Jakarta –
Panggilan “Gus” merupakan panggilan khas budaya Jawa yang ditujukan pada anak laki-laki, terutama yang berasal dari keluarga terhormat, seperti putra kiai atau ulama. Dalam tradisi pesantren, istilah ini diberikan sebagai bentuk penghormatan.
Lantas, apa sebenarnya arti dari kata “Gus” dalam bahasa dan budaya Jawa, serta bagaimana penggunaannya sebagai tradisi sapaan di lingkungan pesantren?
Menurut hasil pencarian dalam Kamus Bahasa Jawa-Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KBJI Kemdikbud), secara etimologis, asal-usul kata “Gus” berasal dari bahasa Jawa, yakni dari kata “Bagus“. Kata “Gus” artinya panggilan kepada anak laki-laki.
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V Kemdikbud), kata “Gus” diartikan sebagai (1) nama julukan atau nama panggilan untuk anak laki-laki; (2) nama panggilan untuk (putra) ulama, kiai, atau orang yang dihormati; atau (3) panggilan untuk anak lelaki putra kiai atau pemilik pesantren.
Dalam lingkungan pesantren, penggunaan “Gus” memiliki kedudukan terhormat. Panggilan “Gus” bahkan diyakini memiliki keistimewaan dibanding panggilan titel lain. Sebagaimana dijelaskan oleh Wakil Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir, dilansir NU Online.
Panggilan “Gus” dalam Nahdlatul Ulama (NU) sendiri merupakan panggilan yang istimewa, khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang sering diperuntukkan bagi putra seorang kiai. Di daerah lain juga ada tradisi panggilan istimewa kepada anak kiai seperti “lora”, “ajengan”, “buya”, “anre”, atau “aang”.
Sementara dalam jurnal Makna Sapaan di Pesantren: Kajian Linguistik-Antropologis yang ditulis Millatuz Zakiyah (2018), seiring berjalannya waktu, panggilan “Gus” untuk putra kiai tidak terbatas oleh umur. Panggilan ini tetap disematkan walau putra kiai tersebut sudah tidak kecil lagi.
Dalam perkembangannya, panggilan “Gus” pun melebar dan digunakan sebagai simbol ketokohan seseorang dari sisi agama. Walau bukan anak kiai, seseorang yang memiliki pemahaman agama yang mendalam juga bisa saja dipanggil “Gus”.
(wia/imk)