Aturan Deregulasi TKDN Terbit, Pengusaha Logam Soroti Dampak ke Pasar hingga IKM

Aturan Deregulasi TKDN Terbit, Pengusaha Logam Soroti Dampak ke Pasar hingga IKM

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (GAMMA) mengungkap sejumlah pertimbangan risiko yang mesti diperhatikan setelah deregulasi aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) terbit. 

Adapun, kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 35/2025 yang menggantikan Permenperin No. 6/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri dan Bobot Manfaat Perusahaan. 

Di satu sisi, Ketua Umum GAMMA Dadang Asikin menilai pembaruan aturan tersebut menjadi angin segar karena aturan lama disebut terlalu usang. Dia pun menilai positif lantaran terdapat komitmen percepatan proses sertifikasi TKDN, penyederhanaan perhitungan TKDN, dan insentif investasi. 

Terlebih, dalam beleid baru itu juga memberikan fleksibilitas pencantuman logo TKDN dan insentif TKDN 25% untuk investor yang membangun pabrik dan merekrut tenaga kerja lokal. 

“Namun demikian, juga perlu sikap kehati-hatian dan perlu klarifikasi teknis lebih lanjut,” kata Dadang kepada Bisnis, Sabtu (13/9/2025). 

Pihaknya akan menyoroti implementasi perhitungan TKDN baru yang tidak lagi full cost based, mekanisme verifikasi, kapasitas lembaga sertifikasi, sanksi terhadap kecurangan, dan dampak pada rantai pasok lokal atau industri kecil menengah (IKM). 

Menurut Dadang, jika perhitungan TKDN lebih longgar tanpa dukungan pengembangan supplier lokal, maka pabrikan besar akan memilih impor sebagian komponen. 

“Sehingga manfaat industri hilir terbatas. Kami akan dorong program pendampingan supplier,” imbuhnya. 

Terlebih, sejumlah pakar juga menyebut bahwa insentif tanpa program pelatihan/upgrade IKM dapat menekan IKM kecil yang belum siap memenuhi spesifikasi dan volume. 

“Pelaku usaha kemungkinan akan minta skema pendukung seperti insentif teknologi, kredit, program klaster,” terangnya. 

Di sisi lain, dia juga menerangkan perlunya kepastian teknis dan transisi dengan menghadirkan guideline dan penafsiran yang tepat. Pasalnya, metodologi penghitungan membutuhkan pedoman yang jelas dan masa transisi agar tidak menimbulkan ketidakpastian kontrak pengadaan.  

“Perlu contoh perhitungan dan studi kasus untuk memberikan gambaran yang lebih mendekati kasus yang bisa mewakili kasus sebenarnya,” tuturnya, 

Lebih lanjut, Dadang juga menyinggung risiko distorsi atau perubahan tren pasar dan proteksionisme terselubung jika insentif TKDN yang diberikan terlalu mudah. 

“Ada risiko produk asing masuk lewat celah dan mendapat label TKDN tanpa kontribusi manufaktur lokal nyata. Pengawasan verifikasi jadi kunci,” pungkasnya.