Masih banyak yang menjadi beban dengan ukuran masyarakat miskin ini, apakah 25 juta atau 96 juta orangJakarta (ANTARA) – Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan bahwa pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus meninjau kembali data masyarakat miskin untuk dapat mengatasi kemiskinan dengan efektif.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Maret 2024 terdapat Data statistik tahun 2024 sekitar 25 juta masyarakat miskin di Indonesia, sementara data BPJS mencatat bahwa golongan masyarakat miskin yang menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) ada lebih dari 96 juta orang.
“Artinya, pemerintah pun harus jeli dengan data awal sebagai pondasi kebijakan ke depannya. Masih banyak yang menjadi beban dengan ukuran masyarakat miskin ini, apakah 25 juta atau 96 juta orang,” ucap Ajib Hamdani di Jakarta, Minggu.
Ia menyatakan bahwa pemerintah harus betul-betul mendorong kebijakan yang pro dengan pemerataan dan mendorong pengurangan angka kemiskinan.
Hal tersebut dikarenakan lebih dari 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) ditopang oleh konsumsi rumah tangga, sehingga pertumbuhan ekonomi akan terjaga jika angka kemiskinan dapat terus berkurang dan daya beli masyarakat meningkat.
Selain kemiskinan, ia mengatakan bahwa pemerintahan baru juga menghadapi tekanan fiskal yang tinggi sehingga Kementerian Keuangan nantinya diharapkan dapat memiliki solusi konkret terhadap permasalahan anggaran tersebut.
Baca juga: Sosok Budiman Sudjatmiko yang ditunjuk Prabowo untuk atasi kemiskinan
Baca juga: Budiman Sudjatmiko sebut Prabowo minta bantu atasi kemiskinan
Ajib menuturkan bahwa belanja APBN 2025 dialokasikan sebesar Rp3.613,1 triliun dengan ditopang oleh penerimaan negara yang diproyeksikan mencapai Rp3.005,1 triliun.
“Artinya potensi defisit lebih dari Rp600 triliun akan menjadi penambah hutang negara. Termasuk juga problem fiskal dengan jatuh tempo hutang sekitar Rp800 triliun tahun 2025,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa tantangan lainnya yang akan dihadapi oleh pemerintahan baru adalah tingginya angka pengangguran yang menurut International Monetary Fund (IMF) tercatat sebesar 5,2 persen pada April 2024.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pencapaian investasi yang selalu melebihi target selama lima tahun terakhir tidak bisa menjadi solusi utama untuk lebih banyak menyerap tenaga kerja.
Bahkan menurutnya, terjadi paradoks pada sektor industri di Indonesia karena walaupun banyak investasi yang masuk, tapi semakin banyak pula fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Selain itu, angka rasio Incremental Output Ratio (ICOR), atau besarnya tambahan modal baru yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah satu unit output, terus mengalami peningkatan.
“Artinya, investasi mengalami penurunan dalam kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Untuk mengatasi berbagai tantangan ekonomi tersebut, Ajib mengatakan bahwa jajaran kabinet baru yang terbentuk nanti harus mampu menerjemahkan visi dan misi Asta Cita Prabowo-Gibran melalui kerangka reformasi ekonomi struktural.
“Dibutuhkan serangkaian kebijakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor sektor ekonomi melalui perubahan fundamental dalam sistem ekonomi, regulasi dan infrastruktur,” imbuhnya.
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024 – 2029 usai mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna MPR RI di Gedung Nusantara Komplek Parlemen Jakarta, Minggu.
Dalam pidatonya, Prabowo menyoroti masih tingginya angka kemiskinan di Tanah Air, meskipun Indonesia telah mampu masuk menjadi anggota G20 sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia.
Baca juga: Prabowo bertekad hilangkan kemiskinan di Indonesia dengan hilirisasi
Baca juga: Stafsus Presiden: Program penghapusan kemiskinan ekstrem berjalan baik
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024