Arif Nuryanta Bantah Komplain Uang Suap Kasus CPO Tak Cukup
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta membantah pernah menyampaikan adanya wanprestasi terhadap uang suap yang diterimanya untuk menjatuhkan vonis lepas bagi tiga korporasi
crude palm oil
(CPO).
Bantahan ini disampaikan Arif menanggapi keterangan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan yang diperiksa sebagai saksi mahkota dalam sidang hari ini.
“Soal wanprestasi, saya sama sekali tidak menyebut wanprestasi, bahkan kalimat wanprestasi saya tidak pernah menyatakan itu,” ujar Arif dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).
Saat ditanya lebih lanjut oleh hakim, Arif menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah menyebutkan kata ‘wanprestasi’.
Atas bantahan ini, Hakim Ketua Effendi mempersilakan Wahyu untuk menyampaikan pendapatnya.
“Apakah saudara Wahyu tetap di keterangannya atau membenarkan?” tanya hakim Effendi.
Wahyu mengatakan bahwa dirinya tidak mengubah keterangannya.
Ia tetap pada keterangannya bahwa Arif pernah mengatakan adanya wanprestasi.
Soal wanprestasi ini pernah disinggung dalam dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Percakapan soal wanprestasi ini terjadi antara Arif dan Wahyu sekitar bulan Oktober 2024, yaitu setelah Wahyu menerima uang tunai dalam mata uang dollar Amerika Serikat senilai Rp 2 juta atau setara Rp 32 miliar dari Ariyanto, selaku pengacara pihak korporasi.
Berdasarkan kronologi kasus yang dibacakan JPU, Arif yang bertemu langsung dengan Ariyanto di sebuah rumah makan di Kelapa Gading, Jakarta Timur, pada 18 Juli 2024, pernah tawar-menawar soal suap.
Awalnya, Ariyanto menyatakan kesiapan perusahaan untuk membayar Rp 20 miliar.
Namun, hal ini langsung ditolak oleh Arif yang meminta uang hingga 3 kali lipat.
“Bagaimana mungkin saya membagi dengan Majelis, kalau 3 juta dollar, saya oke,” kata Arif saat itu.
Ketika itu, Ariyanto mengaku akan mengusahakan uang sesuai permintaan Arif.
Namun, ia meminta agar majelis hakim memastikan pihak korporasi diberi putusan onslag.
Protes wanprestasi yang disampaikan Arif diteruskan Wahyu kepada Ariyanto.
Masih di bulan Oktober 2024, Ariyanto kembali mengunjungi rumah Wahyu untuk memastikan uang 2 juta dollar AS juta telah diterima hakim.
“(Uang sudah diterima) Tapi, lu wanprestasi karena jumlahnya tidak sesuai,” kata Wahyu kepada Ariyanto.
Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan yang menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, didakwa menerima Rp 15,7 miliar; Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
Sementara itu, Djuyamto, selaku ketua majelis hakim, menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Sementara itu, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Arif Nuryanta Bantah Komplain Uang Suap Kasus CPO Tak Cukup Nasional 8 Oktober 2025
/data/photo/2025/08/20/68a5530c8ec26.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)