Kediri (beritajatim.com) – Insiden pengeroyokan brutal terhadap seorang kader Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di Kota Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu masih menyisakan luka mendalam di tubuh organisasi sayap Nahdlatul Ulama tersebut.
Gelombang kecaman terus bermunculan, salah satunya dari Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Kediri bersama Satuan Koordinasi Cabang (Satkorcab) Banser yang menegaskan sikap tegas atas kasus tersebut.
Mereka menyebut tindakan pengeroyokan yang menimpa Sahabat Rida, kader Banser Tangerang, sebagai perbuatan biadab, tindakan kriminal, dan bentuk premanisme yang mencederai tatanan kerukunan berbangsa.
Peristiwa memilukan ini terjadi usai Sahabat Rida menghadiri sebuah pengajian di wilayah Kota Tangerang. Dalam perjalanan pulang, ia tiba-tiba dikeroyok sekelompok orang tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, korban menderita luka serius dan harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
Video dan foto kondisi korban beredar luas di media sosial, memicu kegusaran publik dan gelombang dukungan terhadap Banser. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PP GP Ansor bahkan langsung mendesak Polda Metro Jaya untuk mengusut tuntas kasus tersebut, memastikan pelaku segera ditangkap dan diproses hukum.
Desakan serupa juga datang dari Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Tangerang serta jajaran Ansor di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur. Mereka menilai penanganan kasus ini akan menjadi ujian serius bagi aparat kepolisian dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Ketua PC GP Ansor Kota Kediri, H.M. Baihaqi Nabilunnuha, atau yang akrab disapa Gus Baihaqi, menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait insiden ini. Dalam keterangannya, ia menegaskan bahwa GP Ansor Kediri tidak bisa tinggal diam menyaksikan kadernya menjadi korban kekerasan.
“Atas nama PC GP Ansor Kota Kediri, kami mengutuk keras tindakan kekerasan dan penganiayaan terhadap sahabat kami Rida, Kader Banser Kota Tangerang. Ini adalah tindakan kriminal yang tidak bisa ditolelir,” ujar Gus Baihaqi, Senin (29/9/2025).
Ia menilai, insiden pengeroyokan tersebut merupakan tindakan biadab yang mengancam persatuan masyarakat. “Segala bentuk kekerasan, terlebih penganiayaan, adalah tindakan yang tidak dapat ditoleransi dalam negara hukum. Negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme,” tegasnya.
Selain mengutuk keras, Ansor Kediri juga menyoroti lambannya aparat penegak hukum dalam merespons kasus ini. Menurut Gus Baihaqi, bukti-bukti insiden sudah banyak beredar di publik, namun belum ada langkah cepat dan transparan dari kepolisian.
“Kami meminta aparat khususnya Polda Metro Jaya untuk bertindak tegas. Segera menangkap serta memproses hukum semua pelaku sesuai undang-undang yang berlaku,” ujarnya dengan nada tegas.
Ia menambahkan, kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dipertaruhkan dalam kasus ini. “Kalau aparat lamban, publik akan menilai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jangan sampai ada kesan pembiaran,” imbuhnya.
Meski menyampaikan kecaman keras, Gus Baihaqi tetap mengingatkan seluruh kader Ansor dan Banser untuk tidak gegabah. Ia mengimbau agar kader menahan diri dan tidak melakukan aksi balasan di luar komando.
“Kami mengimbau kepada seluruh kader Ansor Banser untuk menahan diri, tidak bertindak di luar komando dan main hakim sendiri. Tetap percaya dan menempuh prosedur hukum yang berlaku di Indonesia,” katanya.
Menurutnya, sikap dewasa dan taat hukum justru akan menunjukkan bahwa Ansor dan Banser adalah garda terdepan dalam menjaga ketertiban, bukan memperkeruh keadaan.
“Kita harus menjadi teladan. Banser itu dilahirkan untuk menjaga ulama, bangsa, dan negara. Bukan untuk membuat keributan baru,” tegasnya.
Selain dari Ansor Kota Kediri, gelombang dukungan terhadap korban juga datang dari sejumlah organisasi keagamaan dan masyarakat sipil. PCNU Kota Tangerang menekankan pentingnya aparat bergerak cepat agar insiden ini tidak memicu keresahan lebih luas.
Ansor Jawa Timur turut menyuarakan kegusaran dan menuntut keadilan. Mereka menilai, kasus ini bukan hanya soal seorang kader Banser yang menjadi korban, tetapi juga soal keberanian negara untuk melindungi warganya dari aksi kekerasan yang tidak berperikemanusiaan.
Kasus pengeroyokan terhadap Sahabat Rida kini menjadi sorotan nasional. Publik menantikan keseriusan aparat penegak hukum, khususnya Polda Metro Jaya, dalam menangkap dan mengadili para pelaku.
GP Ansor Kota Kediri menegaskan, keadilan bagi korban adalah harga mati. “Kami tidak akan berhenti menyuarakan kasus ini sampai para pelaku benar-benar diproses sesuai hukum. Tidak boleh ada lagi kekerasan yang dibiarkan di negeri ini,” pungkas Gus Baihaqi. [ian]
