TRIBUNNEWS.COM – Setelah jatuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad, Israel seolah tak ingin kehilangan momen.
Pasukan Israel langsung dikerahkan untuk melakukan agresi di Suriah dan merebut puncak Gunung Hermon.
Tak hanya itu, pasukan Israel juga telah menghancurkan seluruh aset militer Suriah dengan menyerang lebih dari 500 target.
Setelah menduduki puncak Gunung Hermon, Israel disebut-sebut telah menjadikannya hadiah yang paling bertahan lama meskipun para pejabat bersikeras bahwa pendudukannya bersifat sementara.
“Ini adalah tempat tertinggi di kawasan ini, menghadap Lebanon, Suriah, dan Israel,” kata Efraim Inbar, direktur Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem (JISS), dikutip dari CNN.
“Tempat ini sangat penting secara strategis. Tidak ada yang dapat menggantikan gunung,” lanjutnya.
Puncak Gunung Hermon terletak di Suriah, di zona penyangga yang memisahkan pasukan Israel dengan Suriah selama lima puluh tahun hingga akhir pekan lalu, saat pasukan Israel mengambil alih kendalinya.
Hingga hari Minggu, puncak tersebut didemiliterisasi dan dipatroli oleh pasukan penjaga perdamaian PBB, posisi permanen tertinggi mereka di dunia.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada hari Jumat memerintahkan militer untuk bersiap menghadapi kondisi sulit akibat pengerahan pasukan pada musim dingin.
“Karena perkembangan di Suriah, sangat penting bagi keamanan untuk mempertahankan kendali atas puncak Gunung Hermon,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) diklaim telah maju melampaui puncak hingga daerah Beqaasem, sekitar 25 kilometer dari Ibu Kota Suriah.
Seorang juru bicara militer Israel minggu ini membantah bahwa pasukannya “maju menuju” Damaskus.
Israel juga telah merebut Dataran Tinggi Golan, dataran tinggi strategis di Suriah barat daya yang berbatasan dengan Gunung Hermon.
Suriah berupaya merebut kembali wilayah tersebut dalam serangan mendadak pada tahun 1973, tetapi gagal, dan Israel mencaploknya pada tahun 1981.
Pendudukan tersebut ilegal menurut hukum internasional, tetapi Amerika Serikat (AS) mengakui klaim Israel atas Golan selama pemerintahan Trump.
Selama puluhan tahun Israel menguasai beberapa lereng bawah Gunung Hermon, dan bahkan mengoperasikan resor ski di sana, tetapi puncaknya tetap berada di wilayah Suriah.
Setelah melancarkan ratusan serangan udara terhadap aset militer Suriah dan merebut puncak Gunung Hermon, Israel tampaknya memanfaatkan apa yang dilihatnya sebagai momen peluang unik.
Struktur komando Suriah berantakan, dengan posisi-posisi penting tampaknya dibiarkan tak berpenghuni setelah jatuhnya rezim Assad.
Dikutip dari BBC, IDF mengatakan angkatan udara dan angkatan lautnya telah melakukan lebih dari 350 serangan sejak Sabtu malam, menghancurkan sekitar 70-80 persen aset militer strategis Suriah dari Damaskus hingga Latakia.
IDF mengatakan, aset-aset itu termasuk pesawat tempur, radar dan lokasi pertahanan udara, kapal angkatan laut, serta persediaan senjata.
“Angkatan Laut beroperasi tadi malam untuk menghancurkan armada Suriah dengan sukses besar,” kata Israel Katz.
IDF juga telah memindahkan pasukan darat ke timur dari Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel ke zona penyangga demiliterisasi di Suriah dan, sekarang diakui, tepat di luarnya.
Katz mengatakan dia telah memerintahkan militer untuk “membangun zona pertahanan steril yang bebas dari senjata dan ancaman teroris di Suriah selatan, tanpa kehadiran Israel secara permanen”.
Mantan perwira Angkatan Udara Israel berkomentar dalam posting daring bahwa beberapa serangan yang dilakukan sebagai bagian dari operasi ini didasarkan pada rencana yang dibuat beberapa tahun lalu.
Seorang analis militer mengatakan bahwa beberapa target telah diidentifikasi oleh Israel pada pertengahan tahun 1970-an.
Sementara itu, pasukan telah menguasai posisi-posisi di Golan, termasuk puncak Gunung Hermon, menurut media Israel.
“Wilayah itu menjamin kendali strategis atas seluruh wilayah selatan Suriah, yang menimbulkan ancaman langsung bagi Israel,” situs berita Ynet mengutip pernyataan Kobi Michael, seorang peneliti di Institut Studi Keamanan Nasional (INSS) Israel.
“Tidak ada titik pandang yang lebih tinggi daripada wilayah Suriah di Golan,” lanjutnya.
Kepala Staf IDF Sebut Israel Tak Tertarik dengan Suriah
Keberadaan Pasukan Israel di Puncak Gunung Hermon, Suriah. Israel mengklaim perjanjian pasca-perang tahun 1973 yang mengharuskan mereka melepaskan penguasaan sejumlah wilayah Suriah, termasuk Gunung Hermon, bubar dengan sendirinya sejak rezim pemerintahan Bashar al-Assad tumbang. (rntv/tangkap layar)
Kepala Staf IDF, Herzi Halevi mengatakan Israel tidak akan campur tangan dalam perkembangan di Suriah.
“Kami tidak ikut campur dalam apa yang terjadi di Suriah. Kami tidak berniat mengelola Suriah,” tegas Halevi kepada The Jerusalem Post.
Halevi mencatat bahwa IDF terus melindungi warga Israel, khususnya di Dataran Tinggi Golan, dari ancaman eksternal.
Pernyataan senada juga diutarakan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Netanyahu dalam sebuah video mengungkapkan bahwa Israel tidak berniat campur tangan dalam urusan internal Suriah.
“Namun, kami tentu berniat melakukan segala hal yang diperlukan untuk menjaga keamanan kami,” kata Netanyahu, dikutip dari CNN.
Pemimpin HTS Minta Dunia ‘Buka Mata’
Para pendukung menyambut pemimpin kelompok Islamis Suriah Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang memimpin serangan pemberontak kilat untuk merebut Damaskus dari kendali pemerintah, Abu Mohammed al-Jawlani (tengah), sebelum menyampaikan pidatonya di Masjid Umayyah yang merupakan bangunan bersejarah di ibu kota pada tanggal 8 Desember 2024. – Jolani, yang kini menggunakan nama aslinya Ahmed al-Sharaa, memberikan pidato saat massa meneriakkan “Allahu akbar (Tuhan Maha Besar),” seperti yang ditunjukkan dalam video yang dibagikan oleh para pemberontak di saluran Telegram mereka. (Photo by Aref TAMMAWI / AFP) (AFP/AREF TAMMAWI)
Pemimpin Hayat Tahrir-al-Sham (HTS), Abu Mohammed al-Julani meminta dunia untuk membuka mata mereka terhadap tindakan Israel yang menginvasi wilayah Suriah.
Al-Julani juga menyerukan masyarakat internasional untuk campur tangan dan membantunya menghentikan serangan Israel.
Dalam sebuah wawancara pada hari Sabtu di saluran TV Suriah yang berbasis di Istanbul, Ahmad al-Sharaa atau al-Julain berbicara tentang Israel untuk pertama kalinya sejak mengambil alih negara tersebut.
Al-Julani mengatakan bahwa “argumen Israel sudah tidak berdasar” dan “tidak membenarkan pelanggaran yang mereka lakukan baru-baru ini”.
Dikutip dari Russia Today, pemimpin HTS itu menekankan bahwa Yerusalem Barat telah “melewati batas” di negara tersebut, yang dapat mengancam eskalasi di kawasan tersebut.
Maka dari itu, al-Julani meminta masyarakat internasional untuk campur tangan dalam situasi ini dan “memikul tanggung jawabnya terhadap eskalasi ini”.
Ia percaya bahwa satu-satunya cara untuk memastikan keamanan dan stabilitas adalah melalui “solusi diplomatik” dan “menjauh dari insiden militer yang tidak dipikirkan dengan matang”.
(Tribunnews.com/Whiesa)