Ancaman Pukat Harimau, Produksi Ikan Turun hingga Nelayan Terjerat Utang

Ancaman Pukat Harimau, Produksi Ikan Turun hingga Nelayan Terjerat Utang

Liputan6.com, Jakarta – Praktik penangkapan ikan menggunakan alat tangkap trawl (pukat harimau) dan modifikasinya kembali menjadi sorotan tajam. Selain merusak ekosistem laut secara masif, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan ini juga memicu krisis sosial-ekonomi yang mendalam, terutama bagi nelayan tradisional di kawasan pesisir.

Ketua Dewan Pengurus Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPD KNTI) Kotabaru, Hasrifin Harifai, secara tegas menyatakan dukungan penuh terhadap pelarangan total alat tangkap perusak tersebut.

“Kita mendukung terhadap pelarangan penggunaan alat tangkap trawl dan sejenisnya karena terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan serta menimbulkan kerusakan serius terhadap ekosistem laut,” tegas Hasrifin dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025).

KNTI berkomitmen penuh untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan. Keberadaan trawl dan alat tangkap perusak lainnya dinilai mengancam masa depan perikanan rakyat dan menimbulkan konflik horizontal yang tidak sehat antar-nelayan akibat perebutan hasil tangkapan yang semakin menipis.

Meskipun mendukung pelarangan, KNTI menekankan bahwa aturan tersebut harus diiringi dengan sosialisasi yang masif, terstruktur, dan berkelanjutan. Pasalnya, masih banyak nelayan yang memilih menggunakan alat tangkap terlarang karena menganggapnya lebih cepat dan efektif, tanpa menyadari dampak jangka panjang dan sanksi hukum yang mengintai.

“Banyak nelayan yang belum memahami secara menyeluruh dampak ekologis penggunaan trawl maupun sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pelanggarnya,” tambah Hasrifin.