Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Alissa Wahid: 32 Tahun Kita Berjuang Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata

Alissa Wahid: 32 Tahun Kita Berjuang Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata

Alissa Wahid: 32 Tahun Kita Berjuang Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Direktur Jaringan Gusdurian,
Alissa Wahid
, mengingatkan, masyarakat Indonesia sudah berjuang selama 32 tahun untuk menurunkan rezim Orde Baru (Orba) demi mewujudkan
supremasi sipil
dan hukum, bukan
supremasi senjata
.
Hal ini disampaikannya merespons revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang tinggal disahkan dalam rapat paripurna DPR.
RUU TNI
dinilai membuka pintu supremasi senjata karena perluasan penempatan jabatan sipil untuk TNI aktif.
“Dan inilah yang ingin kita ingatkan. Jangan sampai kita kembali justru mengulang kesalahan yang sama. Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan supremasi hukum, bukan supremasi senjata,” kata Alissa dalam jumpa pers di STF Driyarkara, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
“Jangan sampai kita kemudian justru menegasikan pengalaman 32 tahun itu dan memberikan ruang,” tambahnya.
Alissa khawatir jika RUU TNI justru melegitimasi masuknya mereka yang memegang senjata pada ruang-ruang sipil.
Padahal, menurutnya, RUU TNI semestinya dilakukan untuk tujuan memperkuat profesionalitas TNI.
“Bukan untuk mengembalikan peran-peran (dwifungsi ABRI) tersebut. Walaupun namanya bukan dwifungsi ABRI, tapi kalau esensinya membawa senjata ke ruang sipil, itu sama saja,” imbuh putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.
Lebih lanjut, Alissa melihat poin penempatan jabatan sipil untuk TNI yang diperluas memberikan banyak arti.
Pertama, tentara aktif yang bisa menduduki jabatan sipil artinya mereka masih memiliki jalur kepada angkatan bersenjata.
“Orang-orang yang memegang senjata ini masih ada jalur koordinasi, jalur komando, dan seterusnya. Betapa berbahayanya ketika nanti rakyat tidak berkehendak yang sama dengan penguasa,” ujar Alissa.
“Jaringan Gusdurian yang saya adalah emboknya (ibunya) ini, kami banyak sekali mendampingi warga masyarakat yang terdampak langsung proyek strategis nasional. Dengan siapa mereka berhadapan? Dengan yang memegang senjata. Ini dalam kondisi mereka (angkatan bersenjata) tidak punya wewenang. Nah, kalau diberikan jalur ini, akses ini, maka kehadiran mereka kemudian menjadi legal,” sambungnya.
Untuk diketahui, Komisi I DPR RI menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk dibawa ke tingkat II atau rapat paripurna.
Kesepakatan ini diambil dalam rapat pleno RUU TNI antara Komisi I DPR RI dan Pemerintah yang digelar pada Selasa (18/3/2025).
Adapun perubahan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 akan mencakup penambahan usia dinas keprajuritan hingga peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.
Secara spesifik, revisi ini bertujuan menetapkan penambahan usia masa dinas keprajuritan hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, sementara masa kedinasan bagi perwira dapat mencapai usia 60 tahun.
Selain itu, ada kemungkinan masa kedinasan diperpanjang hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional.
Kemudian,
revisi UU TNI
juga akan mengubah aturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga, mengingat kebutuhan penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga yang semakin meningkat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Merangkum Semua Peristiwa