Jakarta, CNBC Indonesia – Kekerasan masih terus terjadi di Timur Tengah, jazirah Arab. Ini setidaknya terlihat dari sejumlah peristiwa dan fakta sepanjang Kamis waktu setempat.
Serangan dengan rudal balistik dilakukan kelompok penguasa Yaman, Houthi. Ini kemudian dibalas Israel dengan serangan udara dilakukan ke Sanaa dan Hodeida.
Di sisi lain, Israel kini disebut lembaga internasional terbukti melakukan genosida, di perangnya di Gaza. Sejumlah bukti menunjukkan Israel sengaja merusak infrastruktur air dan bantuan di sana.
Lalu bagaimana updatenya? Berikut rangkuman CNBC Indonesia Jumat (20/12/2024) pagi:
Yaman Tembak Rudal Balistik ke Israel
Kelompok Houthi dilaporkan menembakkan rudal balistik ke Israel, Kamis dini hari. Hal ini dikatakan juru bicaranya Yahya Saree, dalam sebuah keterangan.
“Ada dua target militer spesifik dan sensitif yang diserang di wilayah Yaffa,” tegasnya mengacu pada Jaffa yang dekat dengan Tel Aviv, sebagaimana dimuat AFP.
Israel sendiri mengatakan melakukan upaya pencegahan masuknya rudal tersebut ke wilayahnya. Namun laporan foto AFP menyebut, di wilayah Tel Aviv, terlihat bagaimana rudal menjebol sistem pertahanan iron dome dan merusak bagian gedung sekolah.
“Gedung itu hancur akibat ledakan,” bunyi laporan itu.
Houthi pun kemudian mengatakan bahwa mereka meluncurkan pesawat tanpa awak ke Israel masih di wilayah yang sama. Namun tidak ada konfirmasi dari pihak Israel soal ini.
Sejauh ini belum diketahui apakah ada kerusakan atau korban. Namun serangan ke Israel bukan yang pertama, mengingat Houthi telah menyerukan serangan sebagai bentuk protes ke perang Israel ke Gaza, melawan sekutunya Hamas, yang telah menewaskan 45.000 lebih warga kantong Palestina itu.
Pada tanggal 9 Desember, sebuah pesawat nirawak yang diklaim oleh Houthi meledak di lantai atas sebuah bangunan tempat tinggal di kota Yavne di Israel tengah. Namun hal ini tidak menimbulkan korban jiwa.
Pada bulan Juli, serangan pesawat nirawak Houthi di Tel Aviv menewaskan seorang warga sipil Israel. Peristiwa ini memicu serangan balasan di pelabuhan Hodeidah di Yaman.
Kelompok Houthi juga secara rutin menargetkan pelayaran di Laut Merah dan Teluk Aden, yang menyebabkan serangan balasan terhadap target-target kelompok Houthi oleh Amerika Serikat (AS) dan terkadang pasukan Inggris. Meski begitu, Houthi tetap tak menghentikan serangan menyebut “tak akan berakhir hingga penjajahan di Gaza diakhiri”.
“Kami sepenuhnya yakin dengan posisi kami dan siap menghadapi segala tingkat eskalasi,” kata Houthi lagi.
Israel Menggila Balas Bombardir Yaman
Israel sendiri membalas serangan Houthi dengan meluncurkan serangan ke Yaman, tak lama setelahnya. Ibu kota Sanaa dan kota pelabuhan Hodeida menjadi sasaran.
Meski Israel mengatakan menargetkan “target militer”, laporan media setempat mengatakan infrastruktur energi, seperti pembangkit listrik dan fasilitas minyak. Serangan udara Israel tersebut menewaskan sembilan orang.
“Agresi Israel mengakibatkan sembilan warga sipil menjadi martir,” ujar salah satu pemimpin Houthi Abdul Malik al-Houthi dalam pidato panjang yang disiarkan oleh TV pemberontak Al-Masira.
“Menargetkan dua pembangkit listrik pusat sekitar Sanaa, sementara di Hodeida musuh melancarkan empat serangan agresif yang menargetkan pelabuhan… dan dua serangan yang menargetkan fasilitas minyak,” lapor media Al-Masira.
Sementara itu, Israel melalui Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengancam Houthi akan bernasib sulit seperti sekutunya yang lain, bukan hanya Hamas, tapi juga Hizbullah dan rezim Bashar Al-Assad di Suriah. Perlu diketahui kelompok tersebut dan Assad dekat dengan Iran, yang juga merupakan musuh Israel di Timur Tengah.
“Setelah Hamas, Hizbullah, dan rezim Assad di Suriah, Houthi hampir menjadi lengan terakhir yang tersisa dari poros kejahatan Iran,” kata Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
“Houthi sedang belajar dan akan belajar dengan cara yang sulit, bahwa mereka yang menyerang Israel akan membayar harga yang sangat mahal untuk itu,” ancamnya.
Respons Iran dan Hamas
Iran sendiri mengecam serangan Israel ke Yaman. Mengutip AFP, Iran mengatakan hal tersebut adalah bukti baru bagaimana Israel melanggar aturan hukum internasional.
“Iran mengecam serangan Israel,”” kata perwakilan negeri tersebut dimuat AFP.
“Pelanggaran mencolok terhadap prinsip dan norma hukum internasional dan Piagam PBB,” tegasnya.
Kelompok Hamas, yang tengah berperang dengan Israel di Gaza, juga memberi pernyataan. Di mana Hamas menyebut serangan balasan Israel sebagai “perkembangan yang berbahaya”.
Serangan Baru Israel di Gaza
Sementara itu, serangkaian serangan juga dilakukan Israel ke Gaza, Kamis. Sedikitnya 30 orang warga Paelstina tewas karenanya.
Kekerasan di Jalur Gaza terus mengguncang wilayah pesisir tersebut lebih dari 14 bulan karena perang Israel-Hamas. Padahal saat ini mediator internasional berupaya untuk merundingkan gencatan senjata di Doha, Qatar.
“Setidaknya ada 13 martir, termasuk anak-anak dan perempuan, akibat pendudukan yang menargetkan sekolah Shabaan al-Rayes dan sekolah Al-Karama di lingkungan Al-Daraj di timur Kota Gaza,” kata juru bicara badan pertahanan sipil Mahmud Bassal.
Militer Israel mengklaim “serangan tepat terhadap teroris” yang beroperasi di kompleks sekolah yang terletak di lingkungan Al-Daraj. Israel berdalih Hamas merencanakan dan melaksanakan serangan teror terhadap pasukan IDF (militer) dan negara tersebut.
Serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 45.129 orang, sebagian besar warga sipil. Angka ini merujuk data kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas, namun dapat diandalkan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Turki dan Iran Bertemu
Para pemimpin Turki dan Iran berada di Mesir pada hari Kamis untuk menghadiri KTT delapan negara berpenduduk mayoritas Muslim. Peretmuan ini merupakan pertama kalinya sejak penggulingan presiden Suriah Bashar al-Assad.
Turki secara historis mendukung oposisi terhadap Assad, sementara Iran mendukung pemerintahannya. Pertemuan Organisasi Kerja Sama Ekonomi D-8, yang juga dikenal sebagai Developing-8, diadakan dengan latar belakang kekacauan regional termasuk konflik di Gaza, gencatan senjata yang rapuh di Lebanon, dan kerusuhan di Suriah.
Dalam pidatonya di pertemuan puncak tersebut, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mengunjungi Mesir untuk kedua kalinya tahun ini, menyerukan rekonsiliasi di Suriah dan pemulihan “integritas dan persatuan teritorial” negara tersebut. Ia juga menyuarakan harapan untuk “terbentuknya Suriah yang bebas dari terorisme”, tempat “semua sekte agama dan kelompok etnis hidup berdampingan dengan damai”.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan bahwa “selama lebih dari 14 bulan, kawasan Timur Tengah, khususnya Gaza dan Lebanon selatan, dan sekarang, Suriah telah menjadi sasaran serangan besar-besaran oleh Israel”. Ia meminta negara Islam “mencegah bahaya lebih lanjut”.
Pezeshkian adalah presiden Iran pertama yang mengunjungi Mesir sejak Mahmoud Ahmadinejad pada tahun 2013. Hubungan antara Mesir dan Iran telah tegang selama beberapa dekade, tetapi kontak diplomatik telah meningkat sejak Kairo menjadi mediator dalam perang di Gaza.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengunjungi Mesir pada bulan Oktober. Mitranya dari Mesir Badr Abdelatty melakukan perjalanan ke Teheran pada bulan Juli untuk menghadiri pelantikan Pezeshkian.
Lembaga HAM Dunia Sebut Israel Jelas Genosida Gaza
Human Rights Watch pada hari Kamis dengan jelas menyebut Israel melakukan “tindakan genosida” di Jalur Gaza dengan merusak infrastruktur air dan memutus pasokan ke warga sipil. Badan itu menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menjatuhkan sanksi yang ditargetkan.
Dalam laporan baru yang difokuskan secara khusus pada air, kelompok hak asasi manusia yang bermarkas di New York tersebut mengatakan “otoritas Israel dengan sengaja menjatuhkan ‘kondisi kehidupan yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik penduduk Gaza secara keseluruhan atau sebagian”. Ditegaskannya bahwa tindakan ini merupakan “tindakan genosida”.
Lembaga dunia lain, Doctors Without Borders (MSF) juga mengeluarkan laporan baru bahwa Israel dengan nyata melakukan “pembersihan etnis” di Jalur Gaza. Ini tertuang dalam sebuah laporan yang mendokumentasikan konflik selama 14 bulan yang diterbitkan pada hari Kamis.
Laporan tersebut mendokumentasikan 41 serangan terhadap staf MSF termasuk serangan udara terhadap fasilitas kesehatan dan tembakan langsung terhadap konvoi kemanusiaan. LSM tersebut mengatakan bahwa mereka terpaksa mengevakuasi rumah sakit dan pusat kesehatan sebanyak 17 kali.
“Kami melihat tanda-tanda yang jelas tentang pembersihan etnis karena warga Palestina dipindahkan secara paksa, terjebak, dan dibom,” kata sekretaris jenderal MSF, Christopher Lockyear, .
“Apa yang disaksikan tim medis kami di lapangan selama konflik ini konsisten dengan deskripsi yang diberikan oleh semakin banyak ahli hukum dan organisasi yang menyimpulkan bahwa genosida sedang terjadi di Gaza,” kata lagi.
“MSF meminta negara-negara, khususnya sekutu terdekat Israel, untuk mengakhiri dukungan tanpa syarat mereka terhadap Israel dan memenuhi kewajiban mereka untuk mencegah genosida di Gaza,” tegasnya.
(sef/sef)