AMPHURI Diminta Tak Khawatir soal Umrah Mandiri, karena Ada Pengawasan dan Verifikasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania meminta Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) tidak khawatir atas penyelenggaraan umrah mandiri yang resmi diperbolehkan pemerintah.
Ia memastikan akan tetap ada mekanisme pengawasan, verifikasi, dan mitigasi risiko, baik bagi jemaah yang berangkat secara mandiri maupun melalui penyelenggara.
Hal tersebut akan diatur oleh Kementerian Agama (Kemenag).
“Perlu digarisbawahi, kemudahan akses digital tidak boleh menghilangkan aspek tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi jemaah. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, tetap harus memastikan adanya mekanisme pengawasan, verifikasi, dan mitigasi risiko, baik bagi jemaah yang berangkat secara mandiri maupun melalui penyelenggara,” kata Dini, kepada Kompas.com, Selasa (28/10/2025).
Dini berpandangan, setiap kebijakan yang menyangkut urusan ibadah harus menempatkan keamanan, keselamatan, dan perlindungan jemaah sebagai prioritas utama.
DPR RI, kata Dini, sudah mencermati potensi dampak ekonomi yang dikhawatirkan oleh para pelaku usaha dalam negeri.
Dia pun mengakui jika skema umrah mandiri dibiarkan tanpa regulasi turunan yang jelas, manfaat ekonominya bisa lari ke luar negeri, sementara industri perjalanan umrah nasional kehilangan daya saing.
Oleh karenanya, ia akan meminta Kemenag untuk menyusun aturan turunannya.
“Karena itu, saya di Komisi VIII akan meminta Kementerian Agama menyusun regulasi turunan yang menjamin adanya keseimbangan antara inovasi digital dan keberlanjutan ekosistem penyelenggara umrah nasional,” ucap Dini.
Di sisi lain, Dini menghormati langkah hukum yang ditempuh oleh asosiasi, salah satunya melakukan
judicial review
UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) yang baru saja disahkan, yang mengubah regulasi dengan peresmian umrah mandiri.
Menurut dia, itu bagian dari hak konstitusional warga negara.
Meski dari sisi DPR, ia menilai UU tersebut masih bisa dioptimalkan melalui peraturan pelaksana yang lebih perinci, bukan harus langsung direvisi.
“Intinya, Komisi VIII akan terus mengawal agar transformasi digital dalam penyelenggaraan umrah tidak menimbulkan korban baru di lapangan, baik jemaah maupun pelaku usaha, melainkan menjadi sarana peningkatan efisiensi, transparansi, dan pelayanan umat,” tandas Dini.
Sebelumnya diberitakan, AMPHURI menilai, umrah mandiri tidak cocok dilaksanakan di Indonesia.
Sekretaris AMPHURI Zaki Zakariya khawatir begitu umrah mandiri dilegalkan, maka sistem yang selama ini berjalan akan digantikan oleh platform global yang berorientasi profit.
“Sangat tidak cocok dan tidak ada negara Muslim pengirim jemaah umrah dan haji yang membuka diri, terus platform Nusuk dibuka di Indonesia, diintegrasi, tidak ada,” ujar Zaki, dalam dialog bersama Kompas TV, Senin (27/10/2025).
“Yang tadi disampaikan bahwa Saudi sudah menerima umrah mandiri dari keluarga negara itu tidak tepat,” tambah dia.
Lambat laun, kata Zaki, hal itu akan berdampak pada ekonomi masyarakat dan pergeseran nilai spiritual umrah menjadi transaksi komersial semata.
“Ini berbahaya sekali buat bangsa kita. Buat ekonomi berbasis keumatan ini sangat berbahaya sekali,” ucap dia.
Menurut Zaki, pengelolaan umrah mandiri dari pengajuan visa, pemesanan tiket, akomodasi, hingga layanan di Tanah Suci yang dapat diatur langsung oleh jemaah justru akan merugikan pajak negara.
“Ya kan memang kita tahulah bahwa kalau kita langsung membeli, masyarakat Indonesia membeli ke platform luar negeri secara langsung, bagaimana pajaknya? Kita akan tergerus, kita tidak akan mengembangkan TKDN yang selalu digaung-gaungkan pemerintah,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
AMPHURI Diminta Tak Khawatir soal Umrah Mandiri, karena Ada Pengawasan dan Verifikasi
/data/photo/2024/05/10/663d5afc34698.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)