Jakarta –
Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW adalah sala satu peringatan hari penting keagamaan bagi umat Islam. Istilah Isra Mikraj sendiri terdiri atas dua kata, yaitu Isra dan Mikraj, yang memiliki arti dan makna berbeda.
Lantas, apa perbedaan antara Isra dan Mikraj? Berikut ini penjelasannya:
Arti Isra dan Mikraj
Secara istilah, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V Kemdikbud), kata ‘Isra’ artinya perjalanan Nabi Muhammad SAW pada malam hari dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Baitul Mukadas (Yerusalem/Palestina) dengan kendaraan burak.
Sementara kata ‘Mikraj’ artinya perjalanan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada malam hari dari Masjidil Aqsa di Yerusalem hingga langit ke tujuh dan berakhir di Sidratul Muntaha (di atas langit ke tujuh), yang intinya menerima perintah salat lima waktu dari Allah SWT.
Sehingga jika digabungkan, maka kata ‘Isra Mikraj’ artinya perjalanan Nabi Muhammad SAW pada malam hari dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem kemudian ke langit ke tujuh sampai di Sidratul Muntaha untuk menerima perintah salat lima waktu.
Adapun kata Isra dan Mikraj dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang ditulis dengan al-‘Isra’ wal-Mi’raj (الإسراء والمعراج). Kata ‘Isra’ berasal dari kata ‘Sara’ yang diartikan sebagai ‘perjalanan malam’. Kata ‘Mikraj’ yang diartikan sebagai ‘kenaikan’ atau ‘kendaraan untuk naik’.
Makna Isra Mikraj
Mengutip dari Kemenag RI, dalam peristiwa Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam peristiwa Mikraj, Nabi Muhammad SAW “dinaikkan” oleh Allah SWT ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini, Nabi mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.
Lantas, mengapa Nabi Muhammad SAW diperjalankan ke Masjidil Aqsa terlebih dahulu dan tidak langsung diangkat ke langit? Berikur ini penjelasannya:
Kedua, Allah SWT ingin menunjukkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam Surah An-Najm ayat 12, terdapat kata ‘yaro’ yang dalam bahasa Arab berarti menyaksikan langsung. Hal ini berbeda dengan kata ‘syahida’, yang artinya menyaksikan, tetapi tidak harus secara langsung. Allah SWT ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu dakwah Nabi SAW sedang pada masa sulit dan penuh duka cita.
(wia/imk)