Arah Wall Street Pekan Ini: Minim Data Ekonomi, Investor Cermati Dampak Shutdown AS

Arah Wall Street Pekan Ini: Minim Data Ekonomi, Investor Cermati Dampak Shutdown AS

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) pekan ini akan dipengaruhi oleh sikap investor yang mencermati arah ekonomi Negeri Paman Sam.

Pasar AS saat ini menghadapi dilema karena minimnya data resmi akibat shutdown pemerintah dan tekanan di saham teknologi yang mengguncang Wall Street dari rekor tertingginya.

Melansir Reuters pada Senin (10/11/2025), indeks S&P 500 ditutup melemah pada akhir pekan lalu, mengakhiri tren kenaikan selama tiga pekan berturut-turut. Meski kinerja emiten besar AS umumnya kuat pada musim laporan keuangan kuartal III/2025, indeks acuan itu masih turun sekitar 2,4% dari rekor penutupan tertinggi yang tercatat pada 28 Oktober.

Kekhawatiran terhadap valuasi saham yang dinilai terlalu tinggi—terutama pada emiten yang terkait euforia kecerdasan buatan (AI)—kian meningkat setelah munculnya data tenaga kerja yang lemah, termasuk laporan lonjakan pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan-perusahaan AS.

Minimnya rilis data resmi pemerintah akibat penutupan operasional (shutdown) sejak 1 Oktober membuat investor kini lebih banyak mengandalkan data alternatif dari sektor swasta.

“Kami tidak mendapatkan banyak data ekonomi. Dengan valuasi saat ini dan kenaikan yang sudah signifikan, investor mulai sedikit lebih berhati-hati. Itu bukan hal buruk, tapi terjadi di saat ketidakpastian terhadap laju pertumbuhan ekonomi makin besar,” ujar Anthony Saglimbene, Chief Market Strategist di Ameriprise Financial.

Investor kini menimbang apakah pelemahan saham belakangan ini hanya aksi ambil untung dan koreksi sehat setelah reli panjang, atau sinyal awal penurunan yang lebih dalam. 

Kekhawatiran akan terjadinya “gelembung AI” masih membayangi Wall Street, di mana S&P 500 telah naik 14% sepanjang tahun berjalan dan 35% sejak posisi terendah pada April.

Sektor teknologi, yang menjadi motor utama reli pasar sejak lebih dari tiga tahun lalu, justru paling terpukul dalam penurunan terakhir, melemah sekitar 6% sejak pekan lalu.

Sejumlah laporan pada Kamis menunjukkan tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja AS. Data Revelio Labs mencatat sekitar 9.100 kehilangan pekerjaan pada Oktober, sementara laporan Challenger, Gray & Christmas mengungkap rencana PHK melonjak hingga lebih dari 153.000 posisi. Bank Sentral Chicago memperkirakan tingkat pengangguran AS naik ke level tertinggi dalam empat tahun.

Data tersebut muncul sehari setelah laporan ADP menunjukkan penambahan 42.000 pekerjaan di sektor swasta pada Oktober.

Peter Cardillo, Chief Market Economist di Spartan Capital Securities menuturkan, laporan PHK dari Challenger, ditambah absennya data ketenagakerjaan resmi pemerintah, menjadi sinyal peringatan bahwa pasar tenaga kerja mungkin belum benar-benar stabil.

Pekan ini seharusnya menjadi periode padat rilis data ekonomi, termasuk laporan inflasi konsumen dan produsen serta penjualan ritel. Namun, publikasi tersebut kemungkinan tertunda akibat penutupan pemerintah. 

Investor kini akan mengandalkan laporan sekunder seperti indeks optimisme usaha kecil dari National Federation of Independent Business (NFIB) yang dijadwalkan terbit Selasa.

Sementara itu, Menteri Transportasi AS memperingatkan pada Jumat bahwa pemerintah dapat memaksa maskapai mengurangi hingga 20% jadwal penerbangan bila shutdown tidak segera berakhir.

Keterbatasan data resmi juga memperumit keputusan bank sentral AS (The Fed) yang harus menentukan langkah suku bunga pada rapat Desember. Setelah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin untuk kedua kalinya pada 29 Oktober, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa penurunan lanjutan belum menjadi kepastian.

“The Fed membutuhkan lebih banyak panduan untuk memahami kondisi pasar tenaga kerja. Mereka mendapatkan sinyal yang saling bertentangan, dan keputusan pada Desember tentu akan berdampak besar bagi pasar saham,” ujar Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services.

Data futures Fed Funds pada Jumat malam memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga Desember sekitar 65%. Sebelum pernyataan Powell pada Oktober, pasar hampir sepenuhnya yakin pemangkasan akan dilakukan.

Investor juga menantikan perkembangan negosiasi yang dapat mengakhiri shutdown, yang kini menjadi yang terpanjang dalam sejarah AS.

Selain itu, perhatian pasar tertuju pada sisa laporan keuangan kuartalan sejumlah emiten besar, menjelang berakhirnya musim rilis laba yang umumnya positif. Dari 446 perusahaan dalam indeks S&P 500 yang telah melaporkan, 82,5% mencatatkan laba di atas ekspektasi analis — tingkat tertinggi sejak kuartal II/2021, menurut LSEG IBES.

Pekan depan, laporan keuangan dari Walt Disney dan Cisco Systems akan menjadi sorotan, sebelum giliran raksasa semikonduktor Nvidia yang dijadwalkan pekan berikutnya. Nvidia kini menjadi perusahaan dengan valuasi pasar terbesar di dunia dan simbol antusiasme investor terhadap AI.

“Saya memperkirakan volatilitas akan meningkat di saham-saham teknologi menjelang laporan Nvidia,” kata Saglimbene.