TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang menaikkan tarif ekspor hingga 32 persen dinilai akan berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam.
“Ini jelas akan berdampak besar. Ekspor ke AS akan menurun karena harga produk Indonesia jadi lebih mahal, sementara daya beli masyarakat di sana sedang stagnan,” ujar Andre Rahadian, SH LLM MSc, pengamat sekaligus praktisi hukum di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Menurut Andre, kebijakan Trump yang terkesan ekstrem ini dipicu oleh tekanan kondisi fiskal dalam negeri AS.
Data menunjukkan, ekspor Indonesia ke AS menyumbang sekitar 10,3 persen dari total ekspor nasional, menjadikannya pasar terbesar kedua setelah Tiongkok.
Pada Februari 2025 saja, ekspor nonmigas ke AS mencapai 2,35 miliar dollar AS.
Sebagai mitra pada firma hukum global Dentons HPRP, Andre melihat depresiasi nilai rupiah bisa menjadi peluang bagi ekspor karena membuat produk Indonesia lebih kompetitif.
Namun demikian, ia menilai pemerintah perlu memberikan dukungan nyata, seperti insentif pembayaran murah bagi pelaku ekspor non-SDA agar tetap bisa bersaing.
Andre juga menyarankan langkah strategis berupa diversifikasi ekspor dari komoditas ke sektor jasa, serta penguatan hilirisasi industri domestik.
“Ekspor barang harus mulai diarahkan ke jasa. Selain itu, hilirisasi penting agar bahan mentah bisa diolah menjadi produk bernilai tambah,” jelasnya.
Ia menambahkan, seperti yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam wawancara di Hambalang, perluasan pasar ekspor ke negara-negara nontradisional juga menjadi langkah penting.
“Pemerintah harus bergerak cepat. Jika tidak, dampaknya akan langsung terasa dari melambatnya pertumbuhan ekonomi hingga berkurangnya pemasukan negara,” tegas mantan Ketua Iluni UI itu.
Trump sendiri menyatakan bahwa tarif tinggi terhadap Indonesia diberlakukan sebagai balasan atas perlakuan serupa dari Indonesia terhadap produk asal AS.
Sebagai contoh, etanol asal AS dikenai tarif masuk sebesar 30 persen di Indonesia, sedangkan AS hanya menerapkan 2,5 persen untuk produk sejenis.
Ia juga menyoroti hambatan nontarif seperti kebijakan TKDN, ketatnya izin impor, serta aturan yang mewajibkan devisa ekspor SDA disimpan di bank dalam negeri.
“AS sudah terlalu lama menerima perlakuan yang tidak adil. Kini saatnya kami bertindak tegas,” kata Trump.