PIKIRAN RAKYAT – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya angkat bicara soal hilangnya dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) edisi Februari 2025 dari situs resmi mereka.
Laporan yang sempat muncul pada Rabu pagi, 12 Maret 2025, tiba-tiba tak lagi bisa diakses menjelang siang.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa dokumen tersebut ditarik karena konferensi pers dimajukan. Sehingga, bisa dijelaskan secara lebih komprehensif oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Akan tetapi, apa saja isi laporan yang sempat terungkap sebelum dihapus? Berikut ringkasan poin-poin penting yang berhasil dihimpun:
Penerimaan Negara Merosot Tajam
Dokumen APBN KiTa edisi Februari 2025 mencatat realisasi pendapatan negara hanya mencapai Rp157,32 triliun per 31 Januari 2025 — setara 5,24 persen dari target tahunan Rp3.005,13 triliun. Angka ini anjlok 28,3 persen dibandingkan Januari 2024 yang mencapai Rp219,3 triliun.
Penerimaan perpajakan hanya mencapai Rp115,18 triliun (4,62 persen dari target), turun dari tahun sebelumnya yang menyentuh Rp175,8 triliun. Rinciannya:
Pajak: Rp88,89 triliun (4,06 persen dari target) Bea dan Cukai: Rp26,29 triliun (8,72 persen dari target)
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pun ikut turun, hanya mencapai Rp42,13 triliun (8,2 persen dari target), lebih rendah dari Januari 2024 yang mencapai Rp43,45 triliun.
Belanja Negara Ikut Turun
Realisasi belanja negara hingga 31 Januari 2025 tercatat Rp180,77 triliun atau 4,99 persen dari target, turun 1,84 persen dari tahun lalu (Rp184,19 triliun). Komponen belanja terdiri dari:
Transfer ke daerah: Rp 94,73 triliun (10,3 persen dari target) Belanja pemerintah pusat: Rp 86,04 triliun (3,19 persen dari target) Belanja K/L: Rp 24,38 triliun (2,1 persen dari target) Belanja non-K/L: Rp 61,66 triliun (4 persen dari target) Defisit APBN Kian Melebar
Per 31 Januari 2025, APBN mengalami defisit Rp23,45 triliun atau 0,1 persen dari PDB. Ini berbanding terbalik dengan Januari 2024 yang mencatat surplus Rp35,12 triliun (0,16 persen dari PDB).
Defisit makin dalam hingga akhir Februari 2025, tercatat mencapai Rp31,2 triliun (0,13 persen dari PDB).
“Saya ingatkan kembali, APBN didesain dengan defisit Rp 616,2 triliun. Jadi, defisit 0,13 persen ini masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53 persen dari PDB,” ujar Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Januari 2025, Kamis 13 Maret 2025.
Realisasi pendapatan hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun (10,5 persen dari target tahunan), turun dari tahun lalu yang mencapai Rp439,2 triliun. Belanja negara pun menurun ke Rp348,1 triliun (9,6 persen dari target), lebih kecil dari realisasi Februari 2024 yang mencapai Rp470,3 triliun.
Meski demikian, keseimbangan primer masih mencatat surplus Rp31,2 triliun. Namun, angka ini anjlok drastis dibandingkan surplus tahun lalu sebesar Rp132,1 triliun.
Mengapa APBN KiTa Februari 2025 Dihapus?
Menurut Sri Mulyani, penghapusan sementara laporan APBN KiTa Februari 2025 bertujuan agar publik mendapat informasi yang lebih akurat dan terstruktur saat konferensi pers.
“Kita melihat ada beberapa perlambatan, terutama karena adanya koreksi harga-harga komoditas yang memberi kontribusi penting bagi perekonomian kita seperti batu bara, minyak, dan nikel,” katanya.
Sri Mulyani juga menambahkan, restitusi pajak yang cukup besar di awal tahun turut mempengaruhi penurunan penerimaan.
“Namun demikian, pencapaian akan terus diupayakan optimalisasi melalui berbagai inisiatif strategis dan perbaikan administratif,” ucapnya.
Sri Mulyani menegaskan bahwa meski defisit membesar, APBN masih sesuai jalur Undang-Undang No 62 Tahun 2024.
“Saya ingatkan kembali kolom sebelahnya APBN didesain dengan defisit Rp616,2 triliun. Jadi defisit 0,13 persen ini tentu masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53 persen dari PDB,” tuturnya.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News