Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Anggota Komisi V DPRD Jabar Sebut Kebijakan Disdik Tak Bijak, Berpotensi Timbulkan Ketidakadilan Baru

Anggota Komisi V DPRD Jabar Sebut Kebijakan Disdik Tak Bijak, Berpotensi Timbulkan Ketidakadilan Baru

JABAR EKSPRES – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Maulana Yusuf Erwinsyah kembali menyoroti isu tentang pengambilan ijazah yang diminta untuk segera diserahkan oleh sekolah kepada orangtua siswa.

Diketahui, kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui surat edaran, terkait percepatan penyerahan ijazah jenjang SMA, SMK, dan SLB tahun ajaran 2023/2024 atau sebelumnya.

“Isu ini mencuat di tengah keresahan masyarakat terhadap praktik penahanan ijazah oleh sekolah akibat tunggakan biaya pendidikan,” katanya kepada Jabar Ekspres melalui seluler, Senin (3/2).

Menurut Maulana, sepintas kebijakan tersebut tampak mulia dan berpihak pada masyarakat kecil, namun jika ditelaah lebih dalam, arahan Disdik Jabar dinilai terjebak dalam euforia populisme.

BACA JUGA: Soal Pembayaran Tunggakan Ijazah, Audiensi Komisi V DPRD Jabar dengan Sekolah Swasta Masih Buntu

“Ini justru berpotensi menciptakan ketidakadilan baru, khususnya bagi sekolah swasta. Bahkan, mengundang potensi anarkisme dalam sistem pendidikan kita,” ucapnya.

Kebijakan Populis yang Tidak Bijak

Legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menerangkan, populisme dalam konteks ini adalah upaya menghadirkan kebijakan yang tampak pro-rakyat, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.

Kebijakan pembebasan ijazah digaungkan oleh pemerintah sebagai solusi instan atas ketidakmampuan sebagian orangtua membayar biaya pendidikan.

“Akan tetapi, apakah semata-mata memutuskan rantai kewajiban finansial tanpa solusi struktural benar-benar menjadi jawaban?,” terang Maulana.

BACA JUGA: Gedung DPRD Bandung Barat Bakal Ditempati Secara Bertahap

Dia menegaskan, ijazah bukan sekadar selembar kertas melainkan representasi dari proses pendidikan yang melibatkan sumber daya manusia, fasilitas dan biaya operasional.

Oleh karenanya, menurut Maulana menghapus kewajiban administratif tanpa memperhitungkan bagaimana institusi pendidikan bertahan, justru akan menimbulkan ketimpangan baru.

“Sekolah akan kehilangan pendapatan penting yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Akhirnya, siapa yang dirugikan? Para siswa itu sendiri,” tegasnya.

Ketidakjelasan Data: Siapa yang Benar-Benar Tidak Mampu?

Maulana berujar, terkait surat edaran Disdik Jabar yang menjadi perhatian publik itu, ada yang luput dari kebijakan pemerintah.

BACA JUGA: Gedung DPRD Bandung Barat Bakal Ditempati Secara Bertahap

Merangkum Semua Peristiwa