Peraturan menteri kadung berlaku. Saat ini, menurut Trubus, tinggal bagaimana dibuat aturan teknisnya. Termasuk terkait wilayah kerja tiap ASN.
“Dibutuhkan yang namanya peraturan teknis. Ada juknis petunjuk teknis, ada juklak petunjuk pelaksanaan. Nah itu harus dibuat sesuai dengan instansi dan sektor pelayanannya,” ujar Trubus.
“Kalau misalnya perpustakaan, ya bikinlah sesuai perpustakaan. Kalau cuma BRIN, riset, ya buat apa ke kantor? Ya bikin aja aturannya, yang penting ada laporan. Kalau yang sifatnya pemadam kebakaran, ya dia mau enggak mau harus rajin datang. Kan enggak bisa damkar kok WFA, nanti kebakar semua. Jadi harus dilihat aturan ini secara holistik,” jelasnya.
Trubus juga mengingatkan pentingnya pengawasan dan pelaporan terkait pelaksanaan fleksibilitas kerja ASN. “Iya harusnya ada laporan tiap bulan. Mereka kan dibebani pekerjaan kan. Nah, di satu sisi apakah targetnya terpenuhi atau tidak? Kalau enggak terpenuhi, ya harus diberikan sanksi, kata Trubus.
Trubus menilai aturan tersebut berpotensi dimanfaatkan oleh ASN yang malas bekerja. “Karena ada bosnya aja mereka ogah-ogahan, apalagi enggak ada bosnya. Takutnya nanti enggak bisa dipertanggungjawabkan kinerjanya, produktivitasnya,” kata Trubus.
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf Macan Effendi mengkritisi aturan baru work from anywhere bagi ASN. Dede Yusuf mengingatkan aturan tersebut bisa berdampak pada menurunnya pelayanan publik.
“Jangan sampai work from anywhere ini malah menghilangkan tugas pelayanan publik yang sebenarnya,” kata Dede Yusuf pada wartawan, Jumat, 20 Juni 2025.
Menurut Dede, aturan WFA dan jam kerja fleksibel tidak bisa diberlakukan pada semua ASN, terutama ASN di bidang pelayanan masyarakat.
“Artinya, tidak bisa from anywhere seperti pengurusan KTP, pengurusan-pengurusan lainnya yang sifatnya berhadapan dengan masyarakat secara langsung,” ujar Dede.
Dede menilai, hanya sebagian ASN di bidang administrasi saja yang bisa mengikuti aturan tersebut.
“Mungkin bisa work from anywhere itu adalah yang berada di belakang meja, administrasi, dan lain-lain. Tapi kalau pelayanan publik itu tetap harus berhadapan dengan masyarakat,” kata Dede.
Dede Yusuf berharap agar segera ada sistem evaluasi atau key performance indicator (KPI) bagi ASN yang menerapkan WFA.
“Saya berharap harus ada fungsi KPI apabila ingin dilakukan WFA seperti ini, jadi KPI apa yang nanti bisa dilakukan evaluasi,” ujar Dede.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai era teknologi saat ini memang memungkinkan untuk bekerja dari mana saja.
Namun, HNW mengingatkan, harus ada evaluasi secara periodik bagi para ASN yang melakukan WFA. Sehingga, kebijakan fleksibilitas kerja ini tidak disalahgunakan.
“Negara harus melakukan evaluasi, apakah dalam satu bulan atau satu kuartal kita lakukan evaluasi. Soalnya kalau tidak ada evaluasi dan ternyata bermasalah, nanti memperbaikinya tidak cukup mudah,” kata HNW di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu meminta para ASN jangan mengecewakan setelah diberikan fleksibilitas waktu dan tempat bekerja.
“Bila pemerintah sudah mempercayakan ASN untuk bisa work from anywhere, maka jagalah kepercayaan itu,” ucap HNW.
Baca juga Usulan Pensiun PNS 70 Tahun, Wakil Ketua MPR: Jangan Abaikan Regenerasi
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4016981/original/055489100_1652075718-20220905-FOTO---ASN-PEMROV-DKI-JAKARTA-Herman-2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)