Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berharap regulasi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang produk tembakau dan rokok elektronik dirancang dengan optimal dan tidak membatasi ruang gerak industri tembakau.
Sebagai informasi, saat ini pemerintah tengah merancang peraturan turunan PP No 28/2024, yakni Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Ekko Harjanto menjelaskan, regulasi PP No 28/2024 yang telah dikeluarkan sudah sangat ketat dan cukup mengurangi ruang gerak industri hasil tembakau (IHT). Apalagi, sektor ini juga tengah menghadapi tantangan lain seperti kenaikan harga jual eceran dan tarif cukai yang tinggi.
Oleh karena itu, Ekko berharap, Rancangan Permenkes yang merupakan regulasi turunan PP tersebut dapat ditinjau dengan lebih komprehensif dan mengedepankan peningkatan pengawasan atas implementasi regulasi yang sudah ada.
Ekko mengatakan, pembahasan Rancangan Permenkes harus dilakukan dengan optimal. Hal ini mengingat multiplier effect industri tembakau yang signifikan baik terhadap perekonomian Indonesia maupun pada pelaku usaha hingga ke para petani.
“Karena, industri tembakau ini bukannya tidak mau diatur, mereka sangat mau diatur. Bahkan ketika mereka akan ekspor ke negara manapun, semuanya (regulasi) mereka patuhi,” kata Ekko dalam Bisnis Indonesia Forum “Peran Industri Tembakau Nasional Terhadap Pencapaian PDB” di Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Selain itu, dia mengatakan, pembahasan Rancangan Permenkes itu juga perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk pelaku usaha hingga kementerian-kementerian teknis lain.
Dia menuturkan, penyusunan peraturan tersebut sebaiknya tidak hanya melibatkan instansi dibawah Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) saja. Kementerian teknis terkait industri tembakau seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) juga perlu dilibatkan agar peraturan tersebut dapat mengakomodir kepentingan berbagai pihak.
Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengingatkan pemerintah untuk menyeimbangkan kepentingan kesehatan dan ekonomi dalam menetapkan kebijakan terkait industri tembakau.
“Jangan hanya menggunakan satu sudut pandang, kita harus melihat isu ini secara imbang,” katanya, dikutip melalui keterangan tertulis.
Rahmad menyampaikan bahwa tembakau bukan hanya menyangkut masalah kesehatan, tetapi juga berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, termasuk petani dan pekerja di sektor tersebut.
Dia juga menyoroti tingginya impor tembakau yang mencapai hampir 50%, dengan nilai mendekati US$1 miliar dari negara-negara seperti China dan Zimbabwe.
“Kondisi ini membuat kita semakin tergantung pada tembakau impor, sementara lahan pertanian dalam negeri terus menyusut,” kata dia.
Rahmad mengatakan, produk hasil tembakau memang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan. Namun demikian, industri tembakau juga memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian, sekitar Rp200 triliun hingga Rp300 triliun.
Oleh karena itu, dia mengharapkan kebijakan yang akan diambil dapat mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi.