Jakarta, Beritasatu.com – Mudik Lebaran merupakan tradisi tahunan yang dilakukan oleh banyak umat Islam di Indonesia menjelang hari raya Idulfitri. Perjalanan panjang menuju kampung halaman menjadi momen yang sangat dinantikan karena memungkinkan seseorang untuk berkumpul kembali dengan keluarga besar.
Namun, di tengah euforia mudik Lebaran, muncul pertanyaan bagi umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Apakah perjalanan jauh saat mudik menjadi alasan yang sah untuk tidak berpuasa? Pertanyaan ini sering menjadi dilema bagi sebagian orang yang ingin tetap menjalankan kewajiban agama, tetapi juga harus menghadapi tantangan fisik selama perjalanan.
Islam memberikan kelonggaran bagi orang-orang yang melakukan perjalanan jauh atau disebut sebagai musafir untuk tidak berpuasa, dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi.
Puasa bagi Musafir: Kelonggaran dalam Islam
Mudik Lebaran sering kali melibatkan perjalanan yang panjang dan melelahkan, terutama bagi mereka yang menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum dengan waktu tempuh berjam-jam hingga berhari-hari. Dalam kondisi ini, seseorang dapat dikategorikan sebagai musafir, yakni orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan mendapatkan rukhsah (keringanan) dalam beribadah, termasuk dalam hal puasa.
Menurut pendapat mayoritas ulama, seseorang dianggap sebagai musafir jika menempuh perjalanan sejauh 80 km atau lebih. Jika perjalanan tersebut cukup melelahkan dan berisiko mengganggu kesehatan, Islam memperbolehkan musafir untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain setelah Ramadan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti berikut ini.
Jika perjalanan mudik tidak menyebabkan kesulitan yang berarti, seperti menggunakan transportasi yang nyaman atau perjalanan singkat, maka sebaiknya tetap menjalankan ibadah puasa.Jika perjalanan menimbulkan beban fisik yang signifikan, seperti kemacetan panjang, kelelahan, atau perubahan cuaca ekstrem, maka diperbolehkan untuk berbuka dan mengganti puasa di kemudian hari.Keputusan untuk tetap berpuasa atau berbuka bersifat fleksibel dan tergantung pada kondisi masing-masing individu. Jika merasa mampu, seseorang tetap diperbolehkan berpuasa meskipun sedang dalam perjalanan jauh.Dalil Al-Qur’an tentang Keringanan Puasa bagi Musafir
Keringanan puasa bagi musafir telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam surah Al-Baqarah ayat 184, yang berbunyi:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: “Maka barang siapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain)”.
Ayat ini menegaskan orang yang sedang dalam perjalanan jauh diberikan dispensasi untuk tidak berpuasa dan dapat menggantinya di hari lain. Dengan demikian, Islam memberikan kemudahan bagi umatnya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Siapa Saja yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa?