Jakarta: Beragam aturan pembatasan produk tembakau yang menimbulkan polemik, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) kembali menjadi sorotan. Padahal serikat pekerja tembakau sebelumnya telah menolak keras Rancangan Permenkes ini.
“Kami menolak Rancangan Permenkes yang tidak dibahas bersama seluruh pihak-pihak yang terdampak,” kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto dalam diskusi dilansir di Jakarta, Kamis, 7 November 2024.
Sudarto mengatakan, pihaknya dengan tegas menyatakan sikapnya untuk melapor kepada Presiden Prabowo Subianto apabila tidak dilibatkan pada pembahasan aturan tersebut. Apalagi, saat ini industri nasional sedang tertekan dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Head of Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengungkapkan, aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek tersebut bisa berdampak kepada ekonomi Indonesia, termasuk dari sisi penerimaan negara yang tergerus.
“Jadi Indef sudah melakukan perhitungan terkait dengan jika Rancangan Permenkes ini dilakukan, kurang lebih dampaknya sendiri itu ada Rp308 triliun, itu dari dampak ekonomi saja,” katanya dalam diskusi yang sama.
Ancaman kehilangan pendapatan negara
Dari sisi penerimaan negara, Andry menyebut negara dapat kehilangan Rp160,6 triliun yang setara tujuh persen dari penerimaan perpajakan. Beberapa tahun belakangan, pendapatan industri tembakau juga mengalami penurunan akibat kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang terus meningkat setiap tahunnya.
“Kemudian dari sisi tenaga kerja, akan ada sebanyak 2,29 juta tenaga kerja yang terdampak dan merujuk pada data tenaga kerja industri tembakau tahun 2019, angka tersebut setara dengan 32 persen yang terdampak,” ungkapnya.
Sebagai sektor yang berkontribusi besar bagi negara, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kusnadi Mudi berpendapat status tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional perlu dipertahankan. Menurutnya, pemerintah perlu merumuskan regulasi yang tidak menekan industri tembakau.
Ia menyebut, butuh regulasi yang tepat agar sektor ini dapat terus berkontribusi secara maksimal. Menurutnya, apabila sektor tembakau yang merupakan sektor padat karya terus diberikan tekanan regulasi, padahal kontribusi tembakau masih menjadi salah satu penyokong terbesar bagi penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.
“Berikan kekuatan kepada, khususnya petani tembakau dan industri hasil tembakau, dengan beberapa regulasi yang tentunya tidak memberatkan dan memberikan ruang napas bagi industri hasil tembakau dan petani tembakau,” ujar dia.
Rancangan Kemenkes ini menjadi sorotan di media sosial X/Twitter dengan tagar Kemenkes Bikin Polemik bersamaan dengan kata kunci ‘Krisis Industri Tembakau’. Pembahasan ini mencuat sebagai respons publik atas sikap Kemenkes yang dirasa secara sepihak mendorong rancangan peraturan yang eksesif di sektor pertembakauan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(END)