8/9/2024).

    Satreskrim Polres Ponorogo pun menangkap pelaku penipuan yang mengaku sebagai kasat reskrim tersebut. Tersangka bernama Gaguk Bintoro (42), warga Desa Njrakah, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo.

    Polisi juga mengamankan Syahrul Andi Wal Impron (23), tetangga Gaguk yang turut membantunya dalam melancarkan aksi penipuan tersebut.

    “Ada dua tersangka yang kita amankan. Tersangka yang menyaru Kasat Reskrim dengan tersangka lain yang turut membantu aksi penipuan tersebut,” katanya.

    BACA JUGA:
    Terungkap Pemuda di Ponorogo Setubuhi Anak Tetangganya, Modus Kirim WA

    Penipuan itu berawal pada pertengahan bulan Agustus lalu, salah satu kepala desa di Ponorogo mendapatkan telepon mengaku sebagai kasat reskrim Polres Ponorogo. Dalam perbincangan via telepon itu, tersangka mengancam akan mengungkap dugaan tindak pidana perjudian dan hutang piutang yang sering dilakukan oleh sang kepala desa/korban.

    “Korban pun ketakutan dengan ancaman tersebut,” ungkap Wimboko yang enggan menyebut asal desa mana kepala desa yang diteror oleh penipu itu.

    Merasa posisi di atas angin, tersangka pun menawarkan bantuan akan menyelesaikan masalah tersebut. Dimana unung-ujunhnya minta imbalan uang Rp8 juta. Korban pu  akhirnya menyanggupi dengan mentransfer uang senilai Rp 5 juta. Sisa imbalan itu, akan dibayarkan dengan ketemu langsung di Ponorogo.

    Seiring berjalannya waktu, korban pun curiga dan mengajak tersangka untuk ketemu dan membayar sisanya yang kurang sebanyak Rp3 juta. Namun, tersangka tidak mau ketemu dengan berbagai alasan dan meminta nominal sisanya untuk ditransfer lagi.

    BACA JUGA:
    Alami Kekeringan, Ini Daerah di Ponorogo yang Rutin Didroping Air Bersih

    “Dari situlah korban baru sadar kalau sedang ditipu dan langsung melapor polisi,” kata mantan Kapolres Bondowoso tersebut.

    Mendapatkan laporan itu, petugas kepolisian pun langsung menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan. Dari hasil penelusuran polisi, tersangka berada di wilayah Kabupaten Tulungagung. Petugas pun ambil langkah seribu untuk melakukan pengejaran.

    “Kedua tersangka berhasil di tangkap di sebuah kos-kosan di wilayah Kabupaten Tulungagung,” katanya.

    Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kedua tersangka, polisi menjeratnya dengan tindak pidana penipuan, yakni pasal 378 KUHP junto pasal 55 ayat 1 huruf 1E KUHP. Dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

    “Kita jerat dengan pasal tentang penipuan, ancaman hukumannya 4 tahun penjara,” pungkas Wimboko. [end/beq]

  • Kejari Bojonegoro Tahan Kades Punggur Kasus Korupsi APBDes

    Kejari Bojonegoro Tahan Kades Punggur Kasus Korupsi APBDes

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro menahan Kepala Desa (Kades) Punggur Kecamatan Purwosari Kabupaten Bojonegoro, Yudi Purnomo (40), pada Rabu (6/9/2023). Penahanan tersebut dilakukan setelah jaksa penyidik menetapkan Yudi sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan APBDes 2019-2021, yang menimbulkan kerugian negara kurang lebih Rp1,47 miliar.

    Tersangka ditahan di Lapas Kelas IIA Bojonegoro selama 20 hari pertama sebelum dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi. Saat dibawa ke Lapas Bojonegoro itu, tersangka memilih diam atas pertanyaan wartawan.

    Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bojonegoro Badrut Tamam mengatakan, proses penyelidikan kasus tersebut sudah dilakukan sejak 9 Juni 2022. Kemudian dinaikkan menjadi tahap penyidikan pada 18 Juli 2022.

    Dari hasil pengumpulan data dan keterangan yang diperoleh, tersangka diduga melakukan penyimpangan pengelolaan keuangan dalam pembangunan fisik senilai Rp2,5 miliar.

    BACA JUGA:
    Kejari Bojonegoro Akan Tetapkan Tersangka Baru Korupsi APBDes Deling

    “Dalam kegiatan tersebut terdapat penyimpangan yang dilakukan tersangka, diantaranya pelaksanaan program tidak sesuai dalam APBDesa, pelaksanaan kegiatan tidak dilakukan secara prosedural, kegiatan ditemukan adanya Mark up, dan pertanggungjawaban dari kegiatan sebanyak 19 kegiatan pembangunan fisik dibuat secara rekayasa,” ujarnya.

    Penahanan itu dilakukan atas pertimbangan objektif dan subjektif penyidik. Salah satu pertimbangan secara subjektif penyidik diantaranya dalam proses pertanggungjawaban hukum ini agar tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, dan diharapkan tidak mengulangi perbuatannya.

    Sedangkan pertimbangan objektifnya karena ancaman pidana yang dilanggar memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan karena ancaman hukumannya di atas lima tahun.

    BACA JUGA:
    Kejari Bojonegoro Kembangkan Kasus Korupsi Kades Deling

    Dalam proses penyidikan kasus tersebut, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi sekitar 24 orang, termasuk ahli, juga alat bukti berupa keterangan saksi, surat-surat, serta dokumen. Sedangkan penyitaan uang yang masih ada korelasi dengan kasus tersebut sebesar Rp50 juta.

    Dalam perkara tersebut, tersangka Yudi Purnomo diduga telah melanggar Pasal 2 ayat 1 huruf b jo 64 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor, subsider Pasal 3 sebagaimana UU tentang Pemberantasan Tipikor.

    “Ancaman hukuman dalam Pasal 2 UU Tipikor 20 tahun penjara, paling singkat 4 tahun. Untuk yang Pasal 3 adalah 20 tahun penjara atau seumur hidup, paling singkat 1 tahun,” tandasnya. [lus/beq]

  • Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

    Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua Simanjuntak dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa KPK Arif Suhermanto. Wakil Ketua DPRD Jatim non-aktif ini dinilai jaksa terbukti melakukan korupsi dana hibah pokok pikiran (pokir) APBD Pemprov Jatim.

    Atas tuntutan tersebut, Sahat hanya menundukkan kepala. Setelah sidang rampung, ia lantas berdiri dengan gestur tubuh lemas, lalu berjalan keluar ruang persidangan dengan mulut terbungkam.

    Selain dituntut pidana penjara selama 12 tahun, Sahat juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar. Tak hanya itu, hak politik menduduki jabatan publik selama lima tahun dicabut.

    “Menuntut untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap Sahat dengan pidana penjara 12 tahun dikurangi dengan masa tahanan selama persidangan, dan denda Rp1 miliar, subsider 6 pidana kurungan bulan, dan tetap ditahan,” ujar JPU KPK, Arif Suhermanto membacakan nota tuntutan.

    BACA JUGA:
    Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Dalam tuntutan Jaksa Arif, Sahat juga diwajibkan membayar biaya pengganti senilai Rp39 miliar. Jika tidak segera dibayar maka pihak Jaksa dapat melakukan penyitaan terhadap harta benda terdakwa Sahat.

    Namun, manakala harta benda terdakwa yang disita nilanya tak mencukupi untuk membayar biaya pengganti, maka diganti dengan pidana penjara enam tahun.

    “Terdakwa harus mengganti uang pengganti biaya perkara sejumlah Rp39 miliar selama proses pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” jelasnya.

    BACA JUGA:
    Suap Dana Pokir DPRD Jatim, Sahat Ingkari Terima Rp39,5 M

    “Jika dalam waktu tersebut belum membayar pengganti, maka harta akan disita oleh Jaksa agar dipakai menutupi uang pengganti tersebut,” terangnya.

    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara 6 tahun,” tambahnya. [uci/beq]

  • Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Rusdi, office boy (OB) sekaligus staf sekretariatan DPRD Jatim dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Suhermanto, Jumat (8/9/2023). Dalam tuntutannya Jaksa menyebut Rusdi mendukung praktik kejahatan kolusi korupsi dan nepotisme (KKN). Termasuk menciderai kepercayaan masyarakat.

    Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra PN Tipikor Surabaya, Jaksa Arif menyebut Rusdi juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta, atau subsider pidana penjara pengganti enam bulan. “Menuntut terdakwa Rusdi pidana penjara 4 tahun, dikurangi selama terdakwa selama tahanan, dan pidana denda sebesar 200 juta subsider pidana pengganti kurungan 6 bulan, dan terdakwa tetap ditahan,” ujar Jaksa Arif.

    “Hal memberatkan, terdakwa Rusdi tidak mendukung pemerintah yang bersih dari KKN, perbuatan terdakwa menciderai masyarakat,” lanjutnya.

    Sedangkan, hal yang meringankan atas tuntutan terdakwa Rusdi. Yakni, terdakwa memiliki tanggung jawab menghidupi istri dan ketiga anaknya yang masih sekolah.

    Kemudian, selalu bersikap sopan selama persidangan. Dan, terdakwa telah mengakui perbuatannya dalam dakwaan selama persidangan. “Hal meringankan, terdakwa Mengakui perbuatannya, terdakwa memiliki tanggung keluarga, dan selama menjalani proses hukum terdakwa bersikap sopan,” pungkasnya.

    Arif menerangkan pasal yang diterapkan dalam tuntutannya terhadap terdakwa Rusdi. Yakni, memutuskan terdakwa Rusdi telah meyakinkan bersalah melakukan tindakan melanggar hukum bersama sama sebagaimana dakwaan pertama melanggar Pasal Tipikor.

    Diantaranya, Pasal 12 a Jo Pasal 15 Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. [uci/kun]

    BACA JUGA: Suap Dana Pokir DPRD Jatim, Sahat Ingkari Terima Rp39,5 M

  • Kejari Kota Pasuruan Beri Sinyal Pelaku Lain Korupsi Senkuko

    Kejari Kota Pasuruan Beri Sinyal Pelaku Lain Korupsi Senkuko

    Pasuruan (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan memberi sinyal ada pelaku lain dalam kasus dugaan korupsi Senkuko. Kejari Kota Pasuruan baru saja menangkap satu pelaku terkait kasus tersebut, yaitu Bendahara Koperasi Pasar Kebonagung, Tjitro Wirjo Hermanto (71).

    Kasi Intel Kejari Kota Pasuruan Arif Suryono mengatakan, pihaknya saat ini masih mendalami kasus tersebut. Tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru.

    “Saat ini kami masih melakukan pendalaman terhadap kasus Sensuko ini. Sehingga tidak menutup kemungkinan ada pihak lainnya yang terseret,” kata Arif saat didampingi Kasi Pidsus Kejari Kota Pasuruan, Yusak Suyudi.

    BACA JUGA:
    Dugaan Korupsi Senkuko: Bendahara Koperasi Pasar Kebonagung Pasuruan Jadi Tersangka

    Diketahui Tjitro sendiri merupakan pihak swasta yang mengelola gedung Senkuko di dalam Pasar Kebon Agung Kota Pasuruan. Saat itu, dirinya sudah mengantongi izin kerjasama yang telah dibuat masa Wali Kota Pasuruan, Aminurokhman pada 2008 silam.

    Dari perjanjian tersebut, negara mengalami kerugian Rp5,1 miliar sesuai perhitungan dari BPKP Perwakilan Jawa Timur.

    Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Studi dan Advokasi, Lujeng Sudarto mengatakan, kasus korupsi Senkuko tidak berdiri sendiri. Sehingga tidak mungkin jika tidak ada pihak penyelenggara dari negara yang menjadi fasilitator.

    BACA JUGA:
    Dugaan Kasus Korupsi Senkuko Kota Pasuruan Naik Penyidikan

    “Artinya tanpa penyalahgunaan kewenangan tidak mungkin kasus Senkuko itu terjadi. Belum lagi bicara siapa yang menikmati aliran duit korupsi aset Senkuko tersebut,” kata Lujeng.

    Lujeng juga mengatakan, penetapan tersangka yang hanya satu orang terkesan diskriminatif. Karena terkesan ada yang diselamatkan dan ada yang ditumbalkan. [ada/beq]

  • Kejari Ponorogo Geledah Kantor Desa Sawoo

    Kejari Ponorogo Geledah Kantor Desa Sawoo

    Ponorogo (beritajatim.com) – Dugaan tindak pidana korupsi pungutan liar (Pungli) dalam penerbitan surat segel tanah di Desa Sawoo, Kecamatan Sawoo, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo melakukan penggeledahan di Kantor Desa Sawoo. Dugaan pungli penerbitan surat segel tanah oleh oknum perangkat Desa Sawoo itu dilakukan dalam kurun waktu 2021 sampai 2022.

    Penggeledahan Kantor Desa Sawoo itu dibenarkan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo Angung Riyadi. Dia menyebut penggeledahan dilakukan pada Kamis (7/9/2023) kemarin, dari pukul 11.00 hingga pukul 14.00 WIB. Penggeledahan di Kantor Desa Sawoo ini dilakukan oleh tim penyidik Kejari Ponorogo.

    “Personel yang menggeledah kemarin ada 10 orang,” kata Agung Riyadi, Jumat (8/9/2023).

    Semua sudut ruangan di dalam Kantor Desa Sawoo tidak luput dari pemeriksaan tim penyidik Kejari Ponorogo. Tim penyidik pun pulang tidak dengan tangan hampa.

    BACA JUGA:
    Terungkap Pemuda di Ponorogo Setubuhi Anak Tetangganya, Modus Kirim WA

    Sejumlah barang yang ada di dalam kantor desa itu disita. Yakni beberapa dokumen, laptop dan semua barang yang berkaitan dengan penerbitan segel tanah di Desa Sawoo Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo.

    “Ada beberapa barang di dalam kantor kita sita untuk diteliti,” katanya.

    BACA JUGA:
    Alami Kekeringan, Ini Daerah di Ponorogo yang Rutin Didroping Air Bersih

    Guna prosek penyidikan lebih lanjut, barang-barang yang disita itu, telah dilakukan pengamanan dan penelitian. Hal itu guna dilakukan untuk memperjelas, apakah ada keterkaitan dengan tindak pidana dugaan pungli penerbitan surat segel tanah tersebut.

    “Alhamdulillah, penggeledahan kemarin berjalan aman dan lancar,” pungkas Agung. [end/beq]

  • Polda Jatim: Kerugian Manipulasi Data Aplikasi Go-Food Fiktif Rp1,5 Miliar

    Polda Jatim: Kerugian Manipulasi Data Aplikasi Go-Food Fiktif Rp1,5 Miliar

    Surabaya (beritajatim.com) – Tim Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur berhasil mengungkap kasus manipulasi data yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan menggunakan aplikasi Go-Food. Aplikasi Go-Food adalah salah satu layanan dari Go-Jek yang menyediakan fasilitas pemesanan makanan secara online.

    Kabid Humas Polda Jatim Kombes Dirmanto didampingi Wadirkrimsus AKBP Arman dan Kasubdit Siber AKBP Hendri, pada Kamis (7/9/2023) menjelaskan bahwa kasus ini terjadi dengan cara melakukan transaksi pembelian makanan fiktif menggunakan akun Merchant fiktif. Merchant adalah istilah untuk penjual atau mitra usaha yang bekerja sama dengan Go-Jek.

    “Modus operandinya adalah membuat akun Merchant fiktif dengan menggunakan identitas palsu. Kemudian melakukan transaksi pembelian makanan fiktif dengan menggunakan akun Go-Jek milik pelaku atau orang lain yang direkrut. Transaksi ini dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan untuk mendapatkan bonus atau insentif dari Go-Jek,” kata Dirmanto.

    Dirmanto menambahkan bahwa kasus ini terjadi sejak 1 Oktober 2022 sampai 15 Agustus 2023. Selama kurun waktu tersebut, tercatat sebanyak 107.066 transaksi pembelian makanan fiktif yang dilakukan oleh 68 akun Merchant fiktif. Total kerugian yang ditimbulkan oleh kasus ini mencapai Rp 1,5 miliar.

    “Tim Siber Polda Jatim berhasil mengidentifikasi dan menangkap dua orang pelaku utama dalam kasus ini, yaitu BSW dan HA. Kedua pelaku ini bertindak sebagai pengelola akun Merchant fiktif dan penerima pembayaran dari transaksi fiktif. Pembayaran dilakukan ke rekening Bank BCA nomor 18406051XXX atas nama BSW dan Bank BCA nomor 27111659XXX atas nama HA,” ujar Dirmanto.

    Dirmanto mengatakan bahwa kedua pelaku dijerat dengan Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 miliar.

    “Kami masih melakukan pengembangan untuk mengungkap jaringan pelaku lainnya yang terlibat dalam kasus ini. Kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan aplikasi Go-Food dan tidak mudah tergiur oleh tawaran bonus atau insentif yang tidak wajar,” tutup Dirmanto. (ted)